middle ad

Pandangan Prof. Yusril Ihza Mahendra Mengenai Pilkada Langsung atau Melalui DPRD

 Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. - Pakar Hukum Tata Negara

PANDANGAN PROF. YUSRIL IHZA MAHENDRA MENGENAI
PILKADA LANGSUNG ATAU MELALUI DPRD.

Rezim pemilu di dalam UUD 45 Pasal 22E ayat 2 hanya ada 4 jenis pemilu. Pertama adalah pemilu untuk memilih anggota DPR, pemilu untuk memilih anggota DPD, pemilu untuk memilih anggota DPRD, dan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden. Pilkada menurut Undang-Undang Dasar 1945 tidak termasuk rezim pemilihan umum.

Kalau otonomi itu diberikan kepada Propinsi, maka pemilihan bupati dan walikota memang bisa diserahkan kepada DPRD. Kalau kita merujuk pasal 18 UUD 45, dikatakan, Gubernur-Wakil gubernur, Bupati-Wakil Bupati, Walikota itu dipilih dengan cara demokratis. Demokratis itu bisa langsung bisa tidak langsung. jadi itu hanya soal pilihan.

Kalau saya lihat manfaat - Mudaratnya sekarang, bagi saya lebih banyak manfaatnya kalau di pilih oleh DPRD kembali. sebab sistem yang kita bangun, pilihan langsung seperti sekarang itu membuka peluang untuk terjadinya korupsi besar-besaran. karena biaya kandidat untuk kampanye itu besar sekali! dan itu sebagian besar digunakan untuk memberi uang kepada para pemilih. darimana mereka uang-uangnya? yah memberi lisensi Izin tambang, izin kebun dan segala macam. akhirnya korupsi terjadi dimana-mana. jadi Korupsi menurut saya hal sistem. Korupsi itu masalah sistem juga. jadi sifat yang kontradiksi.

kita anti korupsi tapi kita buka Pilkada-pilkada seperti itu yang membuka peluang terjadinya korupsi. jadi harus kita habisi korupsi itu dengan sistem, bukan dengan nangkapin orang. Tangkapin orang setiap hari, mau 1000 KPK, mau bikin 1000 penjara tidak akan selesai permasalahannya selama sistem tidak kita benahi.

Begini, Kita semua mengatakan kita ini anti korupsi mau berantas Korupsi, salah satu contoh kita laksanakan Pilkada-pilkada langsung seperti sekarang ini. bukankah Pilkada-Pilkada itu membuka peluang lebar-lebar untuk terjadinya Korupsi? jadikan kita kontradiksi! itu contohnya

Pada waktu mengamandemen UUD 45 tahun 1999 itu, saya tidak terlibat terlalu banyak dalam amandemen itu. saya jadi anggota DPR cuma 23 hari pada waktu tahun 1999. mulanya saya duduk didalam Panitia adhoc MPR tentang perubahan UUD 45, tapi karena saya dilantik menjadi menteri kehakiman maka tugas saya digantikan oleh saudara Hamdan Zoelva yang sekarang ini Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (Sekarang Ketua MK) Hamdan lah yang meneruskan, menggantikan saya membahas perubahan UUD 45 itu. bunyi UUD tegas, Pasangan calon presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh Partai Politik peserta pemilihan Umum. pada waktu itu yang ada dikepala kita para anggota DPR dan MPR, yang dimaksud dengan Pemilihan umum itu ialah Pemilihan umum Legislatif yang 5 tahun sekali yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1971 dibawah pemerintahan orde baru dulu. tidak pernah kita membayangkan adanya Pemilihan Presiden di sebut sebagai Pemilihan Umum, tidak pernah terbayangkan dalam pikiran kita Pemilihan Kepala Daerah disebut dengan Pemilu kepala Daerah.

Sekarang ini sudah berganti, dulu disebut Pilkada, Pemilihan Kepala Daerah. Sekarang disebut Pemilu Kada, Pemilu Kepala Daerah. jadi resminya misalnya di kendari Pemilu walikota dan wakil walikota Kendari, Pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur propinsi Sulawesi Tenggara.

Jadi yang ada dalam pikiran kita waktu itu Pemilihan umum itu adalah Pemilihan umum legislatif 5 tahun sekali yang dilaksanakan lebih 30 tahun dimasa Pemerintahan Orde Baru nya Pak Harto. jadi ketika dikatakan pasangan Presiden dan wakil Presiden dicalonkan oleh partai Politik Peserta Pemilihan Umum, yang kita bayangkan itu adalah Peserta pemilihan umum Legislatif. dan hanya itulah partai Politik itu. partai tidak ikut dalam pemilihan DPD, Partai tidak ikut dalam Pemilihan daerah, partai tidak ikut dalam pemilihan kepala desa, karena yang bertarung adalah Individu bukan partai. tapi yang bertarung dalam Pemilihan umum dimana Partai secara langsung terlibat hanya dalam pemilu legislatif.

Terkait dengan pemilihan kepala daerah, pemilihan kepala daerah ini amandemen pasal 18. pasal 18 itu hanya mengatakan Gubernur, Bupati dan walikota dipilih melalui cara-cara yang DEMOKRATIS. cara-cara yang demokratis bisa multitafsir, tergantung bagaimana UU menterjemahkannya. mula mula pemilihan oleh DPRD, belakangan Pemilihan langsung.

Saya dari awal sudah tidak setuju dengan pemilihan langsung, tapi sudahlah jalan terus aja. akhirnya diadakan Pemilihan langsung Gubernur, Bupati dan walikota. itu yang terjadi sekarang. Dan ketika diadakan Pemilihan langsung, maka SENGKETA terjadi dimana-mana.

Apakah tidak bisa UU pemilihan Kepala daerah itu mengubah pemilihan cukup oleh DPRD? tidak melanggar UUD, karena UUD mengatakan dipilih secara DEMOKRATIS. Demokratis bisa LANGSUNG bisa TIDAK LANGSUNG !

Jadi kita mengamati apa yang terjadi sejak Pemilukada (Pemilu Kepala daerah) langsung ini, rakyat kelihatannya belum begitu siap menghadapi ini karena kabupaten dan kota itu kecil wilayahnya. orang saling kenal satu sama lain. kalau kabupaten atau kota itu kecil. orang saling kenal satu sama lain, kalau ini dukung si A, dukung si B dukung si C. orang itu tiap hari ketemu juaan dipasar, ketemu diwarung kopi- minum kopi dan itu menimbulkan satu ketegangan antara rakyat sesama rakyat pada level bawah. rakyat belum terlalu dewasa untuk beda politik secara pribadi tidak masalah. perbedaan politik bisa masuk ke wilayah Pribadi, wilayah keluarga, wilayah kampung. calon itu dari kampung ini asalnya,didukung. ternyata menang dari kampung lain, itu bisa jadi masalah antar 2 kampung.

Lalu kemudian merebak apa yang disebut dengan Money Politik. karena untuk membiayai pemilu, Pemilukada itu sangat besar! kadang-kadang untuk pemilihan bupati orang harus menyediakan 30-35 milyar. untuk biaya kampanye, biaya saksi, biaya segala macam termasuk kadang-kadang team sukses, saksi di TPS, korlap, segala macam sampai memberi uang kepada rakyat beli sembako beli segala macam. sebegitu besar biaya habis untuk pelaksanaan pilkada. Gaji bupati berapa? 6 Juta sebulan! kapan bupati itu akan mengembalikan modal untuk menjadi bupati itu? segala macam cara. akhirnya bupati yang kaya sumber daya alam dia akan beri izin-izin tambang, yang punya luas tanah dia akan beri izin-izin kebun kelapa sawit, kebun karet dan segala macam dikasihkan untuk biaya Pilkada kalau dia sebagai incumbent.

2 tahun menjelang Pemilukada gubernur Incumbent memberikan izin kepada penambangan timah dilaut, kasih izin nikel, kasih izin ini itu. kadang-kadang 1 lahan ada 10 macam izin dikeluarkan oleh bupati, walikota Incumbent. Negara rusak gara-gara Pilkada-pilkada ini.

lalu Pilkada itu kalau sengketa diserahkan kepada pengadilan tinggi, entah bagaimana setelah amandemen UU 32 2004 dengan UU 8 2008 kalau ngak salah, maka itu diserahkan ke Mahkamah Konstitusi. saya sendiri yang mendraft UU MK itu tidak bisa mikir bahwa MK itu akan diberikan kewenangan untuk mengadili sengketa Pemilu kada. Hakim MK itu cuma 9 orang. Memang MK dinyatakan salah satu tugasnya adalah mengadili persengketaan Pemilihan Umum, sengketa Pemilu. Pemilu yang dimaksud disitu, Pemilu 5 tahun sekali. tetapi ketika Pilkada diubah menjadi Pemilukada, itu dianggap sebagai area dari Konstitusi maka dikasih ke MK.

Di MK itu hanya 9 Hakim harus memeriksa begitu banyak perkara Pilkada. tahun 2013 terdapat 178 Pemilukada diseluruh tanah air. 90% dibawa ke MK, berarti ada sekitar 160 perkara Pilkada yang dibawa ke MK, diputus oleh MK, kalau setahun ada 360 hari dipotong-potong hari kerja hari libur dan lain-lain kira-kira ada 300 hari, maka 2 hari sekali MK harus memutuskan 1 Perkara Pilkada. bagaimana bisa diharapkan pemeriksaan itu berjalan secara objektif, jujur, adil, tenang pertimbanganpun tidak mendalam. sidang 3 kali langsung diputus. dan akhirnya banyak sekali godaan-godaan, biaya sangat tinggi.

Bayangkan pemilukada kabupaten marauke, Pemilukada kabupaten Diae pecahan kabupaten jaya wijaya di papua, orang yang kalah pilkada itu harus membawa 30 saksi ke jakarta, membawa dokumen segala macam. berapa ongkosnya membawa orang 30 dari kabupaten Diae ke jakarta mereka jadi saksi menginap 1 minggu dijakarta. biaya besar sekali. lalu timbulah macam-macam kritik, saya di tanya sebagai advokat apa anda senang MK tangani Pilkada? ya senang! banyak rejeki.

Bolehkan kita kembalikan lagi pemilihan itu kepada DPRD? sah dari segi konstitusi tidak salah asal UU 32 2004 dan UU 8 tahun 2008 itu diamandemen. kalau terjadi sengketa siapa yang selesaikan saya sudah berikan masukan bahwa baiknya itu dikembalikan kepada Pengadilan tinggi tata usaha negara bukan pengadilan negeri. Pengadilan tinggi biasa-Pengadilan TUN,lebih relevan pengadilan TUN. karena itu keputusan pejabat tata usaha negara. tapi pengadilan tinggi TUN harus mengadili dalam sidang terbuka, bukan baca berkas kayak perkara banding tau-tau sudah ada putusan.

Pengalaman ketika membela Partai dalam sidang pengadilan tinggi tata usaha jakarta melawan KPU, terbuka sidang, fair, saksi dihadirkan. alat bukti dibuka disidang semua, akhirnya KPU dikalahkan. jadi dia selesai di pengadilan tinggi. kalau di sulawesi selatan ada 14 kabupaten, maka itu akan diputus oleh pengadilan tinggi TUN Makassar. selesai sampai disitu. jadi tidak usah dibawa kemana mana lagi. berpekara dekat dan mereka diawasi sama KY. MK malah tidak ada yang mengawasi, karena UU nya dibatalkan oleh MK sendiri.

Jadi kita kembalikan Pilkada itu pada DPRD lebih mudah kita mengawasi. misalnya kabupaten Konawe, Anggota DPR nya 30 orang, Kabupaten Kendari cuma 35 orang. lebih mudah kita awasi yang 35 orang itu daripada mengawasi rakyat sekabupaten. kalau mereka disuap tinggal di tangkap saja, daripada mengawasi orang ribuan. dan mungkin dengan cara itu juga maka akan ditemukan juga calon bupati dan walikota yang lebih berkualitas.

Sekarang ini siapa saja asal punya uang. Banyak Preman jadi bupati. Karena memang Pemilu itu memakan biaya besar dan rakyat baru mau datang Nyoblos itu umumnya kalau dikasih uang. kadang kadang mereka betul juga, saya bicara sama Nelayan, Pak minggu depan ada Pilkada, bapak bagaimana? Pak yusril dia bilang, saya kalau tidak melaut satu hari saya tidak makan. jadi saya tidak pergi melaut 1 hari siapa yang bisa ganti saya pergi melaut? itu barang 100 ribu 200 ribu baru saya tidak melaut, kalau tidak saya pergi melaut saya jadi golput.

Akhirnya Pilkada seperti itu, siapa banyak uang walau tidak semua, umumnya akan menang.

Kalau ditanya kepada saya, bagaimana ya? serahkan lagi kepada Pemilihan langsung? saya pikir silahkan. kalau kemudian ada sengketa, bawalah ke pengadilan tinggi TUN, Gubernur bawa aja ke Mahkamah Agung. tapi pemilihan umum yang 5 tahun sekali itu dan pemilihan Presiden biarlah itu menjadi area Mahkamah Konstitusi. dengan begitu Mahkamah konstitusi tidak terlalu sibuk dengan 9 hakim itu. biar dia fokus pada pengujian UU, putuskan sengketa kewenangan antar lembaga negara, kemudian juga Pemilu. sekarang kalau anda pergi ke gedung MK, Gedung MK itu sudah kayak pasar. ada sengketa Pilkada masing-masing bawa pendukung. hari itu ada 3 sengketa Pilkada di adili, 1 pasangan bawa 100 ada 6 pasangan sudah 600 orang yang ada di Gedung MK. mau jalan saja sudah susah di gedung MK, karena sesak dimana-mana. Itulah yang terjadi... (logikaisme/pahamilah)


Similar Videos

90 komentar:

  1. Saya sangat setuju dengan pendapat pak Yusril. Ini merupakan pencerahan bagi saya dan mudah2n juga merupakan pencerahan bagi bangsa Indonesia dari sabang sampai merauke. Trimks

    BalasHapus
  2. Apa yang disampaikan Pak Yusril ada benarnya tetapi juga tidak semuanya benar. Kalau Pilkada oleh DPRD siapa yang bisa jamin bahwa tidak ada korupsi atau semakin berkurang angka korupsi oelh kepala daerah. Tetapi kalau pikirannya untuk bisa menang dalam Pilkada harus keluar uang untuk dibagi-bagi kepada rakyatnya supaya milih lha ya di situ memang sudah tidak bener. Suatu saat rakyat juga akan semakin pinter supaya tetap memilih kepala daerah yang bener2 layak untuk memimpin rakyatnya. Soal hakim di MK yang cuma 9 orang ya ditambah dong kalau memang banyak perkara yang harus diputuskan. Kalau seperti ini kan hak kedaulatan rakyat diambil lagi oleh DPRD yang mohon maaf sesungguhnya rakyat hampir tidak mengenal wakilnya di DPRD.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan buka lagi buku pelajaran SD anda tentang Pancasila lalu baca sila ke-4. Adakah kedaulatan rakyat yg "terambil"?? Justru pilkada langsung inilah yg disebut dgn demokrasi kebablasan,makanya mikir!

      Hapus
    2. @Anonim : Silahkan dipahami lebih dalam maksud dari Sila ke-4 Pancasila... Pahami betul2 tiap kata yang terdapat di sila tersebut...

      jangan buru2

      Hapus
    3. Makanya perlu pengawasan ketat terhadap anggota dewan pd pemilihan kepala daerah,,g susah. Dr pd mengawasi ratusan ribu orang. Hancur timses..

      Hapus
    4. DPRD yang memilih rakyat kan?

      Hapus
    5. Anda tidak begitu memahami pencerahan dr pak yusril kayaknya..
      menghilangkan korupsi, pertikaian antar keluarga antar kampung dll hanya bisa dgn mengurangi peluang tersebut..
      mudah mudahan dengan ini menghilangkan banyak kemudharatan yg terjadi selama ini

      Hapus
    6. itu yg betul.....

      Hapus
    7. Pilkada langsung dan oleh DPRD sama2 berpotensi mendorong korupsi dgn segala motif dan modusnya. Jadi dgn segala kekurangannya, lebih baik pilih Pilkada lewat DPRD yg jauh lebih efisien dan lebih mudah mengontrol anggota DPRD drpd mengontrol masyarakat calon penerima serangan fajar.

      Hapus
    8. Gak ada betul gak ada salah, yang betul adalah ketika yang diterapkan dapat secara nyata menjauhkan dari korupsi secara realita. maka itulah yang benar.
      Percuma ngomongin yang satu betul/ yang satu salah klo hasilnya masih korupsi2 juga.

      saya pribadi berharap rakyatlah yang dididik untuk menjadi dewasa sehingga ketika pilkada langsung, rakyat paham atas pentingnya untuk memilih pemimpinnya.

      contoh : pemilihan jk-ahok,

      kuncinya, 1. berikan pendidikan dini pentingnya rakyat memilih yang terbaik.
      2. pilkada tidak langsung adalah hal yang tidak ideal, lakukan yang terbaik saja. jika semua rakyat sudah paham. maka pilkada langsung adalah jalan terbaik,

      trims.

      Hapus
    9. kalo pemilihan kepala desa gimana ya????

      Hapus
    10. contoh pemilihan jk-ahok ..???? contoh yg gak bagus ...kasih yg bagus'an dong ....

      Hapus
  3. Kalau pilkada langsung bisa menyebabkan banyaknya korupsi...lalu menurut data KPK dari tahun 2004-2012 anggota DPR yang korupsi 3000 orang....anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat...jadi supaya anggota DPR itu tidak korupsi,
    anggota DPR jangan dipilih langsung...klo gitu siapa yang pilih ? Presiden atau menteri ? atau siapa ?...aya2 wae pak Yusril ini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bung anonim, sebaiknya bung masuk ke partai dulu secara sungguhan, saran saya, silakan pilih partai apa saja, kalau bung masih awam jgn PDIP, krn disitu partai keluarga shg kurang dinamis, mudah2 an setelah bung bergabung dengan Partai Politik, wawasan kenegaraannya bertambah...

      Hapus
    2. anda ini payah, baca tulisan Prof Yusril aja anda tidak paham kok langsung komentar, bisa hancur negara kalau orangnya seperti ente. Anggota DPRD tetap dipilih langsung oleh rakyat. Yg menyebabkan biaya jd sangat mahal n rawan korupsi itu pilkada utk memilih bupati dan gubernur. Goblok kok dipelihara, sekolah dulu sana.

      Hapus
    3. Hidup KPK yang dipilih oleh koruptor di DPR

      Hapus
    4. anggota DPRD ya dipilih oleh rakyat lah, knp DPRD nya bnyk yg korupsi, ya liat aja diseliling anda, pada bener2 g milih anggota dprd nya?pada merhatiin g caleg nya?partai nya?peduli g dgn pemilihan dprd nya?apa cuma milih anggota dprd dr spanduk yg ada di jalan, atau dr informasi dr temen, atau dr ajakan keluarga, rakyatnya sndri bnyk yg asal2 an pas pemilihan nya jg.
      koruptor2 itu, partai2 itu, orang2 g bener dsna itu g bkln merajalela kl g dipilih lagi

      Hapus
  4. Makanya sistem pengawasannya jg diperbaiki,kalau cuma dikembalikan pemilihan oleh DPRD tp sistemnya sama kyk dulu ya akan korupsi jg.

    BalasHapus
  5. Jadi menurut yusril:
    1. Korupsi diperkecil karena biaya kampanye juga mengecil.
    2. Tidak bertentangan dg UUD, namun tidak bisa juga dikatakan memenuhi azas demokrasi sesungguhnya karena ketakutan atas konflik horizontal adalah alasan yg dipaksakan. Ambil contoh pemilihan kades, aman sentosa sepanjang masa.
    3. Menegaskan bahwa yusril hanyalah seorang ahli kitab. Bagi yg tak tahu apa itu ahli kitab, coba cari referensinya dlm al-qur'an dam hadist.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngomong kok asal njeplak kamu ini....
      pemilu kades juga banyak terjadi jual beli suara
      pilkades itu kan hanya melibatkan sedikit orang (hanya 1 desa) dimana orang relatif lebih kenal dengan calon, sehingga tdk terjadi salah pilih
      Siapa bilang pilkades tdk terjadi konflik? enak aja bilang gitu, banyak bung konflik horizontal dlm pilkades.
      kalau pemilu buapti, gubernur, kita rakyat banyak yg gak tahu profil/perilaku dan kecakapan calon kepala daerah, jd lebih baik kita percayakan pd anggota DPRD yg sdh kita [pilih

      Hapus
    2. Sebenarnya anda itu mau apa?, kok bawa-bawa Al-Qur'an dan Hadist. Jaman sekarang banyak cara dilakukan untuk melecehkan Islam, tapi kami tidak akan diam, walau Jihad pilihan-nya.

      Hapus
  6. Kalau menurut saya. Mau langsung atau tidak langsung adalah bagaimana caranya meminimalkan agar tidak terjadi korupsi dengan cara memperbaiki sistem. Tp kalau lihat anggota DARI yg kadang tidur saat rapat Dll jadi ironis kalau pink ada tidak langsung

    BalasHapus
  7. //...pendapat pak Yusril relatif mencerahkan; namun menjadi sulit dibedakan pendapat obyektif pak Yuril sebagai Ahli Hukum Tata Negara atau pendapat BERSAYAP "POLITISI" (parpol) PBB - yang publik juga tahu parpol ini "kaki politik" nya ada dimana.

    BalasHapus
  8. Kasus korupsi kecil jika ruang korupsinya diperkecil. Pengawasan lebih efektif jika ruang korupsinya kecil. Jadi, jika ingin mengurangi korupsi maka tak ada pilihan lain kecuali kembalikan pilkada ke DPRD karena tinggal mengawasi beberapa orang saja. Inilah salah satu sistim pilkada yg memperkecil ruang korupsi.
    Coba anda-anda bayangkan kalau pilkada langsung yang menjadikan setengah penduduk wilayahnya dijadikan tim sukses oleh salah satu calon? Kan bisa diprediksi besarnya anggaran kampanye. Dan hal lain sebagai dampak pilkada langsung adalah jika terjadi money politik, akan susah dijadikan bukti sebagai pelanggaran pilkada karena yg memberikan uang ke pemilih adalah relawan calon. Ini semualah ruang-ruang korupsi yg tercipta dari pilkada langsung.
    Semoga ini dapat menjadi pelengkap pencerahan di artikel ini. Salam.......

    BalasHapus
  9. Pertama, susah mempercayai objektifitas pak Yusril, secara partainya ada disalah satu koalisi
    Kedua, logika berpikir pak Yusril aneh, ruangnya diperkecil maka korupsinya akan sedikit dan mudah diawasi? yg mau disuap memang sedikit, tapi jumlah suapnya tetap aja banyak, emang anggota dewan mau disuap 50 juta? memangnya parpol gak bakal minta jatah??? pikirken..........
    Ketiga, kalau kepala daerah di pilih oleh anggota DPRD, masalahnya bukan saja saat pemilihan tapi ekses dari proses pemilihannya, apakah ada jaminan bahwa kepala daerah tidak akan tersandera oleh kepentingan anggota dewan yg memilihnya? please...... saat kepala daerah msh d pilih secara langsung, anggota dewan bak raja di daerah, mereka seenaknya memainkan dana aspirasi di SKPD, berlagak membantu masyarakat konstituennya, tapi dia sendiri yg jadi kontraktornya. ntar dgn kepala daerah udah pake deal di bawah meja...........
    Keempat pernyataan pak Yusril tentang "biaya kampanye calon yang besar yang sebagian besar diberikan kepada pemilih" loooh..... itu masalah calonnya pak, siapa suruh terlalu ambisi mau jadi kepala daerah dgn melakukan cara2 spt itu. "banyak kok masyarakat indonesia yang cerdas....memilih pemimpin yang tepat, spt di kota surabaya, di kabupaten bojonegoro, di kota bandung, di kabupaten bantaeng.....
    benar seperti koment sebelumnya, bapak memang ahli kitab.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awalnya saya heran dgn keputusan ini oleh KMP. Apalagi saya sebelumnya adalah pemilih prabowo, praktis banyak cemooh yang bertubi-tubi dilayangkan kepada saya. namun Saya ingat betul kejadian saat pilkada didaerah saya atau ayah mertua saya yang maju pileg. Betapa mengerikan dan melelahkan untuk bisa naik jadi Orang. Meski hal luar biasa bisa terjadi bagi orang-orang istimewa namun menurut saya madaratnya sangat besar.

      Siklus 5 tahunan begitu akan jadi bahan jual beli kekuasaan. Untuk pengawsan DPRD mari optimis pak. Semoga KPK ngga lemah atau dilemahkan. Sebab selama KPK ada insyallah suap menyuap yg hanya terjadi dilingkup DPRD bisa diawasi.

      Tahukah anda, timses kita telah tersuap, pemilik suara telah tersuap dan paling penting. Lihatlah pestapora pilkada.

      Hapus
  10. Banyak Masyarakat desa yg tidak memperdulikan PILKADA secara langsung, malah bikin gontok2kan antara pendukung A dan B, klu mau nyoblos di kasih berapa..itu berdasarkan kenyataan di lapangan..bilangnya aja ya..tdk money politik tetapi kenyataanya begitu..

    BalasHapus
  11. Setuju pak yusril, kalau pilkada oleh DPRD lebih baik dan demokratis karena 1. PNS daerah tidak ditekan lagi oleh gubernur, walikota dan bupati incumbent yg ikut mencalonkan lagi, 2. Ternyata masih banyak juga yang golput, 3. Bosan karena terlalu banyak pemilu ; pilpres, pileg, pilgub, pilwalkot, pemilihan RT/RW, pemilihan kepala desa dll..capek, 3. yang panen : lembaga survei, media, percetakan, tim sukses, pengamat, rakyat penerima serangan fajar, dll, 4. Biaya besar 5. Rawan konfilk (tawuran) dll.

    BalasHapus
  12. Kembalikan kepada pribadi masing2.jika suatu pendapat tdk ada komentar berarti itu sebuah statemen yg mandul,wajar da yg A ada pendapat yg B semua berangkat dari nurani kepentingan,kebencian,perjuangan, ato keikhlasan dlm membangun sebuah PR besar

    BalasHapus
  13. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  14. Sengketa Pemilu tidak akan ada jika moral calonnya baik....

    Kalau moral semua calonnya mirip dengan moralnya Prabowo. Ya hancurlah sudah....

    Justru kemaren waktu pilpres itu yang manas2i ya si Prabowo... Junjunganmu.. Bahkan saking panasnya, pikirannya sampe lepas landas dari kebenaran.... Misal, dia bilang kalau ada Pemilu di Korut.... Hahahaha. Lucu....

    Yang sangat perlu sekarang ini adalah memberikan edukasi politik yang baik kepada seluruh rakyat indonesia... Ajari rakyat untuk tidak mau nerima duit suap...

    Pesan saya buat KMP dan pendukungnya Bowo... "NGACA SANA"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tuan anonim.. Edukasi yang seperti apa,pendidikan politik yang bagaimana?! Komentar anda sangat tidak cerdas diforum ini

      Hapus
    2. Prabowo melakukan gugatan itu krn Hak2 politiknya terdzolimi, cb kl anda ada pada posisi seperti itu, jgnkan sprti itu Istrimu aja dicolek org pst anda bkal mlakukan ipaya pembelaan

      Hapus
    3. Nyuruh orang ngaca.. sampean juga ngaca dulu kalau komen...

      Hapus
    4. simpatisan prabowo ngamuk....

      Hapus
    5. Hahaha legowo dong...

      Hapus
    6. nak aku kok sama aj mas..sing kalah ngugat dah biasa..entah calon dari pdi-p ato parpol laen,,,waktu pilgub jabar ama jatim gimana,jadi klo prabowo gugat mah biasa aj,,lha ini uu pilkada kalah voting malah rakyat suruh berbondong ngugat...jadi kan sama aj to...kemarinkan dah pilihan langsung diganti DPRD yo dak papa...biar ganti suasana..15 taun lagi ganti langsung lagi..jdi gak bosan gitu lho...pilihan langsung mas..pilbup,pilkades ama pilkadus tempat saya mung buat bothohan mas..kowe jagoi sopo..wani piro... masalah edukasi politik...mung teorimu tok..sampean dewe nak ndak mundeng carane mengaplikasikan di masyarakat.hasile yo mung 0.

      Hapus
    7. Ga pandang itu partai apa, kalo hasil sudah tidak sesuai apa yang di harapkan pasti ada semua menggugat dan tidak terima, contoh yg baru2 aja kmp menggugat ke mk mslh pilpres dan akhir nya di tolak, dr kubu pdi p diam karena hasil sesuai harapan, tp waktu pdi p mempermaslahkan uu md3 dan hasil tdk sesuai harapan, mereka pun berniat melaporkan para hakim mk ke dewan etik, jadi terkadang saya sendiri bingung akan tingkah laku orang2 ini

      Hapus
  15. ikuti saja keputusan DPR...itu sudah demokrasi, mereka sdh putuskan.. walaupun ada yg tersakiti...

    BalasHapus
  16. Kita liat saja apakah ini solusi atau hanya akan ada masalah baru.

    BalasHapus
  17. ketika money politik rawan terjadi pada rakyat, pasti rawan juga saat dengan DPRD, lebih mending rakyat yg menikmati money politik daripada DPRD yg sdh dibiayai negara, sembari menuju semakin pendewasaan berpolitik rakyat
    undang undang korupsi aja yg diperbaharui jadi siapapun yg maju menjadi calon kepala daerah dia harus siap menanggung konsekuensi dari pencalonannya, termasuk menjadi miskin, sehingga akan melahirkan kepala daerah yg tulus untuk membangun daerah yang akan dipimpinnya dan tak berharap untuk balik modal karna dia akan terbentur undang undang korupsi yg telah direfisi, misal terbukti korupsi diganjar hukuman mati.
    biarkan DPRD hanya mengawasi kepala daerah pilihan rakyat untuk bekerja tidak menyimpang dari sumpah jabatan tanpa ada kedekatan emosional karena dulunya kepala daerah itu bukan pilihan mereka.
    dan karna rakyat juga yang akhirnya nanti menanggung dampak dari pilihannya sendiri, jadi biarkan rakyat yang memilih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha ente sebenarnya pendukung korupsi ternyata ya. Korupsi itu bukan hanya masalah prilaku tp jml uang yang hilang, ente tau kan biaya logistik pilkada yang bisa di hemat, 47 trilyun, belum biaya iklan di media, biaya konsultan politik, lembaga survey dll. Dari maana dana itu kalau bukan naanti dr korupsi..kalau dr jml pilkada laangsung brp trilyun yg ente jamin bisa kembali atas biaya itu..

      Hapus
    2. YANG TERBUKTI KORUPSI DI HUKUM MATI(kayake mimpi) siapa yang mau merefisi itu...anggota DPR yang terhormat tentu juga sadar bos..klo hukuman mati masuk undang undang koropsi BISA SENJATA MAKAN TUAN..klo niat dah dari dulu itu dimasukkan ke undang-undang..mending rakyat yang menikmati money politik..utekke koplak...rakyat di ajarkan menerima suap trus anakke niru karna kelakuan ato kebiasaan orangtua,besok klo sianak nyalon ya nyuap juga jadi ya,,modalnya dari korupsi ujung-ujungnya jadi budaya hal yang lumrah di tengah masyarakat

      Hapus
  18. Paparan pak yusril sbnrnya sngat obyektif tnggal kita menimbang manfaat dan mudarat nya ,toh pilihan yang sekarang bnyak manfaatnya dan tidak melanggar UUD 45 .jadi ketika musyawarah tidak menemukan mufakat diadakan lah voting untuk menemukan putusan Nah,putusan yang sekarang ini kita peroleh sebaiknya dihormati
    Hendaknya jng memaksakan kehendak paham yang dianut bangsa kita ini kan demokrasi ,maaf sebetulya bapak" ini tau hakekat demokrasi atau hanya sok tau aja Tolong buka buku Ppkn atau tatanegara anak anda disitu ada sedikit penjelasan demokrasi ,baca dan telaah maksudnya jangan membabi buta begitu ketika jagoannya kalah dalam pertarungaan politik

    BalasHapus
  19. Saya pribadi setuju dengan pendapat Pak Ahok: semua kita yg bagus dan idealis dan inginkan kemajuan bagi negara dan bangsa ini, maka jalan terbaik adalah dengan masuk partai politik dan terus jalankan idealisme anda serta duduk dan berkontribusi di parlemen." Hal serupa jg pernah dicetuskan mantan presiden Korsel: cara terbaik utk membersihkan segelas air kotor adalah dengan menuangkan air bersih secara terus menerus. Jadi, siapkah kita menjadi agen perubahan tsb? Jika belum, maka yg ada di depan mata pasti hanya perseteruan yg tidak menghasilkan perubahan berarti.

    BalasHapus
  20. maaf sebelumnya,kl bicara mempersempit ruang terjadinya korupsi pd pemilukada dgn mengembalikan sistem pemilihan oleh DPRD bkn solusi yg tepat menurut sy,justru itu membuka seorang kepala daerah yg dipilih selama menjabat sngt rentan diintervensi utk memenuhi keinginan individu atau kelompok yg ada di DPRD.sy berikn contoh kelakuan

    BalasHapus
  21. yg sy rs ini terjadi hampir disetiap daerah saat pembahasan APBD murni atau APBD perubahan DPRD tdk akan membahasnya atau mengetok palu jika

    BalasHapus
    Balasan
    1. pd APBD belum jelas porsi buat mereka pd tiap2 dinas,baik itu berbentuk proyek yg dimark up,perjalanan dinas mereka sanggup mengorbankn kepentingan rakyat yg ada pd anggaran APBD tersebut,dan perlu diketahui jg,kost seorang bakal calon daerah utk pemilihan oleh DPRD itu akan besar jg,krn utk diusung oleh partai perlu dana,saat pemilihan tentu bkn rahasia umum akan terjd wani piro tiap satu kursi,setelah terpilih seseorang kepala daerah selm ms jabatannya akan rentan diintervensi oleh anggota DPRD utk kepentingan partai atau pun pribadi

      Hapus
    2. Setuja... pilkada langsung kalopun keluar biaya utk money politik itupun yg nikmati rakyat.. dan hanya sekali utk 5 taun. Tapi klo tdk langsung sekali terpilih oleh dprd, maka utk lima thn kedepan, setiap bulan, dan setiap moment yg bersinggungan dg wakil rakyat akan keluar uang dan itu tidak sedikit. Setiap palu bergerak harus pula ada pergerakan uangnya. Sebagian dr wakil rakyat yg duduk sekarang masih sama dg yg sebelumnya.. jadi jgn harap ada perubahan perilaku. Pointnya.. siapa yg bisa menjamin klo pilkada tdk langsung akan lebih kecil resiko korupsinya dr pilkada langsung.

      Hapus
  22. gantian aja, sekali langsung sekali tidak langsung, semua kebagian, siip

    BalasHapus
  23. Yg jadi masalah sekarang ini. Apakah? Ada yg bisa menjamin klo pemilu legislatif itu bebas dari kkn?jd bagaimana bisasesuatu yang lahir dari kkn bisa menghasilkan sesuatu yg bebas dari kkn?
    Penyebab kkn ini adalah moral dan iman bangsa yg sudah rudak.
    Manusia tidak lg takut kepada Tuhan, melainkan takut krpada UANG, JABATAN,KEKUASAAN DAN KRONI2NYA..,

    BalasHapus
  24. Kita lihat dulu kapasitas anggota Dewan kita,... apakah kredibel atau kurang kredibel,..apakah pantas atau tidak pantas untuk menjadi wakil rakyat yg akan menentukan Kepala Daerah?, wajib harus punya standar !!!, itu yg perlu dirumuskan dulu, dan apakah pemilihan lewat DPRD menjamin tidak akan korupsi ?,.. jawabannya juga tidak, bahkan lebih membuka peluang korupsi di DPRD,... kecenderungan yg terjadi Kepala Daerah lebih mementingkan anggota DPRD daripada rakyatnya,.... padahal Pilpres kemarin sudah memberikan contoh/ solusi mengenai biaya kampanye dll, lewat sumbangan dari relawan (rakyat), koalisi tanpa syarat, dll sehingga Kepala Daerah hanya akan balas jasa kepada rakyat yg memilihnya. Melihat kondisi yg sudah ''terlanjur'' seperti sekarang ini,.... saya yakin pemerintah akan memperkuat KPK, bahkan mungkin akan membuka cabang di daerah-daerah, sebagai pengawas yg independen untuk mengawasi Pemerintah dan anggota DPRD yg berani ''main-main'' dengan kekuasaannya, minimal mengurangi, daripada nanti loss tanpa rem lg,............

    BalasHapus
  25. Ini yang saya tunggu, Opini pak prof emang selalu bikin saya kagum!

    BalasHapus
  26. Beginilah seharusnya bangsa Indonesia yang Pancasialis: dari anggota DPR , Menteri, Pejabat, elitt hingga komentator asbun kompak merujuk Pacasila SILA KE 4 (biar dibilang Pancasilais dan memang bunyi nya passss) Tetapi kalau ditanya SILA KE 5 pasti pura-pura PIKUN (apa Ya????) KEDADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA !!!!!! Koq tidak ada yang berani bewrkoar dan membahas ya ....EGP !!!! Lho mau sejahtera mau sengsara...lho khan cuma rakyat..... gue khan elit dapat mandat dari rakyat !!!!! Persis seperti para Ustadz di kampung sya paling lantang dan Hafal : KITA DIPERBOLEH KAN NIKAH 2...3...4 (TITIK).....Begitulah...ada di ayat lain..' SIAPAKAH PENDUSTA AGAMA??????, YAITU ORNG YANG TIDAK MENYANTUNI ANAK-2 YATIM, DAN TIDAK MEMBERI MMAKAN ORANG-2 MISKIN" Waduh Surat apa yach ?? belum pernah dengar ya ha ha ha ha..dasar...manusia.........?? mas (Betawi)>>>>>Indo ??? (provider spt Telkomsel)

    BalasHapus
    Balasan
    1. INI orang ngomong ga lake otak Kali y...adil gmn maksudnya nih? Kalo hidup mau
      sejahtera y usaha dong...enak bener enter may adil tp tanpa berusaha ?? Jadi maksudnya yg nganggur sama yg kerja siang malam harus sama 2 makmur gitu?? Ngimpi !!!

      Hapus
  27. "memberi uang kepada pemilih", itu alasannya kenapa pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi mahal. Adakah kewajiban memberi uang ?
    tidak ada aturan yang mengharuskan. Kemudian pemilihan kepala daerah oleh dprd. Apakah dijamin tdk beri uang kepada pemilih ? omong kosong kalau tidak pakae uang. Selain itu, pemilihan kepala daerah oleh dprd akan menempatkan kepala daerah menjadi mesin atm anggota dprd selama 5 tahun.

    BalasHapus
  28. ya lebih bagus memberi uang kepada pemilih,, daripada memberi uang kepada para wakil dprd yagn kerjanya cuman tidur2 aja,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebih baik jgn memberi uang...

      Hapus
  29. dari awal saya tidak setuju pilkada secara langsung.

    BalasHapus
  30. Pilkada lewat DPRD tdk demokratis, karena menjadikan wakil rakyat sbg pihak yg menjadi penentu pimpinan daerah. Pimpinan daerah adalah seorang yg dipilih oleh rakyatnya utk memimpin mereka. Lagipula anggota DPRD akan besar kepala merasa menjadi rakyat plus...bisa memilih pemimpin daerah. Emangnya dia siapa...cuma wakil tok.

    BalasHapus
  31. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  32. Kalau dalam Pasal 18 UUD 1945 terdapat frase "demokratis" lalu mengapa dalam Pasal 22E UUD 1945 tidak dicantumkan? Bukankah Pemilu Legislatif dan President juga dilakukan secara demokratis?? #tekcaimael

    BalasHapus
  33. siapa bilang kalau mau jd kepala daerah harus mengeluarkan uang utk diberikan ke rakyat..rakyat skrg sdh pintar pak, bisa menentukan pilihan sndr walaupun diksh uang.mknya KPU hrs lebih kreatif lg menentukan tata cara kampanye br sluruh rakyat trsosialisasi ttg bakal calon jd bakal calon bisa meminimalkan biaya kampanye dr kocek pribadi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. berarti anggota DPR(D) adalah hasil pilihan cerdas? lalu kenapa tidak dipercaya untuk mewakili rakyat? Mungkin banyak dari rekan-rekan yang masih ingat masa-masa orde baru ketika bupati/walikota dipilih oleh DPRD. Kita mungkin bisa menghitung berapa banyak anggota DPRD yang terlibat korupsi ataupun bupati/walikota yang menjelma menjadi raja-raja kecil yang kemudian dapat membentuk suatu dinasti.

      Hapus
  34. Rakyat masih bobrok...........yg bilang pinter siapa...???? Rakyat pinter menilai yg bermodal dan yg modar........ikuti aja perkembangan.......nanti kita tengok hasilnya.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul...sebagian masih mau di beri uang agar memilih..tapi memang karena dia butuh uang. Habis org disekitarnya mulai tidak mamperhatikan saudara2nya yg kurang mampu sih...

      Hapus
  35. System presidensial,seharusnya pemerintah daerah adalah bagian dari pusat, nah kalau system liberal baru pilkada baruberdiri sendiri, saat ini ketika pilkada langsung apa yc terjadi, Bupati, gubernur, bisa mbeentak mentri, presiden tak di anggap. Biaya tinggi, korupsi pejabat daerah yg jug di turunkan pada eselonnya jd koruptor, trus apa yg bisa di dapat dari pilkada langsung?

    BalasHapus
  36. saya usul saja.......terkait apakah kepada daerah korupsi atau tidak nantinya.....maka harus dicatat harta nya sebelum menjabat dan sesudah menjabat.....dan harus membuktikan harta tersebut didapat dari mana........ini bisa menjadi bahan pemikiran untuk para pembuat undang2.... untuk diterapkan kepada para kepala daerah.......

    BalasHapus
  37. UUD dirombak aja bgi orang yg koropsi di atas 50 jt hkuman mati bru pra korop akan jera dn gk akan berani korpsi lg

    BalasHapus
  38. Sangat setuju..krna selama ini masyarakat terkotak2 karna beda pilihan..bupati/ gubnur terpilih apabila kalah d sati dairah mka programnya tdk pernah di turunkan di wilayah itu..

    BalasHapus
  39. Terimakasih pak Yusril, salam dari Papua. Andaikan negara ini diatur oleh orang sepintar anda pasti kita sudah menjadi negara yg hebat.

    BalasHapus
  40. Semua tdk ada yg benar dan tdk ada yg slh....dirubah model apapun sistem pemilu di Indonesia hrs kembi pd aklak bangsa ini, krn klo mental rakyat dan pejabat sm sj sprti skrg kyk nya tak ada gunanya....semua siatem ttp ada celah untk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme

    BalasHapus
  41. Masalah ini muncul karena TIDAK ada koruptor yg dihukum MATI :P

    BalasHapus
  42. Mau langsung atau tidak langsung hakekatnya adalah sama....kalau mau yang adil nanti.....yaumul qiyamah....

    BalasHapus
  43. Aah.m dari dulu kmn aja pak ??

    BalasHapus
  44. yang jelasnya banyak masyarakat melihat hanya money saja.... semua money di terima....mau dari calon ini calon itu.... siapa yang berani ngasi lebih besar money itu yang di pilih... artinya masyarakat belum dewasa menentukan pilihan yang baik n ideal...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Artinya krn ketidaksiapan sdm bangsa indonesia menjankan demokrasi shg jstru akan menjerumuskan bangsa ini ke dlm neoliberal....jd yg lebih pas smntra hrs pemilihan lewat DPR itulah yg tepat....

      Hapus
  45. waduh itukan karna usahamu sendiri.... bukan karna agus goblok amat orang seperti mu ini yg mudah di kibulin dan diduitin

    BalasHapus
  46. kalo disuruh milih, saya milih pilkada langsung, karna kita milih langsung tanpa perantara. kalo boleh usul, setiap pejabat harus diaudit kekayaannya tiap triwulan. pasti mikir 1000x untuk korupsi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. siapa yg mau audit ....? peleporan harta ke KPK nya belum maksimal ?.. kalau objektif penjara KPK udah penuh dari dulu kali ?.

      Hapus
  47. mungkin agak keliru pak prof. kebnyakan konflik terjadi karena ulah penyelenggara pemilu bukan mayarakat. dalam perjalanannya masyarakat telah sedikit paham tentang demokrasi, hal itu bisa kita lihat dengan setmen yang sering di ucapkan ketika jelang pilkada "ambil uangnya jgn pilih orangnya". KENDARI adalah ibukota propinsi saya tepatnya di BUTON. daerah itu di kuasai oleh PARTAI AMANAT NASIONAL (PAN), sebab beberapa kota-kabupaten di propinsi tersebut dipimpin oleh usungan partai PAN. Namun dengan tingkat kematangan masyarakatnya berpolitik, dalam pemilihan presiden beberapa waktu lalu pasangan jokowi-JK peraih suara terbanyak. itu artinya pasangan prabowo-hata KO telak dikandang sendiri. masyarakat setempat dapat memila antara pemimpin yg mengatas namakan rakyat dan pemimpin yg bertopengkan rakyat.
    para elit selalu berpikir jika pemilu kada tidak langsung adalah salah satu cara untuk memberantas money politik yg berpotensi korup ketika terpilih nanti menjadi pemimpin daerah, namun mereka tidak memikirkan usaha busuk para calon anggota legislatif (caleg) dalam memperebutkan kursinya. ironisnya lagi jika caleg itu adalah saudara kandung sendiri. itu terjadi di daerah saya pak prof. bukan hanya itu pak prof, silahkan datang kembali di kota Baubau eks keultanan Buton kemudian cek legislatornya? berapa orang preman, berapa paket C dan berapa orang menggunakan ijazah palsu? artinya haruskah mereka-mereka itu yg menilai potensi seorang pemimpin untuk menjadi seorang pemimpin?. jika itu akan terjadi maksa saya hanya bisa mengatakan bahwa NEGARA INI TIDAK BUTUH ORANG YANG PINTAR CERDAS, NEGARA HANYA BUTUH ORANG YANG LICIK DAN PANDAI MENJILAT pak prof..

    mohon pencerahannya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantap. Ayo pak Yusril silakan berkunjung ke kota baubau.

      Hapus
  48. setujuuuuuu pak yusrillll,,,,,,

    BalasHapus
  49. Ruang gerak korupsi dipersempit? Apa bukan justru diperlebar. Kemarin kemarin yang ditangkap kpk cuma kepala daerah. Sekarang potensial yang ditangkap kepala daerah dan sebagian besar anggota dprd, kalau bukan semuanya. Karena biaya yang dikeluarkan calon kepala daerah untuk menjadi kepala daerah bisa jadi sama saja, hanya sekarang uangnya masuk ke anggota dewan. Ujung ujungnya sama aja, korupsi juga. Malah bisa jadi korupsi berjamaah, kepala daerah dan anggota dewan. Kalau yang terpilih sebagai anggota dewan adalah keluarga, kroni kroni, atau kawan kawannya sendiri, karena politik uang, maka yang diangkat sebagai kepala daerah bisa jadi juga yang satu golongan. Ujung ujungnya bagi bagi konsesi hak kelola sda untuk golongan mereka sendiri.
    Apakah konflik horisontal bisa dihindari seratus persen? Tidak juga, potensi tetap ada. Karena bila masing masing partai mengajukan calon, dan ternyata yang kalah tidak puas, tetap saja bisa menghasut pendukung partai pengusungnya untuk terjadinya konflik. Tahu sendiri bagaimana fanatisme pendukung partai kepada partai yang didukungnya.
    Kesimpulannya, mau langsung atau tidak langsung sama aja banyak mudharatnya. Selama semangat yang diusung bukanlah untuk kepentingan bangsa tetapi kepentingan pribadi atau golongan.
    Masalah penyelesaian sengketa Pemilukada sebenarnya hanya masalah teknis. Tinggal diatur bagaimana caranya, bisa melalui undang undang, supaya penyelesaian sengketa Pemilukada tidak harus diselesaikan di mk.

    BalasHapus
  50. gak nyambung .... ?

    BalasHapus
  51. intinya amanat gak ?.. sistem apapun kalau gak bisa pegang amanat ya udh .. selesai !.. dititip'in duit 100rb dimakan apalagi duit milyaran didepan mata ... gak tahu dah ngliran nya kemana ..

    BalasHapus
  52. Orang2 beriman pasti pilih pemimpin yang ahlinya untuk memimpin negara, juga amanah, prof Yusril sudah teruji dan terbukti dipemerintahan, niat beliau juga lurus untuk memperbaiki harga diri bangsa indonesia. Selamat berjuang prof....!!! Saya siap 86.

    BalasHapus