Lopez Casanova
Pahamilah.com - Melissa Lopez Casanova lahir dan dibesarkan dalam sebuah keluarga
Protestan yang sangat taat. Dalam keluarganya ada beberapa pastor,
penginjil, pendeta, dan guru. Kedua orang tuanya menginginkan agar Lopez
menjadi pemimpin Kristen. Karenanya, sejak kecil ia dimasukkan di
sekolah khusus untuk mempelajari Alkitab.
Namun, Allah memberinya
hidayah. Dalam perjalanan mempelajari Alkitab, Lopez malah menemukan
Islam. Ia pun memeluk agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
sebagai agama terakhirnya.
“Aku bersyukur dilahirkan dalam
keluarga Protestan yang religius yang memungkinkanku mempelajari
Alkitab. Jika tidak, aku mungkin tidak mampu memahami pesan Islam,“
ujarnya.
Lopez menjadi seorang Muslimah karena kepercayaan dan
keyakinannya terhadap Tuhan. “Itulah yang kemudian membuatku mengakui
validitas Islam sebagai agama dari Tuhan.“
Lalu, bagaimana perjalanan spiritualnya dalam menemukan Islam?
meski
Lopez tumbuh dalam keluarga yang religius, di California, Amerika
Serikatia bergaul dengan teman-teman Kristen dari sektor atau denominasi
yang bermacam-macam. Ia juga berteman dengan mereka yang beragama
Yahudi, juga seorang Saksi Yehuwa. “Aku tak pernah menghakimi apa yang
mereka yakini dan aku pun tidak memiliki ketertarikan terhadap kelompok
agama mana pun,'' ujarnya.
Menurut dia, Kristen nondenominasi
seperti dirinya selalu diajarkan bahwa, “Jika kamu percaya Kristus, kamu
adalah seorang umat Kristen, dan kita semua sama di mata Tuhan, apa pun
denominasi yang membedakan kita.“
Seiring perjalanan Lopez
dihadapkan pada sebuah kegamangan akan agama yang dianutnya. “Aku tidak
mengetahui seberapa lama Alkitab telah diubah dan dimodifikasi. Setiap
golongan dalam Kristen selalu mengklaim bahwa golongan merekalah yang
benar, sedang yang lainnya salah."
Namun jauh di lubuk hatinya, Lopez selalu meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan.
Ia
pertama kali mendengar nama “Allah“ dari pengajarnya di sekolah
Alkitab. “Orang Cina berdoa pada Buddha, dan orang Arab berdoa pada
Allah.“ Saat itu, ia menyimpulkan bahwa Allah adalah nama sebuah
berhala.
Kuliah di jurusan bisnis internasional membuat Lopez
merasa perlu menguasai bahasa asing untuk menunjang kariernya di masa
depan. Atas saran teman kuliahnya, Lopez mempelajari bahasa Arab.
“Temanku
beralasan, negara mana pun yang memiliki penduduk Muslim menggunakan
bahasa Arab karena itu merupakan bahasa asli Alquran,“ katanya.
Saat
itu, pada 2006, Lopez mendengar kata “Alquran“ untuk pertama kalinya.
Di kelas bahasa Arab yang diikutinya, Lopez mengenal banyak mahasiswa
Muslim. Mereka umumnya keturunan Timur Tengah yang lahir dan besar di
AS.
Kelas pertama yang diambilnya pada 2006 bertepatan dengan
bulan Ramadhan. Lopez terkesan dengan amalan puasa yang dilakukan
temanteman Muslimnya. Ia memandangnya sebagai bentuk ketundukan hamba di
hadapan Tuhannya.
Lopez pun mencoba berpuasa, bukan karena
tertarik menjadi Muslim, melainkan semata untuk mengekspresikan
ketundukannya sebagai umat Kristen yang taat. “Itu pun karena puasa juga
ada dalam agama Kristen. Yesus pernah berpuasa selama 40 hari,"
katanya.
Pada bulan Ramadhan itu, seorang teman Muslim memberinya
literatur Islam dan sekeping compact disk (CD) yang ditolaknya. Ia
teringat ucapan ibunya, “Semua agama yang salah adalah benar menurut
kitab mereka.“ Lopez tak tergoda untuk mengenal Islam, agama asing yang
salah di matanya.
Mengkristenkan 55 ribu orang dalam sepekan
Musim panas 2008, Lopez bergabung dengan para misionaris Kristen dan
melakukan perjalanan ke Jamaika untuk sebuah misi Kristenisasi. Ia dan
timnya membantu orang-orang miskin di sana. Ia dan timnya dan berhasil
mengkristenkan sekitar 55 ribu orang dalam sepekan.
Sepulang dari
Jamaika, Lopez berdoa memohon petunjuk. Ia ingin melakukan lebih banyak
pengabdian pada Tuhan. “Permintaan itu dijawab-Nya dengan memberiku
seorang teman Muslim," katanya.
Ia beberapa kali mengajak teman
Muslimnya ke gereja dan berpikir bahwa temannya akan terpengaruh dan
menjadi seorang Kristen sepertinya.
Suatu saat, temannya
mengatakan bahwa gereja adalah tempat yang bagus, tetapi ia menyayangkan
kepercayaan jamaatnya yang memercayai Trinitas.
“Sayangnya, temanku salah menguraikan pengertian dari Trinitas itu. Aku hanya tertawa dan meralatnya,“ kata Lopez.
Ia
sempat berpikir tentang betapa fatalnya jika ia melakukan hal yang
sama. Memberikan komentar soal agama lain yang tidak dipahami dengan
baik adalah sesuatu yang dinilainya sebagai ucapan yang kurang
berpendidikan.
Ia pun memutuskan mempelajari hal-hal mendasar
tentang Islam. Lopez mulai menemukan persamaan antara Kristen dan Islam.
Itu terjadi ketika ia mengetahui bahwa ternyata Yudaisme, Kristen, dan
Islam berbagi kisah dan nabi serta keti ganya dapat diusut asal
muasalnya ingga bertemu dalam silsilah sejarah yang sama.
“Sebenarnya, lebih banyak persamaan antara Kristen dan Islam dibanding perbedaan antara keduanya,“ kata Lopez.
Suatu
hari, ia kagum dengan teman Muslimnya yang tidak malu berdoa dan shalat
di tempat umum, dengan lutut dan kepala di atas lantai. “Sementara, aku
bahkan terkadang malu untuk sekadar menundukkan kepala sambil
memejamkan mata (berdoa) saat hendak makan di tempat-tempat umum.“
Perasaan 'aneh' saat mendengar ayat Alquran
Di lain hari, teman Muslimnya kembali ikut serta pergi ke gereja
bersama Lopez. Di tengah perjalanan dengan menggunakan mobil itu,
temannya memohon izin memutar CD Alquran di mobilnya karena ia sedang
mempersiapkan diri untuk shalat.
“Agar sopan, aku mengizinkannya. Selanjutnya, aku hanya ikut mendengarkan dan menyimaknya,“ kata Lopez.
Hal
yang tidak diduga pun terjadi. Ia masih ingat bagaimana ayat-ayat
Alquran yang didengarnya memunculkan sebuah perasaan aneh. Perasaan itu
berbaur dengan kebingungan yang tak bisa dijelaskan.
“Aku tidak bisa memahami mengapa diriku bisa mengalami perasaan semacam itu terhadap sesuatu di luar Kristen," katanya.
Setelah
beberapa lama pergolakan batin itu dirasakannya. Lopez akhirnya
memutuskan untuk mengenal jauh tentang Islam. Namun, hingga hari penting
itu, ia masih menyimpan perasaan takut. Hingga saat menyetir mobilnya,
ia berdoa, “Tuhan, lebih baik aku mati dan dekat dengan-Mu daripada
hidup selama satu hari, namun jauh dari-Mu.“
Lopez berpikir,
mengalami kecelakaan mobil saat menuju Islamic Center San Diego untuk
bersyahadat adalah membuktikan pilihan yang salah. Namun, ia tiba di
tujuan dengan selamat, dan mengikrarkan keislamannya di hadapan publik.
Jumat
itu, 28 Agustus 2008, beberapa hari menjelang Ramadhan, Lopez memeluk
Islam. “Sejak itu, aku adalah seorang Muslim yang bahagia, yang
mencintai shalat dan puasa. Keduanya mengajarkanku kedisiplinan
sekaligus ketundukan kepada Tuhan," katanya. (republika/pahamilah)