middle ad
Tampilkan postingan dengan label Tolikara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tolikara. Tampilkan semua postingan





Pahamilah.com - Ulama dan Da’i asal Papua Ustadz Fadlan Garamatan menghimbau kepada umat Islam untuk tidak tersulut emosi terhadap kejadian pembakaran masjid dan penyerangan saat Sholat Ied diwilayah Tolikara Papua pada Jum’at 1 Syawal 1436 H (17/7/2015).


“Umat Islam hendaknya menghadapi kasus pembakaran masjid ini dengan hati yang dingin, mereka yang membakar masjid karena ketidak tahuannya tentang Islam,” ujar Ustadz Fadlan Garamatan sebagaimana dikutip dari Page Facebook ODOJ.

Ustadz Fadlan sangat yakin orang aseli Papua baik-baik dan toleran, namun provokasi dari misionaris yang membuat tragedi pembakaran masjid terjadi.

“Biangkeroknya adalah misionaris dari luar negeri dan dlm negeri,” ujar peraih perhargaan Tokoh Perubahan versi Republika 2011 ini melalui akun twitternya @fadlannuuwaar (18/7).

Lebih lanjut pendiri Yayasan Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN) yang aktif bergerak di bidang dakwah dan sosial ini mengungkapkan bahwa bumi Papua itu ladang dakwah. Dengan sentuhan dakwah banyak warga Papua yang sebelumnya pernah memusuhinya berbalik menjadi pendukung dakwah Islam. Jalan dakwah yang ditempuh oleh Ustadz Fadlan atas izin Allah telah berhasil mengislamkan 200.000an warga Papua. (eramuslim/pahamilah)

Dai Papua: Orang Asli Papua Sangat Toleran, Provokatornya Adalah Penginjil Asing






Pahamilah.com - Ulama dan Da’i asal Papua Ustadz Fadlan Garamatan menghimbau kepada umat Islam untuk tidak tersulut emosi terhadap kejadian pembakaran masjid dan penyerangan saat Sholat Ied diwilayah Tolikara Papua pada Jum’at 1 Syawal 1436 H (17/7/2015).


“Umat Islam hendaknya menghadapi kasus pembakaran masjid ini dengan hati yang dingin, mereka yang membakar masjid karena ketidak tahuannya tentang Islam,” ujar Ustadz Fadlan Garamatan sebagaimana dikutip dari Page Facebook ODOJ.

Ustadz Fadlan sangat yakin orang aseli Papua baik-baik dan toleran, namun provokasi dari misionaris yang membuat tragedi pembakaran masjid terjadi.

“Biangkeroknya adalah misionaris dari luar negeri dan dlm negeri,” ujar peraih perhargaan Tokoh Perubahan versi Republika 2011 ini melalui akun twitternya @fadlannuuwaar (18/7).

Lebih lanjut pendiri Yayasan Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN) yang aktif bergerak di bidang dakwah dan sosial ini mengungkapkan bahwa bumi Papua itu ladang dakwah. Dengan sentuhan dakwah banyak warga Papua yang sebelumnya pernah memusuhinya berbalik menjadi pendukung dakwah Islam. Jalan dakwah yang ditempuh oleh Ustadz Fadlan atas izin Allah telah berhasil mengislamkan 200.000an warga Papua. (eramuslim/pahamilah)
 

Pahamilah.com -  Umat Islam menjadi sasaran brutal sekelompok massa Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) ketika sedang menunaikan shalat Id malah dibubarkan sekelompok orang. Hal itu juga diikuti dengan pembakaran mushala di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, Jumat (18/7). Sebelum kejadian itu, pihak GIDI melarang umat Islam untuk menunaikan Hari Raya Idul Fitri 1436 Hijriah.

Dilansir dari laman Pusatgidi.org, organisasi tersebut terdaftar secara resmi di Kemenag. GIDI memiliki visi 'Umat GIDI Masuk Sorga (The Community of GIDI Enter Heaven)'. Adapun, misinya ada empat, yaitu Penginjilan, Pemuridan, Pembaptisan, dan Pengutusan.

Dalam laman tersebut, dapat diketahui sejarah singkat berdirinya GIDI. GIDI pertama kali dirintis oleh tiga orang dari Badan Misi UFM dan APCM yaitu Hans Veldhuis, Fred Dawson, Russel Bond. Setelah merintis pos di Senggi termasuk membuka lapangan terbang pertama Senggi (1951-1954), pada tanggal 20 Januari 1955 ketiga misionaris beserta 7 orang pemuda dari Senggi terbang dari Sentani tiba di Lembah Baliem di Hitigima menggunakan pesawat amphibi 'Sealander'.

Kemudian mereka melanjutkan misi dengan berjalan kaki dari Lembah Baliem ke arah Barat pegunungan Jayawijaya melalui dusun Piramid. Dari Piramid bertolak menyeberangi sungai Baliem dan menyusuri sungai Wodlo dan tiba di Ilugwa. Setelah mereka beristirahat lanjutkan perjalanan ke arah muara sungai Ka'liga (Hablifura) dan akhirnya tiba di danau Archbol pada tanggal 21 Februari 1955.

Di area danau Acrhbold disilah pertama kali mereka mendirikan Camp Injili dan meletakkan dasar teritorial penginjilan dengan dasar visi: 'menyaksikan Kasih Kristus Kepada segala Suku Nieuw Guinea'. Dari laman tersebut, terungkap pula bahwa GIDI memiliki program kerjasama dengan Israel. Kerjasama tersebut disepakati pada 20 November 2006.

Pembakar Rumah Ibadah di Papua Miliki Program Kerjasama dengan Israel

 

Pahamilah.com -  Umat Islam menjadi sasaran brutal sekelompok massa Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) ketika sedang menunaikan shalat Id malah dibubarkan sekelompok orang. Hal itu juga diikuti dengan pembakaran mushala di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, Jumat (18/7). Sebelum kejadian itu, pihak GIDI melarang umat Islam untuk menunaikan Hari Raya Idul Fitri 1436 Hijriah.

Dilansir dari laman Pusatgidi.org, organisasi tersebut terdaftar secara resmi di Kemenag. GIDI memiliki visi 'Umat GIDI Masuk Sorga (The Community of GIDI Enter Heaven)'. Adapun, misinya ada empat, yaitu Penginjilan, Pemuridan, Pembaptisan, dan Pengutusan.

Dalam laman tersebut, dapat diketahui sejarah singkat berdirinya GIDI. GIDI pertama kali dirintis oleh tiga orang dari Badan Misi UFM dan APCM yaitu Hans Veldhuis, Fred Dawson, Russel Bond. Setelah merintis pos di Senggi termasuk membuka lapangan terbang pertama Senggi (1951-1954), pada tanggal 20 Januari 1955 ketiga misionaris beserta 7 orang pemuda dari Senggi terbang dari Sentani tiba di Lembah Baliem di Hitigima menggunakan pesawat amphibi 'Sealander'.

Kemudian mereka melanjutkan misi dengan berjalan kaki dari Lembah Baliem ke arah Barat pegunungan Jayawijaya melalui dusun Piramid. Dari Piramid bertolak menyeberangi sungai Baliem dan menyusuri sungai Wodlo dan tiba di Ilugwa. Setelah mereka beristirahat lanjutkan perjalanan ke arah muara sungai Ka'liga (Hablifura) dan akhirnya tiba di danau Archbol pada tanggal 21 Februari 1955.

Di area danau Acrhbold disilah pertama kali mereka mendirikan Camp Injili dan meletakkan dasar teritorial penginjilan dengan dasar visi: 'menyaksikan Kasih Kristus Kepada segala Suku Nieuw Guinea'. Dari laman tersebut, terungkap pula bahwa GIDI memiliki program kerjasama dengan Israel. Kerjasama tersebut disepakati pada 20 November 2006.


 (dari kiri) Habib Muhsin Alatas Sekretaris Majelis Syura DPP FPI,Perwakilan PBNU Shohibul Faroji Azmatkhan, Moderator Masyur Icardi, Perwakilan PP. Muhammadiyah Amirsyah Tambunan dan Ketua Wahdah Islamiyyah M. Zaitun Rasmin menjadi raeasumber dalam diskusi

Pahamilah.com - Sebanyak 33 ulama yang tergabung dalam presidium Aliansi Alim Ulama Indonesia (AAUI) mengutuk penyerangan dan pembakaran masjid di Tolikara, Papua saat umat Islam hendak melaksanakan shalat Idul Fitri. Sejumlah ulama ini pun mengambil delapan sikap penting dalam masalah itu.

Pertama, AAUI dengan sangat dalam menyesalkan insiden Tolikara tersebut. Sebab, peristiwa itu telah meretakkan kerukunan Umat Beragama di Indonesia.

Kedua, AAUI mengutuk keras kelompok penyerang yang telah melanggar hukum dan prinsip-prinsip toleransi di negeri ini. Apalagi setelah semakin besarnya toleransi yang diberikan oleh kaum Muslim kepada mereka.

Ketiga, mendesak aparat keamanan (Polri) segera menangkap para pelaku penyerangan. Mereka harus diproses secara hukum dengan secepat-cepatnya.

Keempat, menghimbau para tokoh Muslim agar menenangkan dan mengontrol umat dan anggotanya untuk tidak melakukan tindakan pembalasan.

Kelima, mendesak majelis agama dan para tokoh kristen agar serius mendidik umatnya untuk menghargai hukum dan toleransi yang diberikan oleh kaum Muslimin. Muslim adalah mayoritas mutlak di negeri ini.

Keenam, menghimbau semua pihak agar mewaspadai pihak-pihak yang bermain, mengadu domba antar umat beragama dan menjadikan sentimen agama sebagai komoditas politik. Sebab, hal itu akan merusak stabilitas nasional.

Ketujuh, meminta Dewan Gereja Indonesia memanggil pengurus GIDI untuk dimintai pertanggung jawaban atas surat larangan Shalat Ied dan berjilbab. Dewan Gereja juga harus memberi sanksi tegas terhadap oknum pengurus GIDI dan menyerahkan mereka ke pihak yang berwajib.

Delapan, menghimbau kepada tokoh-tokoh Islam, Kristen, dan agama-agama lain, agar mengedepankan kerukunan antar umat beragama dan menjaga toleransi beragama. Hal itu guna menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang beradab dan berkemanusiaan.

"Demikian, pernyataan sikap kami, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih," kata Ketua Presidium AAUI, KH Shohibul Faroji Azmatkhan seperti dalam pesan yang diterima Republika, Jumat (17/7). AAUI juga meminta sikap presidium itu bisa disebarkan untuk menjaga perdamaian dan kerukunan dalam beragama. (republika/pahamilah)

Ini 8 Sikap Aliansi Alim Ulama Indonesia Soal Pembakaran Masjid



 (dari kiri) Habib Muhsin Alatas Sekretaris Majelis Syura DPP FPI,Perwakilan PBNU Shohibul Faroji Azmatkhan, Moderator Masyur Icardi, Perwakilan PP. Muhammadiyah Amirsyah Tambunan dan Ketua Wahdah Islamiyyah M. Zaitun Rasmin menjadi raeasumber dalam diskusi

Pahamilah.com - Sebanyak 33 ulama yang tergabung dalam presidium Aliansi Alim Ulama Indonesia (AAUI) mengutuk penyerangan dan pembakaran masjid di Tolikara, Papua saat umat Islam hendak melaksanakan shalat Idul Fitri. Sejumlah ulama ini pun mengambil delapan sikap penting dalam masalah itu.

Pertama, AAUI dengan sangat dalam menyesalkan insiden Tolikara tersebut. Sebab, peristiwa itu telah meretakkan kerukunan Umat Beragama di Indonesia.

Kedua, AAUI mengutuk keras kelompok penyerang yang telah melanggar hukum dan prinsip-prinsip toleransi di negeri ini. Apalagi setelah semakin besarnya toleransi yang diberikan oleh kaum Muslim kepada mereka.

Ketiga, mendesak aparat keamanan (Polri) segera menangkap para pelaku penyerangan. Mereka harus diproses secara hukum dengan secepat-cepatnya.

Keempat, menghimbau para tokoh Muslim agar menenangkan dan mengontrol umat dan anggotanya untuk tidak melakukan tindakan pembalasan.

Kelima, mendesak majelis agama dan para tokoh kristen agar serius mendidik umatnya untuk menghargai hukum dan toleransi yang diberikan oleh kaum Muslimin. Muslim adalah mayoritas mutlak di negeri ini.

Keenam, menghimbau semua pihak agar mewaspadai pihak-pihak yang bermain, mengadu domba antar umat beragama dan menjadikan sentimen agama sebagai komoditas politik. Sebab, hal itu akan merusak stabilitas nasional.

Ketujuh, meminta Dewan Gereja Indonesia memanggil pengurus GIDI untuk dimintai pertanggung jawaban atas surat larangan Shalat Ied dan berjilbab. Dewan Gereja juga harus memberi sanksi tegas terhadap oknum pengurus GIDI dan menyerahkan mereka ke pihak yang berwajib.

Delapan, menghimbau kepada tokoh-tokoh Islam, Kristen, dan agama-agama lain, agar mengedepankan kerukunan antar umat beragama dan menjaga toleransi beragama. Hal itu guna menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang beradab dan berkemanusiaan.

"Demikian, pernyataan sikap kami, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih," kata Ketua Presidium AAUI, KH Shohibul Faroji Azmatkhan seperti dalam pesan yang diterima Republika, Jumat (17/7). AAUI juga meminta sikap presidium itu bisa disebarkan untuk menjaga perdamaian dan kerukunan dalam beragama. (republika/pahamilah)

 Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pdt Albertus Patty (kanan). 

Pahamilah.com - Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama, Odhita R Hutabarat mengatakan, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) berencana meminta maaf secara terbuka kepada Umat Muslim Indonesia pada Sabtu (18/7), besok. PGI akan memberikan keterangan kasus Tolikara sekaligus menyampaikan permintaan maafnya melewati media.

"Tentang peristiwa itu, kita minta PGI untuk memberikan keterangan dan menyampaikan maaf kepada umat Islam lewat pers," kata Odhita lewat siaran persnya pada Republika, Jumat (17/7).

Menurut dia, pihaknya sudah mengambil langkah untuk menyelesaikan kasus pembakaran masjid di Tolikara, Wamena Papua pada Jumat (17/7). Ia juga mengaku sudah menghubungi Ketua Sinode Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) untuk menjelaskan surat larangan shalat Ied yang sudah beredar di media massa tersebut. "Kita sudah menghubungi Sinode GIDI untuk berikan penjelasan kronologi kejadian," katanya.

Dia juga meminta GIDI sebagai pelaku dalam peristiwa itu mengirimkan surat permohonan maaf kepada umat Islam lewat Kemenag. GIDI, kata Odhita, akan segera mengirim surat itu secepatnya melalui emailnya dan akan disampaikan kepada umat Islam di Indonesia.

Bukan saja GIDI, induk organisasinya yaitu Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) juga diajak ikut serta menyelesaikan kasus itu. PGLII diharapkannya segera mengambil langkah strategis untuk menyikapi peristiwaa Tolikara dan ikut menyampaikan permintaan maaf pada umat Islam.

Atas nama umat kristen, Odhita menyatakan keprihatinannya kepada umat Islam di Tolikara. Apalagi kejadian itu terjadi saat hari kemenangan bagi umat Islam, khususnya di Papua. Ia berharap kasus Tolikara itu dapat diselesaikan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

"Atas nama pemerintah kami mohon maaf atas peristiwa yang melukai hati umat Islam yang juga saudara-saudara kami," kata Odhita meminta maaf.

Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan inti persoalan adalah jemaat Nasrani yang merasa terganggu dengan speaker masjid umat Muslim yang akan melakukan Shalat Ied. Umat Nasrani mengklaim suara speaker yang dipasang di tengah lapangan menggangu ketenangan umum.

Mereka meminta umat Muslim untuk membubarkan kegiatan Shalat Ied tersebut. Hal itu berujung pada perang mulut antara kedua kubu. Kelompok Nasrani kemudian melempari masjid dengan api hingga terbakar. Bukan saja itu, sejumlah kios dan rumah ikut terbakar. (republika/pahamilah)

Hari Ini, Persekutuan Gereja Minta Maaf pada Umat Islam


 Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pdt Albertus Patty (kanan). 

Pahamilah.com - Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama, Odhita R Hutabarat mengatakan, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) berencana meminta maaf secara terbuka kepada Umat Muslim Indonesia pada Sabtu (18/7), besok. PGI akan memberikan keterangan kasus Tolikara sekaligus menyampaikan permintaan maafnya melewati media.

"Tentang peristiwa itu, kita minta PGI untuk memberikan keterangan dan menyampaikan maaf kepada umat Islam lewat pers," kata Odhita lewat siaran persnya pada Republika, Jumat (17/7).

Menurut dia, pihaknya sudah mengambil langkah untuk menyelesaikan kasus pembakaran masjid di Tolikara, Wamena Papua pada Jumat (17/7). Ia juga mengaku sudah menghubungi Ketua Sinode Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) untuk menjelaskan surat larangan shalat Ied yang sudah beredar di media massa tersebut. "Kita sudah menghubungi Sinode GIDI untuk berikan penjelasan kronologi kejadian," katanya.

Dia juga meminta GIDI sebagai pelaku dalam peristiwa itu mengirimkan surat permohonan maaf kepada umat Islam lewat Kemenag. GIDI, kata Odhita, akan segera mengirim surat itu secepatnya melalui emailnya dan akan disampaikan kepada umat Islam di Indonesia.

Bukan saja GIDI, induk organisasinya yaitu Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) juga diajak ikut serta menyelesaikan kasus itu. PGLII diharapkannya segera mengambil langkah strategis untuk menyikapi peristiwaa Tolikara dan ikut menyampaikan permintaan maaf pada umat Islam.

Atas nama umat kristen, Odhita menyatakan keprihatinannya kepada umat Islam di Tolikara. Apalagi kejadian itu terjadi saat hari kemenangan bagi umat Islam, khususnya di Papua. Ia berharap kasus Tolikara itu dapat diselesaikan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

"Atas nama pemerintah kami mohon maaf atas peristiwa yang melukai hati umat Islam yang juga saudara-saudara kami," kata Odhita meminta maaf.

Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan inti persoalan adalah jemaat Nasrani yang merasa terganggu dengan speaker masjid umat Muslim yang akan melakukan Shalat Ied. Umat Nasrani mengklaim suara speaker yang dipasang di tengah lapangan menggangu ketenangan umum.

Mereka meminta umat Muslim untuk membubarkan kegiatan Shalat Ied tersebut. Hal itu berujung pada perang mulut antara kedua kubu. Kelompok Nasrani kemudian melempari masjid dengan api hingga terbakar. Bukan saja itu, sejumlah kios dan rumah ikut terbakar. (republika/pahamilah)