middle ad
Tampilkan postingan dengan label Alkisah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Alkisah. Tampilkan semua postingan


Pahamilah.com - Salah satu ciri-ciri kiamat adalah keluarnya Yajuj wa Majuj ke permukaan bumi, Apakah Ya’juj dan Ma’juj telah keluar suatu pertanyaan yang amat menarik. Alquran sebenarnya sudah menjawab pertanyaan tersebut itu. Allah SWT berfirman dalam Surah al-Ambiya ayat 95-96

“Sungguh tidak mungkin atas (penduduk) suatu negeri yang telah Kami binasakan, bahwa mereka tidak akan kembali. Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.”

Kabar keluarnya Yajuj wa Majuj memang cukup menggetarkan hati setiap orang yang mendengarnya. Film-film Hollywood malah secara tidak langsung menggambarkan sosok bangsa ini (disebut juga Gog dan Magog) dalam film-film zombie. Salah satu film serial yang sekarang diputar adalah 'Walking Dead' yang menggambarkan bagaimana akhir dunia ini ketika manusia dikalahkan oleh zombie.

Namun benarkah penggambaran Yajuj wa Majuj seperti itu? Kalau kita merujuk kepada Alquran, sebenarnya telah dijelaskan letak wilayah dimana bangsa ini tinggal saat Dzulkarnain membangun tembok pembatas. Sebagai sebuah bangsa, Ya’juj dan Ma’juj selalu membuat kerusakan terhadap penduduk negeri itu. Alquran menjelaskan dalam surah al-kahfi 85-86:

“Maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.”

Bangsa Perusak Keturunan Nabi Adam
Kisah Ja'juj wa Ma'juj memang beragam. Dalam ajaran agama Yahudi, kitab kejadian umat Kristen dan Alquran, suku bangsa ini digambarkan dalam istilah yang ambigu (tidak jelas).

Ada yang menyebutnya sebagai bentuk manusia, mahkluk berbentuk raksasa, suatu bangsa atau negeri. Malah di beberapa negara, Ya’juj dan Ma’juj juga muncul dalam banyak mitos dan cerita rakyat.

 

Dari laman wikipedia, Ibnu Katsir menerangkan bahwa Ya'juj wa Ma'juj sebenarnya keturunan Adam dari keturunan Nuh, dari anak keturunan Yafits yakni nenek moyang bangsa Turki.

Ya’juj dan Ma’juj merupakan keturunan manusia, yaitu masih keturunan anak lelaki Nuh bernama Yafis dan berhijrah ke utara, yaitu ke Eropa dan Rusia bagian Selatan, selepas banjir kering. Keturunan Sam berlegar di sekitar bumi Kanaan lalu membentuk bangsa Arab dan sekitarnya. Keturunan Ham pula berhijrah ke Afrika lalu membentuk bangsa Afrika.

Dalam Surah Al-Kahf disebutkan bahwa Dzulqarnain, dalam sebuah perjalanannya sampai disuatu tempat di antara dua gunung. Dia menemukan suatu kaum yang tidak dikenali bahasanya.
Kaum itu mengadukan kepadanya bahwa ada bahaya mengancam mereka yaitu dari Ya'juj dan Ma'juj dan mereka meminta untuk membangun tembok yang dapat melindungi mereka dari kejahatan Ya'juj dan Ma'juj. Kemudian Dzulqarnain memenuhi permintaan mereka.

Walaupun mereka dari jenis manusia keturunan Adam, namun mereka memiliki sifat khas yang berbeda dari manusia biasa. Ciri utama mereka adalah perusak dan jumlah mereka yang sangat besar sehingga ketika mereka turun dari gunung seakan-akan air bah yang mengalir, tidak pandai berbicara dan tidak fasih, bermata kecil (sipit), berhidung kecil, lebar mukanya, merah warna kulitnya seakan-akan wajahnya seperti perisai.

Dinding yang akan Runtuh Menjelang Kiamat
Pertanyaan berikutnya, apakah benar Ya'juj wa Ma'juj kemudian tinggal di sebuah wilayah yang dikepung oleh dinding besar yang tak bisa ditembus?



sejumlah alim ulama menjelaskan bahwa bangsa ini memang dipaksa oleh Dzulqarnain untuk tidak bisa keluar dari wilayah tersebut.

Saat itu Dzulqarnain mengumpulkan segala hasil tambang para penduduk bukit. Dzulqarnain kemudian menggali tanah lalu membangun fondasi yang kokoh dari besi. Setelah itu, besi tersebut dipanaskan, lalu dilebur dengan cairan tembaga yang mendidih. Maka, jadilah dinding benteng yang amat kokoh yang mengurung Ya'juj dan Ma'juj di tempat tinggalnya.

"Dinding ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh dan janji Tuhanku itu adalah benar," ujar Dzulkarnain.

Sementara itu dari balik gunung, Ya'juj dan Ma'juj berusaha menembus dinding tersebut. Namun, tak satu pun dari mereka yang berhasil memanjatnya ataupun melubanginya hingga kini.

Dikisahkan bahwa setiap hari sejak Zulkarnain membangun dinding ribuan abad silam, pemimpin mereka selalu mengerahkan rakyatnya untuk memanjat dinding tersebut. Namun, tak pernah membuahkan hasil meski dilakukan setiap hari hingga kini.

Keluarnya Ya'juj dan Ma'juj dari tempat mereka merupakan salah satu tanda datangnya hari kiamat. Sebagaimana ucapan Dzulkarnain, jika Allah berkehendak maka amat mudah dinding tersebut hancur. Dengan upaya perobohan dinding tiap hari oleh Ya'juj dan Ma'juj, mereka akan berhasil menembusnya saat menjelang hari akhir.

Saat mereka keluar dari sana, jumlah mereka amat banyak. Mereka turun gunung bagaikan air bah. Tak ada yang mereka lewati, kecuali akan hancur lebur. Setiap tanaman dirusak, setiap jiwa akan dibunuh.

Inilah Daerah yang Dilalui Kaum Perusak
Tiberia adalah daerah tempat dimana Ya'juj wa Ma'juj akan keluar dari tempat pengurungannya.

Diriwayatkan dari an-Nuwas, Rasulullah SAW bersabda, "Kemudian Allah SWT mengeluarkan Yajuj dan Majuj, mereka turun dengan cepat dari bukit-bukit yang tinggi. Setelah itu gerombolan atau barisan pertama dari mereka melewati Danau Thabariyah dan meminum habis semua air dalam danau tersebut. (HR Muslim)


Dalam hadis tentang tanda-tanda menjelang datangnya hari kiamat atau akhir zaman di atas tercantum kata 'Danau Thabariyah'. Danau itu juga dikenal dengan nama Tiberia. "Tiberia merupakan nama danau dan kota di utara Palestina," ujar Dr Syauqi Abu Khalil, salah seorang peneliti akhir zaman.

Daerah ini terletak di dekat Dataran Tinggi Golan di sebelah utara Palestina, di Lembah Celah Besar Yordan yang memisahkan Afrika dan patahan Arab. Saat ini, wilayah tersebut termasuk daerah kekuasaan Israel.

Danau ini mempunyai panjang sekitar 25,5 kilometer dan lebar 12 kilometer. Dengan luas total 166 meter persegi, danau ini menjadi danau air tawar terluas di Israel. Danau ini juga menjadi danau kedua terdalam setelah Laut Mati, yaitu dengan kedalaman 43 meter. Di dasar danau terdapat mata air yang ikut mengisi danau, meskipun sumber utamanya berasal dari Sungai Yordan yang mengalir dari utara ke selatan.

Sungai Tiberia mempunyai banyak nama, salah satunya Danau Galilee atau Danau Kinneret. Di sekitar lokasi danau merupakan tempat yang rentan akan gempa bumi dan-pada zaman dahulu-aktivitas gunung api. Hal ini terbukti dari banyaknya batu basalt dan batuan beku lainnya yang menentukan kondisi geografis di daerah Galilee.

Di bagian barat laut danau ini terdapat sebuah kota yang bernama sama dengan danau tersebut. Menurut sejarah, Kota Tiberia dibangun sejak 20 Masehi dan dinamakan Tiberia untuk menghormati Kaisar Tiberius yang berasal dari Romawi. Kota yang terletak di sepanjang Pantai Kinneret ini dibangun oleh Herodes Antipas, anak Herodes Agung. Kota ini merupakan satu dari empat kota yang dianggap suci oleh orang-orang Yahudi.

Kota Tiberia ini terletak di atas ketinggian 200 meter dari permukaan laut. Iklim di wilayah itu merupakan perbatasan antara musim panas Mediterania dan musim semi. Curah hujannya setiap tahun kita-kira 400 mm. Pada musim panas, suhu tertinggi mencapai 37 derajat celcius. Suhu minimumnya sekitar 21 derajat. Pada musim dingin, suhu di kota tersebut mulai dari 18 hingga 8 derajat. Kota Tiberia terletak di dekat sumber air panas dan mineral alam.

Pada 1863, tercatat penduduk yang beragama Islam dan Kristen hanyalah sepertiga dari total penduduk yang berjumlah sekitar 3.600 orang. Pada 1902, terdapat 4.500 penduduk Yahudi dan 1.600 Muslim dari total 6.500 penduduk. Sisanya beragama Kristen. (inilah/pahamilah)


Kisah Ya'juj wa Ma'juj Kaum Perusak di Akhir Zaman



Pahamilah.com - Salah satu ciri-ciri kiamat adalah keluarnya Yajuj wa Majuj ke permukaan bumi, Apakah Ya’juj dan Ma’juj telah keluar suatu pertanyaan yang amat menarik. Alquran sebenarnya sudah menjawab pertanyaan tersebut itu. Allah SWT berfirman dalam Surah al-Ambiya ayat 95-96

“Sungguh tidak mungkin atas (penduduk) suatu negeri yang telah Kami binasakan, bahwa mereka tidak akan kembali. Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.”

Kabar keluarnya Yajuj wa Majuj memang cukup menggetarkan hati setiap orang yang mendengarnya. Film-film Hollywood malah secara tidak langsung menggambarkan sosok bangsa ini (disebut juga Gog dan Magog) dalam film-film zombie. Salah satu film serial yang sekarang diputar adalah 'Walking Dead' yang menggambarkan bagaimana akhir dunia ini ketika manusia dikalahkan oleh zombie.

Namun benarkah penggambaran Yajuj wa Majuj seperti itu? Kalau kita merujuk kepada Alquran, sebenarnya telah dijelaskan letak wilayah dimana bangsa ini tinggal saat Dzulkarnain membangun tembok pembatas. Sebagai sebuah bangsa, Ya’juj dan Ma’juj selalu membuat kerusakan terhadap penduduk negeri itu. Alquran menjelaskan dalam surah al-kahfi 85-86:

“Maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.”

Bangsa Perusak Keturunan Nabi Adam
Kisah Ja'juj wa Ma'juj memang beragam. Dalam ajaran agama Yahudi, kitab kejadian umat Kristen dan Alquran, suku bangsa ini digambarkan dalam istilah yang ambigu (tidak jelas).

Ada yang menyebutnya sebagai bentuk manusia, mahkluk berbentuk raksasa, suatu bangsa atau negeri. Malah di beberapa negara, Ya’juj dan Ma’juj juga muncul dalam banyak mitos dan cerita rakyat.

 

Dari laman wikipedia, Ibnu Katsir menerangkan bahwa Ya'juj wa Ma'juj sebenarnya keturunan Adam dari keturunan Nuh, dari anak keturunan Yafits yakni nenek moyang bangsa Turki.

Ya’juj dan Ma’juj merupakan keturunan manusia, yaitu masih keturunan anak lelaki Nuh bernama Yafis dan berhijrah ke utara, yaitu ke Eropa dan Rusia bagian Selatan, selepas banjir kering. Keturunan Sam berlegar di sekitar bumi Kanaan lalu membentuk bangsa Arab dan sekitarnya. Keturunan Ham pula berhijrah ke Afrika lalu membentuk bangsa Afrika.

Dalam Surah Al-Kahf disebutkan bahwa Dzulqarnain, dalam sebuah perjalanannya sampai disuatu tempat di antara dua gunung. Dia menemukan suatu kaum yang tidak dikenali bahasanya.
Kaum itu mengadukan kepadanya bahwa ada bahaya mengancam mereka yaitu dari Ya'juj dan Ma'juj dan mereka meminta untuk membangun tembok yang dapat melindungi mereka dari kejahatan Ya'juj dan Ma'juj. Kemudian Dzulqarnain memenuhi permintaan mereka.

Walaupun mereka dari jenis manusia keturunan Adam, namun mereka memiliki sifat khas yang berbeda dari manusia biasa. Ciri utama mereka adalah perusak dan jumlah mereka yang sangat besar sehingga ketika mereka turun dari gunung seakan-akan air bah yang mengalir, tidak pandai berbicara dan tidak fasih, bermata kecil (sipit), berhidung kecil, lebar mukanya, merah warna kulitnya seakan-akan wajahnya seperti perisai.

Dinding yang akan Runtuh Menjelang Kiamat
Pertanyaan berikutnya, apakah benar Ya'juj wa Ma'juj kemudian tinggal di sebuah wilayah yang dikepung oleh dinding besar yang tak bisa ditembus?



sejumlah alim ulama menjelaskan bahwa bangsa ini memang dipaksa oleh Dzulqarnain untuk tidak bisa keluar dari wilayah tersebut.

Saat itu Dzulqarnain mengumpulkan segala hasil tambang para penduduk bukit. Dzulqarnain kemudian menggali tanah lalu membangun fondasi yang kokoh dari besi. Setelah itu, besi tersebut dipanaskan, lalu dilebur dengan cairan tembaga yang mendidih. Maka, jadilah dinding benteng yang amat kokoh yang mengurung Ya'juj dan Ma'juj di tempat tinggalnya.

"Dinding ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh dan janji Tuhanku itu adalah benar," ujar Dzulkarnain.

Sementara itu dari balik gunung, Ya'juj dan Ma'juj berusaha menembus dinding tersebut. Namun, tak satu pun dari mereka yang berhasil memanjatnya ataupun melubanginya hingga kini.

Dikisahkan bahwa setiap hari sejak Zulkarnain membangun dinding ribuan abad silam, pemimpin mereka selalu mengerahkan rakyatnya untuk memanjat dinding tersebut. Namun, tak pernah membuahkan hasil meski dilakukan setiap hari hingga kini.

Keluarnya Ya'juj dan Ma'juj dari tempat mereka merupakan salah satu tanda datangnya hari kiamat. Sebagaimana ucapan Dzulkarnain, jika Allah berkehendak maka amat mudah dinding tersebut hancur. Dengan upaya perobohan dinding tiap hari oleh Ya'juj dan Ma'juj, mereka akan berhasil menembusnya saat menjelang hari akhir.

Saat mereka keluar dari sana, jumlah mereka amat banyak. Mereka turun gunung bagaikan air bah. Tak ada yang mereka lewati, kecuali akan hancur lebur. Setiap tanaman dirusak, setiap jiwa akan dibunuh.

Inilah Daerah yang Dilalui Kaum Perusak
Tiberia adalah daerah tempat dimana Ya'juj wa Ma'juj akan keluar dari tempat pengurungannya.

Diriwayatkan dari an-Nuwas, Rasulullah SAW bersabda, "Kemudian Allah SWT mengeluarkan Yajuj dan Majuj, mereka turun dengan cepat dari bukit-bukit yang tinggi. Setelah itu gerombolan atau barisan pertama dari mereka melewati Danau Thabariyah dan meminum habis semua air dalam danau tersebut. (HR Muslim)


Dalam hadis tentang tanda-tanda menjelang datangnya hari kiamat atau akhir zaman di atas tercantum kata 'Danau Thabariyah'. Danau itu juga dikenal dengan nama Tiberia. "Tiberia merupakan nama danau dan kota di utara Palestina," ujar Dr Syauqi Abu Khalil, salah seorang peneliti akhir zaman.

Daerah ini terletak di dekat Dataran Tinggi Golan di sebelah utara Palestina, di Lembah Celah Besar Yordan yang memisahkan Afrika dan patahan Arab. Saat ini, wilayah tersebut termasuk daerah kekuasaan Israel.

Danau ini mempunyai panjang sekitar 25,5 kilometer dan lebar 12 kilometer. Dengan luas total 166 meter persegi, danau ini menjadi danau air tawar terluas di Israel. Danau ini juga menjadi danau kedua terdalam setelah Laut Mati, yaitu dengan kedalaman 43 meter. Di dasar danau terdapat mata air yang ikut mengisi danau, meskipun sumber utamanya berasal dari Sungai Yordan yang mengalir dari utara ke selatan.

Sungai Tiberia mempunyai banyak nama, salah satunya Danau Galilee atau Danau Kinneret. Di sekitar lokasi danau merupakan tempat yang rentan akan gempa bumi dan-pada zaman dahulu-aktivitas gunung api. Hal ini terbukti dari banyaknya batu basalt dan batuan beku lainnya yang menentukan kondisi geografis di daerah Galilee.

Di bagian barat laut danau ini terdapat sebuah kota yang bernama sama dengan danau tersebut. Menurut sejarah, Kota Tiberia dibangun sejak 20 Masehi dan dinamakan Tiberia untuk menghormati Kaisar Tiberius yang berasal dari Romawi. Kota yang terletak di sepanjang Pantai Kinneret ini dibangun oleh Herodes Antipas, anak Herodes Agung. Kota ini merupakan satu dari empat kota yang dianggap suci oleh orang-orang Yahudi.

Kota Tiberia ini terletak di atas ketinggian 200 meter dari permukaan laut. Iklim di wilayah itu merupakan perbatasan antara musim panas Mediterania dan musim semi. Curah hujannya setiap tahun kita-kira 400 mm. Pada musim panas, suhu tertinggi mencapai 37 derajat celcius. Suhu minimumnya sekitar 21 derajat. Pada musim dingin, suhu di kota tersebut mulai dari 18 hingga 8 derajat. Kota Tiberia terletak di dekat sumber air panas dan mineral alam.

Pada 1863, tercatat penduduk yang beragama Islam dan Kristen hanyalah sepertiga dari total penduduk yang berjumlah sekitar 3.600 orang. Pada 1902, terdapat 4.500 penduduk Yahudi dan 1.600 Muslim dari total 6.500 penduduk. Sisanya beragama Kristen. (inilah/pahamilah)


(Foto : istimewa)

Pahamilah.com - Sekelompok ikan yang masih muda berkelana mencari samudera. Konon, menurut keyakinan mereka, kalau samudera ditemukan maka mereka mendapatkan kehidupan yang abadi, bahagia selamanya. Itu karena samudera merupakan tujuan hidup yang hakiki.

Begitu hebatnya samudera dalam pandangan mereka sehingga mereka meyakini bahwa samudera itu terletak di tempat yang sangat jauh dan sulit terjangkau. Yang memerlukan perjalanan panjang untuk mencapainya.

Dalam proses pencarian tersebut, mareka berjumpa dengan seekor ikan tua yang bijaksana. Ikan tua bertanya kepada sekalompok ikan muda yang mencari samudera, “Mau kemana kalian, saya lihat kalian seperti para pengembara”.

“Benar Pak Tua, kami adalah para pengembara” jawab salah seekor ikan muda.

“Apa yang ingin kalian cari dalam pengembaraan ini?” tanya ikan tua

Mereka serentak menjawab, “Kami mencari samudera.”

Ikan tua tertawa mendengar jawaban ikan-ikan muda. Kemudian ikan muda bertanya kepada ikan tua, “Kenapa Anda tertawa, Pak Tua?”.

Ikan tua dengan masih tertawa menjawab, “Samudera yang kalian cari itu ada disini, kalian semua sedang berada di dalam samudera.”

Sekelompok ikan muda yang mencari samudera merasa tersinggung dengan jawaban ikan tua, salah satu dari mereka membentak ikan tua, “Hai Pak Tua, yang anda tunjuk ini bukan samudera tapi air, orang bodoh pun tahu kalau ini air bukan samudera yang kami cari adalah samudera”.

Kemudian Ikan tua menjelaskan, “Kalau kalian mencari samudera maka kalian sampai kapan pun tidak dapat, kecuali kalian mengetahui hakikat dari samudera itu”.

“Apa hakikat dari Samudera itu Pak Tua?”

“Hakikat dari samudera itu adalah air, isinya adalah air, kumpulan air yang luas itulah yang dinamakan samudera. Bangsa kita hidup di dalam air yang merupakan bagian darisamudera”.

Ikan muda tercengang mendengar penjelasan dari Ikan Tua, sebuah penjelasan yang belum pernah di dapat semasa mereka di sekolah. Dengan penasaran salah seorang ikan muda bertanya, “Dari mana Pak Tua mengetahui Ilmu Tentang Hakikat Samudera?”

Ikan Tua menjawab, “Dari Guru saya, Beliau adalah Wali Samudera!”.

Kemudian ikan-ikan muda saling berpandangan satu sama lain, dalam hati mereka berkata, “Inilah yang kami cari selama ini, seorang Guru yang bisa membuka rahasia keabadian, rahasia samudera”. Mereka kemudian berkata, “Izinkan kami berguru pak Tua, bawalah kami kepada Wali Samudera agar kami bisa mengetahui lebih banyak lagi tentang Samudera”.

Syukur ikan-ikan muda tersebut mau menerima perbedaan, mau menerima hal yang diluar pengetahuan mereka sehingga mau merenungi ucapan Ikan Tua Yang Bijaksana. Biasanya ikan muda yang sibuk mencari samudera akan langsung mengatakan sesat kepada Ikan Tua Bijaksana atas ucapan yang tidak sesuai dengan apa yang di yakini selama ini.

Sama halnya dengan ikan, manusia pun dalam proses mencari Tuhan harus mengetahui terlebih dulu hakikat Tuhan. Tentu saja harus ada yang memberitahukan dan membimbing, yaitu Guru yang sudah mempunyai pengetahuan luas tentang itu. Kalau tidak maka pencarian akan sia-sia, sepanjang hidup tidak akan pernah berjumpa, walaupun yang dicari sebenarnya dia diami. (inilah/pahamilah)


Ikan-ikan yang Mencari Samudera

(Foto : istimewa)

Pahamilah.com - Sekelompok ikan yang masih muda berkelana mencari samudera. Konon, menurut keyakinan mereka, kalau samudera ditemukan maka mereka mendapatkan kehidupan yang abadi, bahagia selamanya. Itu karena samudera merupakan tujuan hidup yang hakiki.

Begitu hebatnya samudera dalam pandangan mereka sehingga mereka meyakini bahwa samudera itu terletak di tempat yang sangat jauh dan sulit terjangkau. Yang memerlukan perjalanan panjang untuk mencapainya.

Dalam proses pencarian tersebut, mareka berjumpa dengan seekor ikan tua yang bijaksana. Ikan tua bertanya kepada sekalompok ikan muda yang mencari samudera, “Mau kemana kalian, saya lihat kalian seperti para pengembara”.

“Benar Pak Tua, kami adalah para pengembara” jawab salah seekor ikan muda.

“Apa yang ingin kalian cari dalam pengembaraan ini?” tanya ikan tua

Mereka serentak menjawab, “Kami mencari samudera.”

Ikan tua tertawa mendengar jawaban ikan-ikan muda. Kemudian ikan muda bertanya kepada ikan tua, “Kenapa Anda tertawa, Pak Tua?”.

Ikan tua dengan masih tertawa menjawab, “Samudera yang kalian cari itu ada disini, kalian semua sedang berada di dalam samudera.”

Sekelompok ikan muda yang mencari samudera merasa tersinggung dengan jawaban ikan tua, salah satu dari mereka membentak ikan tua, “Hai Pak Tua, yang anda tunjuk ini bukan samudera tapi air, orang bodoh pun tahu kalau ini air bukan samudera yang kami cari adalah samudera”.

Kemudian Ikan tua menjelaskan, “Kalau kalian mencari samudera maka kalian sampai kapan pun tidak dapat, kecuali kalian mengetahui hakikat dari samudera itu”.

“Apa hakikat dari Samudera itu Pak Tua?”

“Hakikat dari samudera itu adalah air, isinya adalah air, kumpulan air yang luas itulah yang dinamakan samudera. Bangsa kita hidup di dalam air yang merupakan bagian darisamudera”.

Ikan muda tercengang mendengar penjelasan dari Ikan Tua, sebuah penjelasan yang belum pernah di dapat semasa mereka di sekolah. Dengan penasaran salah seorang ikan muda bertanya, “Dari mana Pak Tua mengetahui Ilmu Tentang Hakikat Samudera?”

Ikan Tua menjawab, “Dari Guru saya, Beliau adalah Wali Samudera!”.

Kemudian ikan-ikan muda saling berpandangan satu sama lain, dalam hati mereka berkata, “Inilah yang kami cari selama ini, seorang Guru yang bisa membuka rahasia keabadian, rahasia samudera”. Mereka kemudian berkata, “Izinkan kami berguru pak Tua, bawalah kami kepada Wali Samudera agar kami bisa mengetahui lebih banyak lagi tentang Samudera”.

Syukur ikan-ikan muda tersebut mau menerima perbedaan, mau menerima hal yang diluar pengetahuan mereka sehingga mau merenungi ucapan Ikan Tua Yang Bijaksana. Biasanya ikan muda yang sibuk mencari samudera akan langsung mengatakan sesat kepada Ikan Tua Bijaksana atas ucapan yang tidak sesuai dengan apa yang di yakini selama ini.

Sama halnya dengan ikan, manusia pun dalam proses mencari Tuhan harus mengetahui terlebih dulu hakikat Tuhan. Tentu saja harus ada yang memberitahukan dan membimbing, yaitu Guru yang sudah mempunyai pengetahuan luas tentang itu. Kalau tidak maka pencarian akan sia-sia, sepanjang hidup tidak akan pernah berjumpa, walaupun yang dicari sebenarnya dia diami. (inilah/pahamilah)


Srigala

Pahamilah.com - Siapa yang tidak kenal dengan sosok khalifah ke-5, Umar bin Abdul Aziz yang terkenal dengan sikap adil dan zuhud. Keramat seputar keadilannya ini terekam dalam sebuah kisah sebagaimana diceritakan dalam kitab "Hikayat Islamiyyah Qablan Naumi lil Atfhal" karya Najwa Husain Abdul Aziz.

Suatu ketika ada serigala pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bercampur dengan ratusan kambing yang digembalakan oleh seseorang.

Dikisahkan bahwa ada seorang saleh melewati tempat gembalaan kambing dan melihat keanehan perihal serigala yang bisa bersatu dengan kambing-kambing. Karena merasa aneh dan heran, akhirnya orang saleh tersebut mendekati penggembala kambing dan bertanya perihal yang dilihatnya.

“Wahai penggembala, kenapa kok bisa bercampur antara serigala dan kambing-kambing yang Tuan gembalakan, dan serigala tersebut tidak memangsa kambing-kambing?” tanya orang saleh keheranan.

Kemudian penggembala menjawab, “Wahai saudarakau apa yang tuan lihat itu adalah karamah dan bukti keadilan khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin”.

Beberapa hari kemudian orang saleh itu melewati kembali lokasi gembalaan kambing, dan menyaksikan serigala yang sedang memangsa salah satu kambing. Si kambing menjerit histeris dan akhirnya mati.
Ternyata kejadian tersebut bersamaan dengan wafatnya khalifah Umar bin Abdul Aziz. (nu/pahamilah)


Karamah Umar bin Abdul Azis, Serigala Pun Jadi Jinak

Srigala

Pahamilah.com - Siapa yang tidak kenal dengan sosok khalifah ke-5, Umar bin Abdul Aziz yang terkenal dengan sikap adil dan zuhud. Keramat seputar keadilannya ini terekam dalam sebuah kisah sebagaimana diceritakan dalam kitab "Hikayat Islamiyyah Qablan Naumi lil Atfhal" karya Najwa Husain Abdul Aziz.

Suatu ketika ada serigala pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bercampur dengan ratusan kambing yang digembalakan oleh seseorang.

Dikisahkan bahwa ada seorang saleh melewati tempat gembalaan kambing dan melihat keanehan perihal serigala yang bisa bersatu dengan kambing-kambing. Karena merasa aneh dan heran, akhirnya orang saleh tersebut mendekati penggembala kambing dan bertanya perihal yang dilihatnya.

“Wahai penggembala, kenapa kok bisa bercampur antara serigala dan kambing-kambing yang Tuan gembalakan, dan serigala tersebut tidak memangsa kambing-kambing?” tanya orang saleh keheranan.

Kemudian penggembala menjawab, “Wahai saudarakau apa yang tuan lihat itu adalah karamah dan bukti keadilan khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin”.

Beberapa hari kemudian orang saleh itu melewati kembali lokasi gembalaan kambing, dan menyaksikan serigala yang sedang memangsa salah satu kambing. Si kambing menjerit histeris dan akhirnya mati.
Ternyata kejadian tersebut bersamaan dengan wafatnya khalifah Umar bin Abdul Aziz. (nu/pahamilah)


Ilustrasi Penggembala Kambing


SEORANG penggembala kambing, sebut saja namanya Urwah, dari negara Kuwait menceritakan kisahnya seperti yang ditulis oleh Syeikh Hamdan Hamud Al-Hajiri dalam kitabnya “Auladuna, Kaifa Yahfazhunal Qur`an”. Berikut adalah kisahnya.

Pada saat berangkat, aku merasakan dua hal yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Di satu sisi aku merasa sedih karena harus berpisah dengan keluarga di kampung, namun di sisi lain aku merasa senang karena bisa pergi ke Arab Saudi. Ini kali pertama aku masuk bandara dan berpergian dengan pesawat terbang. Perasaan pun bercampur aduk, antara gembira, sedih, dan rasa takut. Semuanya aku rasakan saat itu.

Aku tidak sempat memikirkan tentang pekerjaan dan di mana aku akan bekerja setelah mendapatkan panggilan dari seseorang di Arab Saudi. Bagiku yang hanya lulusan SMA ini, diterima bekerja di Arab Saudi saja adalah sesuatu yang hebat; karena jarang bagi kalangan menengah ke bawah di kampungku untuk pergi ke luar negeri. Apapun pekerjaannya, yang penting halal dan hasilnya dapat aku tabung untuk kembali ke Kuwait.

Tak terasa, muncul dalam pikiranku tentang pakaian ihram yang ingin aku gunakan pada musim haji dan cita-citaku untuk menghafal al-Quran selama berada di Arab Saudi. Inilah cita-citaku semenjak lama. Sungguh aku akan berusaha menghadapi semua kesulitan untuk menggapai cita-citaku itu.

Perasaan takut lalu berubah menjadi tenang ketika aku tenggelam bersama cita-citaku tersebut. Namun, pikiranku seketika buyar bersamaan dengan datangnya seorang petugas bandara yang meminta paspor. Aku lalu menyerahkan pasporku kepadanya. Petugas itu bertanya,

“Apa pekerjaanmu? Penggembala kambing?”

“Iya.“

Aku jawab dengan tegas pertanyaannya.

Setelah mengambil barang bawaan, aku keluar bandara. Aku melihat namaku yang tertulis di kertas besar dibawa oleh seseorang. Ternyata, dia adalah majikanku. Dia menyambutku dengan senyuman.

Setelah itu, aku masuk mobil majikanku yang tengah parkir di sana. Aku melihat lampu kota dari kejauhan yang perlahan menghilang seiring dengan laju kendaraan yang membawa kami. Pertanyaan demi pertanyaan datang silih berganti dari majikanku. Berapa tahun kamu pernah menggembala kambing? Apakah engkau dapat mengenali penyakit-penyakit kambing? Dan banyak pertanyaan lainnya.

Setelah pertanyaan-pertanyaan yang banyak, rasa kantuk mulai menguasaiku. Majikanku mulai memberikan nasihat-nasihat, “Jangan kamu putus asa! Janganlah kamu takut! Kamu harus bersemangat dan bersungguh-sungguh.”

Kami sampai di kemah kecil setelah melalui jalan-jalan yang berliku. Kemudian majikanku berkata, “Inilah tempat tinggalmu.” Aku merasa senang dengan tempat yang luas serta suasana yang tenang dan indah. Kemahku berada di dataran tinggi yang dikelilingi oleh tumpukan jerami dan gandum. Dalam kemahku yang sederhana terdapat sebuah ruangan kecil yang berfungsi sebagai dapur.

Pagi harinya, aku menunaikan shalat Subuh setelah terbangun dari tidurku yang pulas karena baru pertama kali melakukan perjalanan yang jauh.

Hari Pertama Mengembala

Pengembala kambing, ya tetap pengembala kambing. Aku tidak menyesal bekerja sebagai pengembala kambing lagi di negeri yang jauh dari negeriku. Meskipun di negaraku juga bisa mengembala kambing, tapi seperti yang aku katakan, cita-citaku ke Arab Saudi adalah menunaikan ibadah haji dan menghafal Al-Qur`an hingga 30 juz.

Aku memulai hari pertamaku bekerja. Aku lihat kambing gembalaanku satu persatu, lalu aku membiarkannya berjalan di depan, dan aku mengikutinya sambil membawa bekal untuk makan siang nanti. Aku tunggangi pungung kudaku dan berdoa seperti yang tercantum dalam firman Allah Ta’ala,

“Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya ”(QS. Az-Zukhruf: 13)

Debu-debu beterbangan dari bekas pijakan kaki kambing yang sedang berjalan dengan perlahan. Aku hidup di gurun, bukan di tanah subur yang mana seseorang bisa mengembalakan kambingnya dengan mudah. Memang butuh perjuangan yang hebat untuk mencari tempat pengembalaan kambing.

Dari kejauhan, sebuah kemah mulai terlihat. Kemah itu adalah tempat tinggal pengembala kambing yang juga bekerja dengan majikanku. Di sana ada beberapa orang yang tengah beristirahat. Sesampai di sana, setelah memperkenalkan diri kepada teman-teman dengan profesi yang sama, aku langsung berwudhu, lantas mengumandangkan azan untuk shalat Zuhur. Gema suara azanku terdengar di sekeliling kami. Setelah merasa aman karena kambing-kambing gembalaan berada tidak jauh dariku, maka aku mengerjakan shalat berjamaah. Setelah itu, aku meneruskan perjalananku yang jauh.

Dalam perjalanan, aku teringat akan keluargaku dan penduduk kampungku. Aku teringat pula waktu awal menghafal Al-Quran di negeriku. Yang paling kuingat adalah ucapan ayahku. Beliau berpesan agar aku menghafal Al-Qur`an hingga khatam. Aku berkata dalam hati, “Ini adalah kesempatan yang tak tergantikan dengan apa pun dan merupakan ‘harta rampasan’ yang didapat tanpa susah payah, karena aku tidak mempunyai kesibukan yang menghalangiku untuk melaksanakan pesan ayahku itu.”

Tatkala tiba waktu pulang, aku telah mengambil sebuah keputusan yang sangat penting, yaitu aku akan mulai menghafal Al-Quran selama di Arab Saudi ini, Insya Allah. Ya, aku akan menghafal Al-Qur`an. Aku bersyukur kepada Allah atas petunjuk-Nya dan atas waktu yang kosong ini. Lagi pula, pekerjaanku berada di luar kota yang jauh dari kebisingan. Walaupun kehidupan di sini sulit dan keras, tetapi aku merasa senang karena tidak ada waktu untuk bergunjing, mengadu domba, dan memfitnah orang lain. Suasana pekerjaanku sangat kondusif dan jauh dari semua hal-hal yang tidak berguna.

Kemudian aku pulang ke kemahku dengan kelelahan. Sebelum masuk kemah, domba dan kambing terlebih dahulu digiring menuju ke sumber air. Kemudian aku mengambil air wudhu dan mengumandangkan azan Maghrib di kemahku. Bersama teman-teman yang lain aku mengerjakan shalat maghrib berjamaah.

Inilah hari pertamaku kerja di negeri ini dan demikianlah hari-hariku yang lain, kecuali hari Jum’at; karena pada waktu itu aku melakukan shalat Jum’at.

Hari demi hari berlalu dan tibalah musim haji. Majikanku yang baik hati mengizinkanku pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Singkat cerita, setelah selesai, aku kembali ke tempat majikanku yang berada di wilayah timur negara Arab Saudi. Aku sudah berterus terang kepada majikanku bahwa tujuan utamaku ke Arab Saudi selain untuk bekerja adalah melaksanakan ibadah haji. Namun, dia menanggapinya dengan senyuman seraya berkata, “Bersabarlah sebentar, tinggallah beberapa bulan lagi di sini.”

Oleh karena itu, tidak ada hal lain lagi yang kuharapkan selain menuntaskan hafalan al-Quran. Maka dengan sungguh-sungguh aku membulatkan tekadku untuk itu. Aku selalu berusaha, bersabar, dan berdoa kepada Allah Ta’ala agar memberikanku petunjuk-Nya untuk menghafal al-Quran sehingga akhirnya Allah Ta’ala memberikan karunia-Nya, yang mana aku dapat mengkhatam hafalan Al-Quran sekitar 10 bulan lebih semenjak datang ke Arab Saudi. Apakah engkau ingin mengetahui bagaimana aku bisa menghafal al-Quran?

Mulai Menghafal Al-Quran

Pada setiap pagi setelah shalat subuh aku menghafal ayat-ayat al-Quran sebanyak dua lembar. Setelah mengembala kambing, dan hendak pulang ke kemah, aku mengulang kembali hasil hafalanku yang kudapat pagi tadi, lalu hafalan itu diulang kembali pada keesokan harinya.

Keesokan harinya, sebelum berangkat menggembala kambing, aku mengulangi hafalanku yang kemarin. Apabila hafalanku yang kemarin itu sudah mantap, maka aku mulai menambah hafalanku dengan ayat-ayat yang baru. Hal yang sama juga aku lakukan ketika pulang ke kemah, yakni mengulangi kembali hasil hafalanku pagi tadi dan mengulang kembali hafalan hari ini pada keesokan harinya lagi. Adapun hari Kamis dan Jum’at aku khususkan untuk mengulang semua hafalanku.

Pada saat beristirahat, salah seorang temanku -yang menceritakan kisah ini kepada Syeikh Hamdan Hamud Al-Hajiri- bertanya sambil terheran-heran,  “Kamu tidak memiliki radio dan televisi. Kamu juga tidak membaca koran, lalu bagaimana kamu mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di seluruh dunia. Kamu benar-benar terpisah dari dunia luar.”

Sambil membetulkan posisi duduk, aku katakan, “Sungguh, rasa khawatirku terhadap sesuatu menjadi berkurang. Pada waktu kosong ini, aku sibuk memeriksa penyakit kambing-kambingku atau menjahit bajuku yang sobek. Inilah kejadian-kejadian yang luar biasa bagi diriku. Adapun kabar terhangat adalah kabar yang disebutkan dalam firman Alah Ta’ala, Tuhan semesta alam. Sementara itu, peristiwa yang paling agung adalah peristiwa diutusnya para nabi beserta orang-orang beriman yang mengikutinya, bagaimana dakwah mereka dan cobaan yang menimpa mereka. Bagi saya, berita-berita yang ada koran dan majalah tidak begitu penting. Biarlah saya menyibukkan diri dengan kabar yang datang dari Tuhan yang disembah para makhluk di dunia ini.”

Subhanallah, sungguh kuat keinginan si pengembala kambing ini untuk mengisi hari-harinya dengan al-Quran. Kesibukan bekerja bukanlah sebuah alasan baginya untuk tidak menghafal al-Quran. Hal yang terpenting bagi kita adalah berniat sepenuh hati untuk menghafal al-Quran, lalu melaksanakannya, kemudian istiqamah (kosisten) menjalaninya.

Seharusnya, kecanggihan teknologi pada masa ini kita manfaatkan untuk menghafal Al-Quran. Pada masa dahulu, barangkali cuma ada kaset atau cakram padat (CD) yang bisa kita dengarkan untuk menghafal atau mengulang hafalan Al-Quran. Pada masa sekarang, banyak rekaman para qari Timur Tengah maupun dalam negeri dalam format MP3 yang bisa kita unduh dari situs resmi, lalu kita simpan dalam telepon genggam, sehingga bisa didengar kapan pun kita inginkan. Daripada mendengarkan musik yang hukumnya masih diperdebatkan oleh para ulama, lebih baik mendengar tilawah Al-Quran. Mengerti atau tidak maknanya, Anda sudah mendapatkan pahalanya.

Jangan terpengaruh oleh ucapan orang, “Untuk apa menghafal Al-Quran, toh kamu tidak mengerti.” Atau, “Yang penting adalah mengamalkan Al-Quran, bukan sekadar menghafalnya.”

Itu hanya ucapan orang-orang yang tidak mau menghafal Al-Quran. Dia tidak tahu bahwa membaca dan menghafal itu pintu pertama untuk mengerti dan mengamalkan Al-Qur`an. Bukankah waktu kecil dulu kita disuruh membaca dan menghafal bacaan shalat secara sempurna tanpa mengetahui maknanya sama sekali? Atau bahkan sebagian dari kita masih belum mengerti apa yang dia baca sampai sekarang?

Tunggu apalagi, marilah kita menghafal Al-Quran selagi hayat masih di kandung badan. Berusaha untuk menghafal Al-Quran dengan membacanya berarti kita memperbanyak satu ibadah lainnya, yakni menyeringkan bacaan Al-Quran. Banyak hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menganjurkan kita untuk membaca Al-Quran, di antaranya adalah yang diriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili, yang mana dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang memberi syafaat kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti.” (HR. Muslim).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Sesungguhnya Allah akan memuliakan suatu kaum dengan kitab ini (Al Qur`an) dan menghinakan yang lain.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya (kepada orang lain).” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).

Semoga kita termasuk orang-orang yang gemar membaca Al-Quran, memahami maknanya, menghayatinya, mengamalkannya, menghafalnya, lalu mengajarkannya.*/ Yumroni Askosendra (hidayatullah/pahamilah)

Kisah Penggembala Kambing yang Hafal Al-Quran

Ilustrasi Penggembala Kambing


SEORANG penggembala kambing, sebut saja namanya Urwah, dari negara Kuwait menceritakan kisahnya seperti yang ditulis oleh Syeikh Hamdan Hamud Al-Hajiri dalam kitabnya “Auladuna, Kaifa Yahfazhunal Qur`an”. Berikut adalah kisahnya.

Pada saat berangkat, aku merasakan dua hal yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Di satu sisi aku merasa sedih karena harus berpisah dengan keluarga di kampung, namun di sisi lain aku merasa senang karena bisa pergi ke Arab Saudi. Ini kali pertama aku masuk bandara dan berpergian dengan pesawat terbang. Perasaan pun bercampur aduk, antara gembira, sedih, dan rasa takut. Semuanya aku rasakan saat itu.

Aku tidak sempat memikirkan tentang pekerjaan dan di mana aku akan bekerja setelah mendapatkan panggilan dari seseorang di Arab Saudi. Bagiku yang hanya lulusan SMA ini, diterima bekerja di Arab Saudi saja adalah sesuatu yang hebat; karena jarang bagi kalangan menengah ke bawah di kampungku untuk pergi ke luar negeri. Apapun pekerjaannya, yang penting halal dan hasilnya dapat aku tabung untuk kembali ke Kuwait.

Tak terasa, muncul dalam pikiranku tentang pakaian ihram yang ingin aku gunakan pada musim haji dan cita-citaku untuk menghafal al-Quran selama berada di Arab Saudi. Inilah cita-citaku semenjak lama. Sungguh aku akan berusaha menghadapi semua kesulitan untuk menggapai cita-citaku itu.

Perasaan takut lalu berubah menjadi tenang ketika aku tenggelam bersama cita-citaku tersebut. Namun, pikiranku seketika buyar bersamaan dengan datangnya seorang petugas bandara yang meminta paspor. Aku lalu menyerahkan pasporku kepadanya. Petugas itu bertanya,

“Apa pekerjaanmu? Penggembala kambing?”

“Iya.“

Aku jawab dengan tegas pertanyaannya.

Setelah mengambil barang bawaan, aku keluar bandara. Aku melihat namaku yang tertulis di kertas besar dibawa oleh seseorang. Ternyata, dia adalah majikanku. Dia menyambutku dengan senyuman.

Setelah itu, aku masuk mobil majikanku yang tengah parkir di sana. Aku melihat lampu kota dari kejauhan yang perlahan menghilang seiring dengan laju kendaraan yang membawa kami. Pertanyaan demi pertanyaan datang silih berganti dari majikanku. Berapa tahun kamu pernah menggembala kambing? Apakah engkau dapat mengenali penyakit-penyakit kambing? Dan banyak pertanyaan lainnya.

Setelah pertanyaan-pertanyaan yang banyak, rasa kantuk mulai menguasaiku. Majikanku mulai memberikan nasihat-nasihat, “Jangan kamu putus asa! Janganlah kamu takut! Kamu harus bersemangat dan bersungguh-sungguh.”

Kami sampai di kemah kecil setelah melalui jalan-jalan yang berliku. Kemudian majikanku berkata, “Inilah tempat tinggalmu.” Aku merasa senang dengan tempat yang luas serta suasana yang tenang dan indah. Kemahku berada di dataran tinggi yang dikelilingi oleh tumpukan jerami dan gandum. Dalam kemahku yang sederhana terdapat sebuah ruangan kecil yang berfungsi sebagai dapur.

Pagi harinya, aku menunaikan shalat Subuh setelah terbangun dari tidurku yang pulas karena baru pertama kali melakukan perjalanan yang jauh.

Hari Pertama Mengembala

Pengembala kambing, ya tetap pengembala kambing. Aku tidak menyesal bekerja sebagai pengembala kambing lagi di negeri yang jauh dari negeriku. Meskipun di negaraku juga bisa mengembala kambing, tapi seperti yang aku katakan, cita-citaku ke Arab Saudi adalah menunaikan ibadah haji dan menghafal Al-Qur`an hingga 30 juz.

Aku memulai hari pertamaku bekerja. Aku lihat kambing gembalaanku satu persatu, lalu aku membiarkannya berjalan di depan, dan aku mengikutinya sambil membawa bekal untuk makan siang nanti. Aku tunggangi pungung kudaku dan berdoa seperti yang tercantum dalam firman Allah Ta’ala,

“Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya ”(QS. Az-Zukhruf: 13)

Debu-debu beterbangan dari bekas pijakan kaki kambing yang sedang berjalan dengan perlahan. Aku hidup di gurun, bukan di tanah subur yang mana seseorang bisa mengembalakan kambingnya dengan mudah. Memang butuh perjuangan yang hebat untuk mencari tempat pengembalaan kambing.

Dari kejauhan, sebuah kemah mulai terlihat. Kemah itu adalah tempat tinggal pengembala kambing yang juga bekerja dengan majikanku. Di sana ada beberapa orang yang tengah beristirahat. Sesampai di sana, setelah memperkenalkan diri kepada teman-teman dengan profesi yang sama, aku langsung berwudhu, lantas mengumandangkan azan untuk shalat Zuhur. Gema suara azanku terdengar di sekeliling kami. Setelah merasa aman karena kambing-kambing gembalaan berada tidak jauh dariku, maka aku mengerjakan shalat berjamaah. Setelah itu, aku meneruskan perjalananku yang jauh.

Dalam perjalanan, aku teringat akan keluargaku dan penduduk kampungku. Aku teringat pula waktu awal menghafal Al-Quran di negeriku. Yang paling kuingat adalah ucapan ayahku. Beliau berpesan agar aku menghafal Al-Qur`an hingga khatam. Aku berkata dalam hati, “Ini adalah kesempatan yang tak tergantikan dengan apa pun dan merupakan ‘harta rampasan’ yang didapat tanpa susah payah, karena aku tidak mempunyai kesibukan yang menghalangiku untuk melaksanakan pesan ayahku itu.”

Tatkala tiba waktu pulang, aku telah mengambil sebuah keputusan yang sangat penting, yaitu aku akan mulai menghafal Al-Quran selama di Arab Saudi ini, Insya Allah. Ya, aku akan menghafal Al-Qur`an. Aku bersyukur kepada Allah atas petunjuk-Nya dan atas waktu yang kosong ini. Lagi pula, pekerjaanku berada di luar kota yang jauh dari kebisingan. Walaupun kehidupan di sini sulit dan keras, tetapi aku merasa senang karena tidak ada waktu untuk bergunjing, mengadu domba, dan memfitnah orang lain. Suasana pekerjaanku sangat kondusif dan jauh dari semua hal-hal yang tidak berguna.

Kemudian aku pulang ke kemahku dengan kelelahan. Sebelum masuk kemah, domba dan kambing terlebih dahulu digiring menuju ke sumber air. Kemudian aku mengambil air wudhu dan mengumandangkan azan Maghrib di kemahku. Bersama teman-teman yang lain aku mengerjakan shalat maghrib berjamaah.

Inilah hari pertamaku kerja di negeri ini dan demikianlah hari-hariku yang lain, kecuali hari Jum’at; karena pada waktu itu aku melakukan shalat Jum’at.

Hari demi hari berlalu dan tibalah musim haji. Majikanku yang baik hati mengizinkanku pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Singkat cerita, setelah selesai, aku kembali ke tempat majikanku yang berada di wilayah timur negara Arab Saudi. Aku sudah berterus terang kepada majikanku bahwa tujuan utamaku ke Arab Saudi selain untuk bekerja adalah melaksanakan ibadah haji. Namun, dia menanggapinya dengan senyuman seraya berkata, “Bersabarlah sebentar, tinggallah beberapa bulan lagi di sini.”

Oleh karena itu, tidak ada hal lain lagi yang kuharapkan selain menuntaskan hafalan al-Quran. Maka dengan sungguh-sungguh aku membulatkan tekadku untuk itu. Aku selalu berusaha, bersabar, dan berdoa kepada Allah Ta’ala agar memberikanku petunjuk-Nya untuk menghafal al-Quran sehingga akhirnya Allah Ta’ala memberikan karunia-Nya, yang mana aku dapat mengkhatam hafalan Al-Quran sekitar 10 bulan lebih semenjak datang ke Arab Saudi. Apakah engkau ingin mengetahui bagaimana aku bisa menghafal al-Quran?

Mulai Menghafal Al-Quran

Pada setiap pagi setelah shalat subuh aku menghafal ayat-ayat al-Quran sebanyak dua lembar. Setelah mengembala kambing, dan hendak pulang ke kemah, aku mengulang kembali hasil hafalanku yang kudapat pagi tadi, lalu hafalan itu diulang kembali pada keesokan harinya.

Keesokan harinya, sebelum berangkat menggembala kambing, aku mengulangi hafalanku yang kemarin. Apabila hafalanku yang kemarin itu sudah mantap, maka aku mulai menambah hafalanku dengan ayat-ayat yang baru. Hal yang sama juga aku lakukan ketika pulang ke kemah, yakni mengulangi kembali hasil hafalanku pagi tadi dan mengulang kembali hafalan hari ini pada keesokan harinya lagi. Adapun hari Kamis dan Jum’at aku khususkan untuk mengulang semua hafalanku.

Pada saat beristirahat, salah seorang temanku -yang menceritakan kisah ini kepada Syeikh Hamdan Hamud Al-Hajiri- bertanya sambil terheran-heran,  “Kamu tidak memiliki radio dan televisi. Kamu juga tidak membaca koran, lalu bagaimana kamu mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di seluruh dunia. Kamu benar-benar terpisah dari dunia luar.”

Sambil membetulkan posisi duduk, aku katakan, “Sungguh, rasa khawatirku terhadap sesuatu menjadi berkurang. Pada waktu kosong ini, aku sibuk memeriksa penyakit kambing-kambingku atau menjahit bajuku yang sobek. Inilah kejadian-kejadian yang luar biasa bagi diriku. Adapun kabar terhangat adalah kabar yang disebutkan dalam firman Alah Ta’ala, Tuhan semesta alam. Sementara itu, peristiwa yang paling agung adalah peristiwa diutusnya para nabi beserta orang-orang beriman yang mengikutinya, bagaimana dakwah mereka dan cobaan yang menimpa mereka. Bagi saya, berita-berita yang ada koran dan majalah tidak begitu penting. Biarlah saya menyibukkan diri dengan kabar yang datang dari Tuhan yang disembah para makhluk di dunia ini.”

Subhanallah, sungguh kuat keinginan si pengembala kambing ini untuk mengisi hari-harinya dengan al-Quran. Kesibukan bekerja bukanlah sebuah alasan baginya untuk tidak menghafal al-Quran. Hal yang terpenting bagi kita adalah berniat sepenuh hati untuk menghafal al-Quran, lalu melaksanakannya, kemudian istiqamah (kosisten) menjalaninya.

Seharusnya, kecanggihan teknologi pada masa ini kita manfaatkan untuk menghafal Al-Quran. Pada masa dahulu, barangkali cuma ada kaset atau cakram padat (CD) yang bisa kita dengarkan untuk menghafal atau mengulang hafalan Al-Quran. Pada masa sekarang, banyak rekaman para qari Timur Tengah maupun dalam negeri dalam format MP3 yang bisa kita unduh dari situs resmi, lalu kita simpan dalam telepon genggam, sehingga bisa didengar kapan pun kita inginkan. Daripada mendengarkan musik yang hukumnya masih diperdebatkan oleh para ulama, lebih baik mendengar tilawah Al-Quran. Mengerti atau tidak maknanya, Anda sudah mendapatkan pahalanya.

Jangan terpengaruh oleh ucapan orang, “Untuk apa menghafal Al-Quran, toh kamu tidak mengerti.” Atau, “Yang penting adalah mengamalkan Al-Quran, bukan sekadar menghafalnya.”

Itu hanya ucapan orang-orang yang tidak mau menghafal Al-Quran. Dia tidak tahu bahwa membaca dan menghafal itu pintu pertama untuk mengerti dan mengamalkan Al-Qur`an. Bukankah waktu kecil dulu kita disuruh membaca dan menghafal bacaan shalat secara sempurna tanpa mengetahui maknanya sama sekali? Atau bahkan sebagian dari kita masih belum mengerti apa yang dia baca sampai sekarang?

Tunggu apalagi, marilah kita menghafal Al-Quran selagi hayat masih di kandung badan. Berusaha untuk menghafal Al-Quran dengan membacanya berarti kita memperbanyak satu ibadah lainnya, yakni menyeringkan bacaan Al-Quran. Banyak hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menganjurkan kita untuk membaca Al-Quran, di antaranya adalah yang diriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili, yang mana dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang memberi syafaat kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti.” (HR. Muslim).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Sesungguhnya Allah akan memuliakan suatu kaum dengan kitab ini (Al Qur`an) dan menghinakan yang lain.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya (kepada orang lain).” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).

Semoga kita termasuk orang-orang yang gemar membaca Al-Quran, memahami maknanya, menghayatinya, mengamalkannya, menghafalnya, lalu mengajarkannya.*/ Yumroni Askosendra (hidayatullah/pahamilah)