Membicarakan mengenai bahasa Arab secara historis tidak dapat
dilepaskan dari penyebaran agama Islam. Begitu juga sebaliknya,
mempelajari Islam harus pula mempelajari bahasa Arab. Walfajri dalam
Sejarah Perkembangan Pengajaran Bahasa Arab mengatakan sebagai simbol
ekspresi linguistik ajaran Islam, pembelajaran bahasa Arab yang pertama
di Indonesia adalah untuk memenuhi kebutuhan seorang muslim dalam
menunaikan ibadah ritual, khususnya ibadah shalat.
Seiring
berkembangnya waktu, metode dan pola pembelajaran pertama di atas mulai
mengalami pergeseran dan perkembangan ke arah yang lebih bermakna.
Pembelajaran bahasa Arab secara verbal tidak cukup, karena Alquran tidak
hanya dibaca sebagai sarana ibadah, melainkan juga sebagai pedoman
hidup yang harus dipahami maknanya dan diamalkan ajaran-ajarannya. Maka,
muncullah pembelajaran bahasa Arab dengan tujuan mendalami ajaran agama
Islam.
Bapak leksikografi Inggris, Penyusun Dictionary of the English Language
(1755) Samuel Johnson mengatakan fungsi kamus adalah memelihara
kemurnian bahasa. Sedangkan Mukhtar Umar menyebutkan fungsi kamus untuk
menerangkan cara menulis kata, terlebih bila huruf alfabet yang ditulis
tidak mewakili sepenuhnya suara yang dilafalkan. Selain itu, untuk
menentukan fungsi morfologis sebuah kata dan penentuan tekanan saat
pelafalan.
A Thoha Husein Almujahid dalam pengantar Kamus Akbar
Bahasa Arab (Indonesia-Arab) mengatakan kamus pada dasarnya merupakan
sekumpulan kosakata yang dilengkapi makna tertentu sebagai bentuk
informasi. Kosakata-kosakata tersebut disusun berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu sesuai dengan tujuan penyusunannya.
Ditinjau
dari sejarahnya, perkembangan karya leksikografi Arab, baik karya
leksikografi Arab-Indonesia maupun Indonesia-Arab di Indonesia mengalami
beberapa fase. Secara garis besar ada dua fase,, yakni fase awal dan
dan fase perkembangan.
Fase awal kamus Arab-Indonesia adalah
sebuah fase yang merupakan cikal bakal lahirnya kamus Arab-Indonesia.
Dilihat dari karya-karya leksikografi yang tersebar di nusantara, fase
ini ternyata lebih banyak didominasi kamus Arab-Melayu. Di antara kamus
Arab-Melayu yang sangat populer di Indonesia sebelum munculnya kamus
Arab-Indonesia adalah Kamoes ‘Arab-Melajoe yang dinamai dengan Kitab al-Inârah at-Tahzîbiyyah (fi al-Lugatain al-‘Arabiyyah wa al-Malâyawiyyah).
Kamus
Arab-Melayu terkenal lainnya yang muncul setelah itu, yakni pada tahun
1927 adalah kamus Idris al-Marbawi. Nama kamus ini diambil dari nama
sang penyusunnya, yakni Syekh Mohammad Idris bin Abdur Rauf al-Marbawi.
Ia menyusun kamus tersebut saat sedang menimba ilmu di Universitas
al-Azhar, Mesir. Kamus setebal 785 halaman dengan memuat 18 ribu lema
ini disusun dengan sistem akar kata.
Sejarah perkamusan di
Indonesia terus berkembang dari masa ke masa. Saat ini terdapat banyak
ragam karya leksikografi yang berkembang, termasuk kamus eka bahasa,
dwibahasa, bahkan multi bahasa. Salah satu kamus yang banyak digunakan
para pelajar bahasa Arab di Indonesia adalah Kamus Arab-Indonesia
karangan Mahmud Yunus yang lebih dikenal dengan sebutan Kamus Mahmud
Yunus. Mahmud Yunus dilahirkan di desa Sungayang, Batusangkar, Sumatra
Barat, pada 10 Februari 1899. Beliau merupakan salah seorang pembaharu
pengajaran bahasa Arab di Indonesia.
Sebelum menyusun kamus
Arab-Indonesia, Mahmud Yunus sempat menyusun kamus yang dinamai Kamus
al-Zahabi. Kamus itu disusun saat tengah menempuh studi di Al-Azhar
Kairo pada 1930. Kamus ini merupakan kamus Arab-Melayu dan bisa dibilang
kamus pertama yang dihasilkan putra Indonesia.
Sedangkan kamus
Arab-Indonesia baru disusun pada 1972. Penyusunan kamus tersebut
sebenarnya dilatarbelakangi tuntutan masyarakat, guru-guru dan para
pelajar agar mencetak ulang kamus Zahabi untuk membantu mereka belajar
bahasa Arab. Namun, Mahmud keberatan mencetak ulang karena menurutnya
banyak kekurangannya.
Maka, dibuatlah kamus Arab-Indonesia yang tidak lagi menggunakan
bahasa Melayu. Hampir seluruh pelajar di seluruh pelosok nusantara
mengenal dan menggunakan kamus ini. Ukurannya yang tidak terlalu besar
dan ringan memudahkannya dibawa ke mana-mana.
Setelah kamus Mahmud Yunus, muncul Kamus Kontemporer Arab-Indonesia.
Kamus tersebut dikarang dan disusun Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor
pada 1996. Kamus yang kerap disebut kamus Al Ashri ini dikeluarkan
Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Kamus dibuat untuk memenuhi
tuntutan perkembangan zaman yang memasuki era globalisasi.
Isinya
menggunakan bahasa modern atau masa kini. Kosa kata kamus ini
menghindari penggunaan kosa kata klasik. Kamus ini disusun secara
alfabetis dengan huruf latin dan Arab karena bahasa entri yang digunakan
adalah bahasa Indonesia dan Arab. Kata musytaraknya dalam bahasa
Indonesia dan Arab dibubuhi tanda koma.
Pembaca tidak perlu
mencari akar kata dari lafadz yang dicari. Huruf awal yang akan kita
cari menjadi petunjuk langsung dimana lafadz itu berada. Tidak ada tanda
hubung (as syarthah al mumhaniyah) untuk kata yang diulang, tetapi menuliskan kata itu secara utuh. Hal ini untuk memudahkan pembaca dan menghindari kebingungan.
Untuk
istilah-istilah tertentu disertakan juga bahasa ‘ajamnya secara utuh
dalam kurung. Misalnya, musik pembuka dalam kurung ditulis (prelude).
Kamus Al-Ashri juga menyertakan gambar untuk kata-kata yang sulit
dijelaskan.
Alif maqshurah, alif mamduhah dan hamzah
dipersamakan dengan alif biasa sehingga tidak mempengaruhi urutan
penulisan. Penggunaan tanda kurung difungsikan untuk memperjelas
penggunaan kata, menunjukkan bahasa asli, menunjukkan disiplin ilmu
tertentu dan menunjukkan macam (jenis).
Pada 2013, Gema Insani
Press menerbitkan Kamus Akbar Bahasa Arab (Indonesia-Arab) karangan
Ahmad Thoha Husein Almujahid dan Achmad Atho'illah Fathoni Alkhalil.
Saat masih di Tanah Suci, selain menuntut ilmu, Thoha juga sempat
mengamati fenomena pelajar Indonesia yang kesulitan menggunakan bahasa
Arab secara lisan dan tulisan. Padahal, mereka memiliki latar belakang
pendidikan pesantren. (republika|pahamilah)
#Sejarah
Pahamilah Sejarah Perkembangan Kamus Bahasa Arab di Indonesia
Published on: Jumat, April 18, 2014
0 comments: