middle ad
Tampilkan postingan dengan label Inggris. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inggris. Tampilkan semua postingan
Ribuan warga berunjuk rasa mengecam agresi Israel ke Gaza di depan Gedung Parlemen Inggris di London, Sabtu (26/7). (REUTERS/Luke MacGregor) 

Pahamilah.com - Anggota parlemen Inggris, pada Senin (13/10), mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Ini merupakan langkah simbolis, untuk mencapai solusi dua negara demi menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Sebanyak 274 legislator di Majelis Rendah Inggris menyerukan pemerintah Inggris, untuk mengakui Palestina sebagai negara berdampingan dengan Israel. Sementara 12 anggota legislator lain memilih tidak mengakui Palestina.

Dalam pemilihan yang digelar Senin malam, Perdana Menteri David Cameron dan pemimpin pemerintah lainnya memilih abstain dari pemungutan suara. Ini dilakukan mengingat sensitifnya masalah pengakuan Palestina. Selain itu, lebih dari setengah dari 650 anggota parlemen juga memilih tak berpartisipasi.

Tapi gerakan pengakuan terhadap Palestina mendapat dukungan dari pemerintah dan anggota parlemen oposisi. Mereka menyatakan dukungan jika ini bisa memuluskan proses perdamaian kedua pihak yang berkonflik tersebut.

Perang Gaza tercatat telah menewaskan lebih dari 2100 warga Palestina, mayoritas merupakan warga sipil. Sementara lebih dari 70 warga Israel tewas, sebagian besar merupakan tentara.

Legislator Partai Buruh Grahame Morris mengatakan, mengakui negara Palestina bisa membantu memecahkan kebuntuan dalam perundingan perdamaian. Jika tidak katanya, harapan solusi dua negara akan lenyap.

Morris mengatakan, mengakui Palestina sebagai negara akan menjadi simbol penting dalam langkah menuju perdamaian. Menurutnya hubungan Israel-Palestina sejauh ini telah terjebak di jalan buntu.

Hal senada diungkapkan anggota parlemen Konservatif Nicholas Soasmes mengatakan, mengakui Palestina baik dan benar secara moral. "Ini merupakan kepentingan nasional kita," ungkapnya.

Tapi pemerintah Inggris mengatakan, hasil pemungutan suara tak akan mengubah sikap diplomatik resmi Inggris. Menteri Timur Tengah Inggris Tobias Ellwood mengatakan, Inggris akan mengakui negara Palestina jika itu akan membantu mewujudkan perdamaian.

Ia mengatakan, Israel hidup di lingkungan yang sulit dan berhak membela diri. Tapi ia juga mengatakan, pembangunan pemukiman Israel baru-baru ini di Tepi Barat dan Yerusalem Timur membuat Israel sulit mendapat dukungan, termasuk dari Inggris.

"Mengakui negara Palestina merupakan hal terbaik yang dapat membantu perdamaian," ujar Ellwood.

Pengamat dari Institut Studi Kebijakan Phyllis Bennis mengatakan pada Aljazirah, kalau keputusan tersebut tak membawa perubahan di Palestina itu akan jadi kesalahan besar. Sebab menurutnya, Inggris merupakan sekutu dekat Amerika Serikat dan negara paling berpengaruh di Eropa.

"Ini adalah pernyataan yang sangat penting mengenai masalah legitimasi Israel dan legitimasi gagal atas upaya diplomatik selama 23 tahun yang dikendalikan AS," ujarnya.

Pemungutan suara terkait pengakuan negara Palestina terjadi di tengah gerakan serupa yang sedang gencar di Eropa. Lebih dari 100 negara telah mengakui Palestina sebagai negara.

Israel geram dengan aksi negara-negara yang mengakui Palestina sebagai negara. Menurut Israel, hal tersebut merusak upaya penyelesaian damai antara kedua belah pihak.

Namun para pejabat Palestina mengatakan, mereka terpaksa mencari pengakuan lebih besar secara internasional. Sebab menurutnya pembicaraan damai dengan Israel memang telah gagal.

Pengakuan Palestina sebagai negara oleh Inggris muncul di tengah rencana Swedia, untuk mengakui Palestina secara resmi. Sebuah langkah yang telah dikutuk oleh Israel. Saat itu Israel mengatakan, kemerdekaan Palestina hanya bisa dicapai melalui negosiasi.

Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven mengatakan, Swedia akan menjadi negara pertama di Uni Eropa yang mengakui Palestina secara resmi sebagai negara. Menurutnya, konflik Israel dan Palestina hanya dapat diselesaikan dengan solusi dua negara.

"Ini harus dinegosiasikan dengan hukum internasional," katanya seperti dikutip BBC News.

Ia menambahkan, solusi dua negara membutuhkan pengakuan dan kemauan untuk damai. Oleh karenanya menurut Lofven, Swedia akan mengakui Palestina. Tapi Lofven tak menjelaskan kapan Swedia akan membuat pengakuan resminya itu.

Swedia akan bergabung dengan lebih dari 130 negara yang mengakui Palestina sebagai negara. Selama ini sebagian besar negara-negara Uni Eropa menahan diri untuk mengakui Palestina sebagai negara. (republika/pahamilah)


Secara Simbolis Inggris Akui Negara Palestina

Ribuan warga berunjuk rasa mengecam agresi Israel ke Gaza di depan Gedung Parlemen Inggris di London, Sabtu (26/7). (REUTERS/Luke MacGregor) 

Pahamilah.com - Anggota parlemen Inggris, pada Senin (13/10), mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Ini merupakan langkah simbolis, untuk mencapai solusi dua negara demi menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Sebanyak 274 legislator di Majelis Rendah Inggris menyerukan pemerintah Inggris, untuk mengakui Palestina sebagai negara berdampingan dengan Israel. Sementara 12 anggota legislator lain memilih tidak mengakui Palestina.

Dalam pemilihan yang digelar Senin malam, Perdana Menteri David Cameron dan pemimpin pemerintah lainnya memilih abstain dari pemungutan suara. Ini dilakukan mengingat sensitifnya masalah pengakuan Palestina. Selain itu, lebih dari setengah dari 650 anggota parlemen juga memilih tak berpartisipasi.

Tapi gerakan pengakuan terhadap Palestina mendapat dukungan dari pemerintah dan anggota parlemen oposisi. Mereka menyatakan dukungan jika ini bisa memuluskan proses perdamaian kedua pihak yang berkonflik tersebut.

Perang Gaza tercatat telah menewaskan lebih dari 2100 warga Palestina, mayoritas merupakan warga sipil. Sementara lebih dari 70 warga Israel tewas, sebagian besar merupakan tentara.

Legislator Partai Buruh Grahame Morris mengatakan, mengakui negara Palestina bisa membantu memecahkan kebuntuan dalam perundingan perdamaian. Jika tidak katanya, harapan solusi dua negara akan lenyap.

Morris mengatakan, mengakui Palestina sebagai negara akan menjadi simbol penting dalam langkah menuju perdamaian. Menurutnya hubungan Israel-Palestina sejauh ini telah terjebak di jalan buntu.

Hal senada diungkapkan anggota parlemen Konservatif Nicholas Soasmes mengatakan, mengakui Palestina baik dan benar secara moral. "Ini merupakan kepentingan nasional kita," ungkapnya.

Tapi pemerintah Inggris mengatakan, hasil pemungutan suara tak akan mengubah sikap diplomatik resmi Inggris. Menteri Timur Tengah Inggris Tobias Ellwood mengatakan, Inggris akan mengakui negara Palestina jika itu akan membantu mewujudkan perdamaian.

Ia mengatakan, Israel hidup di lingkungan yang sulit dan berhak membela diri. Tapi ia juga mengatakan, pembangunan pemukiman Israel baru-baru ini di Tepi Barat dan Yerusalem Timur membuat Israel sulit mendapat dukungan, termasuk dari Inggris.

"Mengakui negara Palestina merupakan hal terbaik yang dapat membantu perdamaian," ujar Ellwood.

Pengamat dari Institut Studi Kebijakan Phyllis Bennis mengatakan pada Aljazirah, kalau keputusan tersebut tak membawa perubahan di Palestina itu akan jadi kesalahan besar. Sebab menurutnya, Inggris merupakan sekutu dekat Amerika Serikat dan negara paling berpengaruh di Eropa.

"Ini adalah pernyataan yang sangat penting mengenai masalah legitimasi Israel dan legitimasi gagal atas upaya diplomatik selama 23 tahun yang dikendalikan AS," ujarnya.

Pemungutan suara terkait pengakuan negara Palestina terjadi di tengah gerakan serupa yang sedang gencar di Eropa. Lebih dari 100 negara telah mengakui Palestina sebagai negara.

Israel geram dengan aksi negara-negara yang mengakui Palestina sebagai negara. Menurut Israel, hal tersebut merusak upaya penyelesaian damai antara kedua belah pihak.

Namun para pejabat Palestina mengatakan, mereka terpaksa mencari pengakuan lebih besar secara internasional. Sebab menurutnya pembicaraan damai dengan Israel memang telah gagal.

Pengakuan Palestina sebagai negara oleh Inggris muncul di tengah rencana Swedia, untuk mengakui Palestina secara resmi. Sebuah langkah yang telah dikutuk oleh Israel. Saat itu Israel mengatakan, kemerdekaan Palestina hanya bisa dicapai melalui negosiasi.

Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven mengatakan, Swedia akan menjadi negara pertama di Uni Eropa yang mengakui Palestina secara resmi sebagai negara. Menurutnya, konflik Israel dan Palestina hanya dapat diselesaikan dengan solusi dua negara.

"Ini harus dinegosiasikan dengan hukum internasional," katanya seperti dikutip BBC News.

Ia menambahkan, solusi dua negara membutuhkan pengakuan dan kemauan untuk damai. Oleh karenanya menurut Lofven, Swedia akan mengakui Palestina. Tapi Lofven tak menjelaskan kapan Swedia akan membuat pengakuan resminya itu.

Swedia akan bergabung dengan lebih dari 130 negara yang mengakui Palestina sebagai negara. Selama ini sebagian besar negara-negara Uni Eropa menahan diri untuk mengakui Palestina sebagai negara. (republika/pahamilah)


Ribuan demonstran turun ke jalan-jalan London - (Foto: Alalam)

Pahamilah.com - Ribuan demonstran turun ke jalan-jalan London, Paris, dan Cape Town, untuk mengutuk agresi berdarah Israel di Jalur Gaza, dan menuntut pemerintah masing-masing menentang keras pembantaian yang dilakukan negara Yahudi itu.

Di London, Palestinian Solidarity Campign mengatakan lebih 150 ribu orang berpawai di pusat kota London, Sabtu (9/8). Ini adalah demonstrasi terbesar ketiga untuk Gaza dalam empat pekan terakhir.

Demonstran berkumpul di Oxford Street, berpawai ke depan Kedubes AS dan ke Hyde Park, seraya berteriak Free, Free Palestine, dan membentangkan spanduk; Inggris, Berhentilah Mempersenjatai Israel.

Di Paris, puluhan ribu orang ambil bagian dalam demo menuntut penghentian agresi Israel, yang membuat kepolisian Prancis menurunkan ribuan personelnya.

Di Cape Town, demonstran pro-Palestina menyebut di jalan-jalan seraya mengutuk pembantaian yang dilakukan Israel terhadap anak-anak dan warga sipil. (inilah/pahamilah)

London, Paris, Cape Town di landa Demo Anti Israel

Ribuan demonstran turun ke jalan-jalan London - (Foto: Alalam)

Pahamilah.com - Ribuan demonstran turun ke jalan-jalan London, Paris, dan Cape Town, untuk mengutuk agresi berdarah Israel di Jalur Gaza, dan menuntut pemerintah masing-masing menentang keras pembantaian yang dilakukan negara Yahudi itu.

Di London, Palestinian Solidarity Campign mengatakan lebih 150 ribu orang berpawai di pusat kota London, Sabtu (9/8). Ini adalah demonstrasi terbesar ketiga untuk Gaza dalam empat pekan terakhir.

Demonstran berkumpul di Oxford Street, berpawai ke depan Kedubes AS dan ke Hyde Park, seraya berteriak Free, Free Palestine, dan membentangkan spanduk; Inggris, Berhentilah Mempersenjatai Israel.

Di Paris, puluhan ribu orang ambil bagian dalam demo menuntut penghentian agresi Israel, yang membuat kepolisian Prancis menurunkan ribuan personelnya.

Di Cape Town, demonstran pro-Palestina menyebut di jalan-jalan seraya mengutuk pembantaian yang dilakukan Israel terhadap anak-anak dan warga sipil. (inilah/pahamilah)

Sayeeda Warsi, mantan Menteri Inggris

Pahamilah.com - Mantan menteri luar negeri Inggris, Sayeeda Warsi mengatakan pejabat Inggris gagal meredakan konflik di Jalur Gaza sambil menyeru embargo senjata terhadap Israel.

Dalam wawancara Minggu (10/8/14) dengan media Inggris, Warsi menegaskan Kanselir George Osborne dan tokoh politik Michael Gove gagal menggunakan hubungan "sangat, sangat dekat" mereka dengan Tel Aviv untuk menghentikan konflik.

Selain itu, Warsi membela keputusannya untuk mundur dan mengatakan, sejak lama ia ingin bebas dari kegiatan politik dan hidup dengan dirinya sendiri.

Mantan menteri kabinet itu juga menolak pernyataan Osborne bahwa pengunduran dirinya "tidak perlu". "Tindakan saya tidak akan perlu jika dia sudah melakukan apa yang harus dilakukannya; menelpon orang-orang yang sangat dekat dengannya dan berkata, 'Anda tak perlu meraih tujuan dengan menghancurkan pembangkit listrik, rumah, sekolah dan membunuh anak-anak di pantai (Gaza)," kata Warsi.

Ia juga menyerukan embargo senjata terhadap Israel dan mendesak pemerintah Perdana Menteri David Cameron untuk "mengakui Palestina sebagai sebuah negara."

Warsi menegaskan, lagkah Inggris  tidak mengakui negara Palestina pada tahn 2012 dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB merupakan sebuah masalah.

"Tidak ada gunanya kita berbicara tentang solusi dua negara jika kita tidak melakukan hal-hal sederhana seperti mengakui Palestina...di PBB," kata Warsi.

Pada 5 Agustus lalu, Warsi, menteri wanita Muslim pertama di Inggris, mengundurkan diri karena kegagalan moral Cameron mengutuk kekejaman rezim Israel yang berlangsung di Gaza. (islamtimes/pahamilah)

Mantan Menlu Inggris Kutuk Pejabat Inggris atas Perang Gaza

Sayeeda Warsi, mantan Menteri Inggris

Pahamilah.com - Mantan menteri luar negeri Inggris, Sayeeda Warsi mengatakan pejabat Inggris gagal meredakan konflik di Jalur Gaza sambil menyeru embargo senjata terhadap Israel.

Dalam wawancara Minggu (10/8/14) dengan media Inggris, Warsi menegaskan Kanselir George Osborne dan tokoh politik Michael Gove gagal menggunakan hubungan "sangat, sangat dekat" mereka dengan Tel Aviv untuk menghentikan konflik.

Selain itu, Warsi membela keputusannya untuk mundur dan mengatakan, sejak lama ia ingin bebas dari kegiatan politik dan hidup dengan dirinya sendiri.

Mantan menteri kabinet itu juga menolak pernyataan Osborne bahwa pengunduran dirinya "tidak perlu". "Tindakan saya tidak akan perlu jika dia sudah melakukan apa yang harus dilakukannya; menelpon orang-orang yang sangat dekat dengannya dan berkata, 'Anda tak perlu meraih tujuan dengan menghancurkan pembangkit listrik, rumah, sekolah dan membunuh anak-anak di pantai (Gaza)," kata Warsi.

Ia juga menyerukan embargo senjata terhadap Israel dan mendesak pemerintah Perdana Menteri David Cameron untuk "mengakui Palestina sebagai sebuah negara."

Warsi menegaskan, lagkah Inggris  tidak mengakui negara Palestina pada tahn 2012 dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB merupakan sebuah masalah.

"Tidak ada gunanya kita berbicara tentang solusi dua negara jika kita tidak melakukan hal-hal sederhana seperti mengakui Palestina...di PBB," kata Warsi.

Pada 5 Agustus lalu, Warsi, menteri wanita Muslim pertama di Inggris, mengundurkan diri karena kegagalan moral Cameron mengutuk kekejaman rezim Israel yang berlangsung di Gaza. (islamtimes/pahamilah)

Baroness Warsi 

Pahamilah.com - Seorang menteri Inggris yang merupakan Muslim pertama yang duduk di kabinet mengundurkan diri pada Selasa (5/8), karena perbedaan pandangan mengenai kebijakan yang tak bisa dipertahankan secara moral tentang Gaza.

Keputusan yang dibuat Sayeeda Warsi, menteri di Kantor Kementerian Luar Negeri dan Keyakinan serta Komunitas menambah tekanan baru atas Perdana Menteri David Cameron mengambil sikap lebih tegas terhadap Israel atas tindakannya di Gaza.

Pemerintah koalisinya telah menghadapi kecaman dalam beberapa hari belakangan, yang dipimpin oleh oposisi utama Partai Buruh, karena tidak mengeluarkan pernyataan cukup keras atas konfilk yang telah membunuh 1.867 warga Palestina dan 67 orang di pihak Israel.

"Pendekatan kita... di Gaza secara moral tak dapat dipertahankan, bukan kepentingan nasional Inggris dan akan mempunyai dampak merusak yang berjangka panjang atas reputasi kita secara internasional dan domestik," kata Warsi dalam sepucuk surat pengunduran dirinya yang ditulis untuk Cameron.

Dia mengatakan sudah ada 'perasaan tak tenang' di kantor Kemenlu, tempat Philip Hammond menggantikan William Hague bulan lalu. Hal itu tentang bagaimana keputusan-keputusan kebijakan belakangan ini telah dibuat.

Sementara bintang Warsi telah meredup dalam beberapa tahun terakhir, ia pernah menjadi contoh pejabat tinggi dari keinginan Cameron untuk mendiversifikasi partai Konservatifnya menjauhkan diri dari secara tradisional mendasarkan pada kaum pria dan kulit putih.

Orang tua Warsi adalah imigran Pakistan dan ia merupakan seorang pengacara sebelum diangkat menjadi anggota parlemen majelsi tinggi pada 2007.

Dia ditunjuk menjadi anggota kabinet Cameron ketika pemerintahan koalisi Cameron berkuasa pada 2010 tetapi tak menduduki posisi di kabinet penuh, lingkar dalam yang kuat dari menteri-menteri pemerintah, pada 2012. (republika/pahamilah)


Menteri Inggris Mundur Sebab Kecewa Kebijakan Pemerintah Soal Gaza

Baroness Warsi 

Pahamilah.com - Seorang menteri Inggris yang merupakan Muslim pertama yang duduk di kabinet mengundurkan diri pada Selasa (5/8), karena perbedaan pandangan mengenai kebijakan yang tak bisa dipertahankan secara moral tentang Gaza.

Keputusan yang dibuat Sayeeda Warsi, menteri di Kantor Kementerian Luar Negeri dan Keyakinan serta Komunitas menambah tekanan baru atas Perdana Menteri David Cameron mengambil sikap lebih tegas terhadap Israel atas tindakannya di Gaza.

Pemerintah koalisinya telah menghadapi kecaman dalam beberapa hari belakangan, yang dipimpin oleh oposisi utama Partai Buruh, karena tidak mengeluarkan pernyataan cukup keras atas konfilk yang telah membunuh 1.867 warga Palestina dan 67 orang di pihak Israel.

"Pendekatan kita... di Gaza secara moral tak dapat dipertahankan, bukan kepentingan nasional Inggris dan akan mempunyai dampak merusak yang berjangka panjang atas reputasi kita secara internasional dan domestik," kata Warsi dalam sepucuk surat pengunduran dirinya yang ditulis untuk Cameron.

Dia mengatakan sudah ada 'perasaan tak tenang' di kantor Kemenlu, tempat Philip Hammond menggantikan William Hague bulan lalu. Hal itu tentang bagaimana keputusan-keputusan kebijakan belakangan ini telah dibuat.

Sementara bintang Warsi telah meredup dalam beberapa tahun terakhir, ia pernah menjadi contoh pejabat tinggi dari keinginan Cameron untuk mendiversifikasi partai Konservatifnya menjauhkan diri dari secara tradisional mendasarkan pada kaum pria dan kulit putih.

Orang tua Warsi adalah imigran Pakistan dan ia merupakan seorang pengacara sebelum diangkat menjadi anggota parlemen majelsi tinggi pada 2007.

Dia ditunjuk menjadi anggota kabinet Cameron ketika pemerintahan koalisi Cameron berkuasa pada 2010 tetapi tak menduduki posisi di kabinet penuh, lingkar dalam yang kuat dari menteri-menteri pemerintah, pada 2012. (republika/pahamilah)


 Seorang anak Palestina lari setelah dibidik tank Israel.

Pahamilah.com - Inggris mengaji semua izin penjualan senjata ke Israel dalam menanggapi peningkatan kemelut negara Yahudi itu dengan Hamas di Gaza, kata wanita juru bicara pemerintah Senin.

Israel melancarkan serangan terhadap Hamas hampir empat pekan lalu menyusul lonjakan penembakan roket lintas perbatasan. Pejabat Gaza menyatakan 1.797 orang Palestina, kebanyakan warga, tewas, sementara Israel kehilangan 64 tentara dalam pertempuran dan tiga warga akibat penembakan oleh Palestina.

"Kami meninjau semua izin pengiriman ke Israel untuk memastikan bahwa kami pikir itu sesuai," kata wanita juru bicara Perdana Menteri David Cameron kepada wartawan. Keputusan penelaahan itu diambil pada pekan lalu, katanya.

Menurut laporan panitia parlemen Inggris pada bulan lalu, kontrak luar biasa disetujui pemerintah untuk pengiriminan penggunaan ganda atau barang ketentaraan ke Israel senilai lebih dari 7,8 miliar pound (1,312 triliun rupiah), termasuk untuk memasok pelindung tubuh, sukucadang pesawat tak berawak, dan sukucadang peluru kendali.

"Keadaan saat ini jelas berubah jika dibandingkan dengan ketika beberapa izin diberikan dan kami meninjau izin itu terhadap keadaan saat ini, tapi belum ada keputusan," kata wanita juru bicara itu.

Partai Buruh, yang beroposisi, menuduh Cameron tidak mengutuk cukup kuat perilaku Israel, yang dibantah pemerintah.

Sedikit-dikitnya 10 orang tewas pada Minggu dalam serangan terkini atas sekolah Perserikatan Bangsa-Bangsa di Gaza selatan, yang melindungi pengungsi Palestina akibat gempuran gencar Israel, kata petugas kesehatan.

Juru bicara layanan darurat Gaza Ashraf al-Qudra menyatakan, puluhan orang terluka akibat serangan itu, yang terjadi di kota Rafah, yang berbatasan dengan Mesir.

Chris Gunness, juru bicara badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pengungsi Palestina (UNRWA), menyatakan sekolah itu menampung ribuan pengungsi, yang dipaksa meninggalkan rumah mereka oleh kekerasan di Gaza.

Itu kali ketiga dalam 10 hari sekolah badan dunia tersebut ditembaki dan terjadi empat hari sesudah peluru tank Israel menghantam sekolah di kota utara, Jabaliya, menewaskan 16 orang dalam serangan, yang dikutu keras kepala Ban Perserikatan Bangsa-Bangsa Ki-moon.

Serangan Israel terhadap sekolah kelolaan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jalur Gaza utara itu menewaskan perempuan, anak-anak dan petugas badan dunia itu.

Sebelumnya, sedikit-dikitnya 15 orang tewas dan 200 terluka oleh serangan Israel di sekolah kelolaan badan dunia itu di kota utara, Beit Hanun, yang menampung ratusan pengungsi. (republika/pahamilah)


Inggris: Kami Meninjau Semua Izin Pengiriman Senjata ke Israel

 Seorang anak Palestina lari setelah dibidik tank Israel.

Pahamilah.com - Inggris mengaji semua izin penjualan senjata ke Israel dalam menanggapi peningkatan kemelut negara Yahudi itu dengan Hamas di Gaza, kata wanita juru bicara pemerintah Senin.

Israel melancarkan serangan terhadap Hamas hampir empat pekan lalu menyusul lonjakan penembakan roket lintas perbatasan. Pejabat Gaza menyatakan 1.797 orang Palestina, kebanyakan warga, tewas, sementara Israel kehilangan 64 tentara dalam pertempuran dan tiga warga akibat penembakan oleh Palestina.

"Kami meninjau semua izin pengiriman ke Israel untuk memastikan bahwa kami pikir itu sesuai," kata wanita juru bicara Perdana Menteri David Cameron kepada wartawan. Keputusan penelaahan itu diambil pada pekan lalu, katanya.

Menurut laporan panitia parlemen Inggris pada bulan lalu, kontrak luar biasa disetujui pemerintah untuk pengiriminan penggunaan ganda atau barang ketentaraan ke Israel senilai lebih dari 7,8 miliar pound (1,312 triliun rupiah), termasuk untuk memasok pelindung tubuh, sukucadang pesawat tak berawak, dan sukucadang peluru kendali.

"Keadaan saat ini jelas berubah jika dibandingkan dengan ketika beberapa izin diberikan dan kami meninjau izin itu terhadap keadaan saat ini, tapi belum ada keputusan," kata wanita juru bicara itu.

Partai Buruh, yang beroposisi, menuduh Cameron tidak mengutuk cukup kuat perilaku Israel, yang dibantah pemerintah.

Sedikit-dikitnya 10 orang tewas pada Minggu dalam serangan terkini atas sekolah Perserikatan Bangsa-Bangsa di Gaza selatan, yang melindungi pengungsi Palestina akibat gempuran gencar Israel, kata petugas kesehatan.

Juru bicara layanan darurat Gaza Ashraf al-Qudra menyatakan, puluhan orang terluka akibat serangan itu, yang terjadi di kota Rafah, yang berbatasan dengan Mesir.

Chris Gunness, juru bicara badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pengungsi Palestina (UNRWA), menyatakan sekolah itu menampung ribuan pengungsi, yang dipaksa meninggalkan rumah mereka oleh kekerasan di Gaza.

Itu kali ketiga dalam 10 hari sekolah badan dunia tersebut ditembaki dan terjadi empat hari sesudah peluru tank Israel menghantam sekolah di kota utara, Jabaliya, menewaskan 16 orang dalam serangan, yang dikutu keras kepala Ban Perserikatan Bangsa-Bangsa Ki-moon.

Serangan Israel terhadap sekolah kelolaan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jalur Gaza utara itu menewaskan perempuan, anak-anak dan petugas badan dunia itu.

Sebelumnya, sedikit-dikitnya 15 orang tewas dan 200 terluka oleh serangan Israel di sekolah kelolaan badan dunia itu di kota utara, Beit Hanun, yang menampung ratusan pengungsi. (republika/pahamilah)