Oleh: Nashih Nashrullah
Sikap arif menahan amarah dan tidak mengumpat adalah bentuk kedewasaan diri yang paripurna.
Prinsip
mendasar dalam hidup berumah tangga adalah saling berinteraksi secara
baik serta saling menghormati dan menghargai. Setiap permasalahan yang
mengemuka, diatasi dengan cara yang santun dan kepala dingin.
Ini sesuai dengan tuntunan yang terdapat dalam surah an-Nisaa ayat 19: “Dan
bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Akan
tetapi, hidup berumah tangga tak selalu mulus. Ada kalanya senang,
terkadang pula suram akibat perselisihan pandangan tentang satu dan lain
hal. Itulah seni berkeluarga.
Ketika perbedaan dan masalah
timbul, di saat emosi kedua belah pihak memuncak, sering kali rasa marah
mengalahkan logika dan nurani. Kata-kata kasar pun mudah terucapkan.
Lembaga Urusan Islam dan Wakaf Uni Emirat Arab
pun berbagi nasihat agar kedua pasangan dalam kondisi emosi memuncak
tetap bisa menjaga diri, minimal tidak mengeluarkan kata-kata kotor.
Bukan
hanya di pihak lelaki, melainkan juga perempuan. Dalam suasana apa pun,
baik muncul masalah maupun tidak, seyogyanya kata-kata kasar itu tidak
terucap.
Mengumpat suami atau sebaliknya merupakan perbuatan yang tercela. Menurut hadis riwayat Abdullah bin Masud, berkata kasar dan jelek kepada suami adalah bentuk kefasikan.
Tindakan itu semestinya dihindari oleh siapa pun, tak terkecuali istri kepada suami. Mencela atau memaki, sebagaimana ditegaskan hadis dari Abdullah bin Masud dalam riwayat yang lain, tidak termasuk karakter seorang mukmin.
Setiap
masalah yang terjadi dan berdampak pada gesekan antarkeduanya, harus
dilesaikan dengan bijak, bukan dengan umpatan dan kata kasar.
Namun, menurut Syekh Shalih Ibn al-Utsaimin, jika suami berlaku kasar
dan cenderung jauh dari ketakwaan, istri berhak untuk tidak memenuhi
sejumlah kewajibannya sebagai pendamping.
Misal, bila suami suka bermaksiat. “Barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (QS al-Baqarah [2]: 194). Namun, tetap dalam koridor yang diperbolehkan.
Dan,
terakhir kali kekerasan fisik ataupun nonfisik berupa ucapan-ucapan tak
sedap di telinga atau perasaan, bukan cara yang tepat dalam mengurai
masalah rumah tangga.
Saling terbuka, hormat-menghormati, dan tetap menjaga etika kala
menghadap persoalan. Membalas keburukan dengan kebaikan adalah keutamaan
yang tak ternilai harganya, sekalipun memang sulit dilakukan.
“Dan
tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia
ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS Fusshilat [41]: 34).
Ketakwaan yang berwujud pada pengabdian tulus seorang istri, akan berbalas setimpal, yakni ganjaran surga kelak.
Maka, berhati-hatilah para istri agar tidak gampang mengeluarkan perkataan kasar atau tak patut kepada suami.
Posisi suami, dalam hidup berumah tangga, harus dihormati. Sejumlah
keutamaan yang mereka miliki mestinya menuntun bahtera rumah tangga ke
arah ridha Allah SWT.
Taatlah kepada suami. Seandainya, kata Rasulullah SAW dalam sabdanya yang dinukilkan oleh Imam at-Tirmidzi, ada sosok yang lebih pantas untuk bersujud di hadapannya, maka niscaya kepada suamilah seorang istri itu dituntut bersimpuh. (republika/pahamilah))
Similar Videos
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments: