middle ad
Tampilkan postingan dengan label Kontroversi Nada Al Quran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kontroversi Nada Al Quran. Tampilkan semua postingan


Oleh: Bahrul Ulum*

Belum beranjak dari kegagetannya dengan bacaan al-Qur’an yang menggunakan cengkok(langgam) Jawa pada peringatan Isra’ Miraj di Istana Negara. Tak urung, kasus ini  membuat kaum Muslimin menjadi gusar.

Belum sempat kegusaran publik atas pembacaan Al-Quran langgam Jawa, lalu beredarnya video paduan suara (grup seriosa) yang mengutip al-Qur’an disertai iringan musik.

Meski video yang beredar itu adalah kasus lama, namun fenomena ini merupakan keprihatinan yang sangat mendalam karena membaca Al-Qur’an yang diiringi musik dan menyanyikannya termasuk bentuk penistaan terhadap kalamullah. Terlepas yang melakukan Muslim atau non-Muslim, perbuatan tersebut benar-benar dilarang oleh syariat.

Kaum Muslimin sejak dulu sampai sekarang  sepakat tentang wajibnya menghormati firman Allah dan memeliharanya dari segala cacat dan cela. Al-Qur’an adalah kalamullah  dan ia merupakan salah satu sifat Allah.

Menistakan kalamullah  dengan cara menjatuhkan kehormatan dan keagungannya termasuk perbuatan kufur yang nyata. Ini dijelaskan dalam firman Allah:

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُواْ مُجْرِمِينَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman..” (QS: At-Tauba : 65-66).

Para ulama sepakat bahwa ayat ini merupakan dalil tentang kafirnya orang yang memperolok-olok Allah, ayat-ayat dan Rasul-Nya, baik dengan serius atau main-main. Para ulama berijmak, meski hanya bermain-main atau bercanda mengenai masalah ini termasuk perbuatan kufur dan pelakunya dinilai murtad dari Islam.

Al-Qadhi Iyyadh, seorang ulama bermazhab Syafi’i menegaskan bahwa orang yang melecehkan Al-Qur’an atau mushhaf terhadap sebagian isinya, maka orang tersebut dimasukkan kafir menurut kesepakatan para ulama.(Alam Syarah Asy-Syifa (II : 549).

Demikian juga Syeikh Al-Allamah Abu Bakar Muhammad Al-Husaini Al-Humashi Asy-Syafi’ie pernah menyatakan bahwa orang yang membaca al-Qur’an dengan diiringi rebana termasuk perbuatan kufur. Apalagi membacanya sambil menyanyi atau diiringi dengan musik  jauh lebih kufur dan lebih besar dosanya daripada membaca Al-Qur’an dengan menabuh rebana. [Dalam Kifayatul Akhyaar (494)].

Ulama Mazhab Hanbali, Al-Allamah Syaikh Al-Bahuti Al-Hambali menyatakan dalam kitabnya Ar-Raudhul Murabba’ Syarah Zadil Mustaqni’ hal 682 mengatakan bahwa orang yang melecehkan atau merendahkan al-Qur’an hukumnya murtad jika ia orang Islam.

Hal yang sama juga dikatakan oleh ulama Malikiya, Al-Allamah Ibnu Farhun Al-Maliki bahwa orang  melecehkan Al-Qur’an seluruhnya atau sebagian dari ayat-ayatnya, berarti telah kafir.  (Dalam Tabshiratul Hukkam II/ 214)

Pendapat para ulama tersebut didasarkan pada firman Allah;

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءهُمْ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ

“Dan sesungguhnya al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS: Fushshilat: 41-42).

Bukan hanya itu para ulama juga mengatakan bahwa orang yang ridha terhadap perbuatan yang melecehkan  al-Qur’an termasuk kafir. Ini didasarkan firman Allah: “Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam seluruhnya.” (QS: An-Nisaa : 140).

Hukuman Melecehkan Al-Qur’an 

Orang yang menjadikan ayat-ayat al-Qur’an untuk bersenda-gurau,  menari dan bermain musik, berarti ia telah menjadikan kalamullah  sebagai permainan dan bahan olok-olok dan ini hukumnya haram.

Hukuman orang yang melakukan hal tersebut, menurut para ulama, jika yang melakukan Muslim, ia dibunuh karena telah dinyatakan murtad. Jika dia kafir ahli dzimmah,  dia harus dikenai ta’zir yang sangat berat, bisa dicabut dzimmah-nya, hingga sanksi hukuman mati. Bagi orang kafir ahli harb bisa dinyatakan perang dengan mereka.

Tentu saja, untuk semua hukuman tersebut harus dilakukan oleh negara, bukan perorangan. Sebab Negara-lah yang punya tanggung jawab menjaga kehormatan dan kepentingan Islam dan kaum Muslimin.

Dalam pandangan Islam, segala bentuk penistaan terhadap Islam dan syiar-syiarnya sama dengan ajakan berperang. Rasulullah pernah memaklumkan perang terhadap Yahudi Bani Qainuqa’, karena telah menodai kehormatan seorang Muslimah, dan mengusir mereka dari Madinah.

Demikian pula pemerintahan Al-Mu’tashim juga melakukan hal yang sama terhadap orang Kristen Romawi hingga Amuriyah jatuh ke tangan kaum Muslim.

Berkaitan dengan kasus di atas, setidaknya umat Islam bisa mencegahnya, terutama para penguasa yang beragama Islam, yang saat ini sedang mendapat amanah di pemerintahan.

Kita harus ingat siksa Allah terhadap orang yang melecehkan atau menghina kalam-Nya, sangatlah berat sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Rasulullah.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, ada seorang lelaki Nashrani yang masuk Islam. Ia membaca surat Al-Baqarah dan Ali Imran. Ia biasa menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba ia kembali ke agamanya semula. Ia sering berujar: “Muhammad itu hanya tahu yang aku tuliskan untuknya saja.” Maka Allah pun mencabut nyawanya. Setelah tubuhnya dikebumikan, paginya ia kembali dimuntahkan oleh bumi. Orang-orang langsung berkomentar: “Ini pasti perbuatan Muhammad dan para sahabatnya itu. Karena ia lari darinya, sudah matipun kuburannya dibongkar dan tubuhnya dilemparkan keluar.” Maka merekapun menggali sedalam-salamnya. Namun di pagi harinya, kembali ia dimuntahkan keluar oleh bumi. Mereka kembali berkomentar: “Ini pasti perbuatan Muhammad dan para sahabatnya itu. Karena ia lari darinya, sudah matipun kuburannya dibongkar dan tubuhnya dilemparkan keluar.” Merekapun kembali menggali tanah dengan sedalam-dalamnya yang mereka bisa. Namun di pagi harinya, kembali bangkai orang itu dimuntahkan oleh bumi. Akhirnya merekapun sadar bahwa itu bukanlah perbuatan manusia. Bangkai lelaki itupun mereka campakkan begitu saja.” (HR. Bukhari).

Bagi orang di luar Islam harus sadar bahwa al-Qur’an memiliki kedudukan dan kehormatan tinggi dalam hati kaum Muslimin. Melecehkan dan menghina kehormatannya adalah perbuatan kriminal berat dan penghinaan terhadap kaum Muslimin.

Sedang bagi pihak pemerintah, jika orang yang melecehkan al-Qur’an tidak diberi hukuman atau tidak dilarang,  hal itu akan membuka pintu permainan terhadap syariat Allah.

Jika pemerintah sangat keras terhadap mereka yang menghina dan melecehkan pemerintahan dan simbol-simbol negara, kenapa hukuman tersebut tidak diberlakukan terhadap mereka yang melecehkan dan menghina kitab Allah yang menciptakan manusia? (hidayatullah/pahamilah)

*) Sekretaris Majelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI) Jawa Timur

Hukum Iringan Musik Dan Menyanyikan Ayat-ayat Al-Qur’an



Oleh: Bahrul Ulum*

Belum beranjak dari kegagetannya dengan bacaan al-Qur’an yang menggunakan cengkok(langgam) Jawa pada peringatan Isra’ Miraj di Istana Negara. Tak urung, kasus ini  membuat kaum Muslimin menjadi gusar.

Belum sempat kegusaran publik atas pembacaan Al-Quran langgam Jawa, lalu beredarnya video paduan suara (grup seriosa) yang mengutip al-Qur’an disertai iringan musik.

Meski video yang beredar itu adalah kasus lama, namun fenomena ini merupakan keprihatinan yang sangat mendalam karena membaca Al-Qur’an yang diiringi musik dan menyanyikannya termasuk bentuk penistaan terhadap kalamullah. Terlepas yang melakukan Muslim atau non-Muslim, perbuatan tersebut benar-benar dilarang oleh syariat.

Kaum Muslimin sejak dulu sampai sekarang  sepakat tentang wajibnya menghormati firman Allah dan memeliharanya dari segala cacat dan cela. Al-Qur’an adalah kalamullah  dan ia merupakan salah satu sifat Allah.

Menistakan kalamullah  dengan cara menjatuhkan kehormatan dan keagungannya termasuk perbuatan kufur yang nyata. Ini dijelaskan dalam firman Allah:

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُواْ مُجْرِمِينَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman..” (QS: At-Tauba : 65-66).

Para ulama sepakat bahwa ayat ini merupakan dalil tentang kafirnya orang yang memperolok-olok Allah, ayat-ayat dan Rasul-Nya, baik dengan serius atau main-main. Para ulama berijmak, meski hanya bermain-main atau bercanda mengenai masalah ini termasuk perbuatan kufur dan pelakunya dinilai murtad dari Islam.

Al-Qadhi Iyyadh, seorang ulama bermazhab Syafi’i menegaskan bahwa orang yang melecehkan Al-Qur’an atau mushhaf terhadap sebagian isinya, maka orang tersebut dimasukkan kafir menurut kesepakatan para ulama.(Alam Syarah Asy-Syifa (II : 549).

Demikian juga Syeikh Al-Allamah Abu Bakar Muhammad Al-Husaini Al-Humashi Asy-Syafi’ie pernah menyatakan bahwa orang yang membaca al-Qur’an dengan diiringi rebana termasuk perbuatan kufur. Apalagi membacanya sambil menyanyi atau diiringi dengan musik  jauh lebih kufur dan lebih besar dosanya daripada membaca Al-Qur’an dengan menabuh rebana. [Dalam Kifayatul Akhyaar (494)].

Ulama Mazhab Hanbali, Al-Allamah Syaikh Al-Bahuti Al-Hambali menyatakan dalam kitabnya Ar-Raudhul Murabba’ Syarah Zadil Mustaqni’ hal 682 mengatakan bahwa orang yang melecehkan atau merendahkan al-Qur’an hukumnya murtad jika ia orang Islam.

Hal yang sama juga dikatakan oleh ulama Malikiya, Al-Allamah Ibnu Farhun Al-Maliki bahwa orang  melecehkan Al-Qur’an seluruhnya atau sebagian dari ayat-ayatnya, berarti telah kafir.  (Dalam Tabshiratul Hukkam II/ 214)

Pendapat para ulama tersebut didasarkan pada firman Allah;

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءهُمْ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ

“Dan sesungguhnya al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS: Fushshilat: 41-42).

Bukan hanya itu para ulama juga mengatakan bahwa orang yang ridha terhadap perbuatan yang melecehkan  al-Qur’an termasuk kafir. Ini didasarkan firman Allah: “Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam seluruhnya.” (QS: An-Nisaa : 140).

Hukuman Melecehkan Al-Qur’an 

Orang yang menjadikan ayat-ayat al-Qur’an untuk bersenda-gurau,  menari dan bermain musik, berarti ia telah menjadikan kalamullah  sebagai permainan dan bahan olok-olok dan ini hukumnya haram.

Hukuman orang yang melakukan hal tersebut, menurut para ulama, jika yang melakukan Muslim, ia dibunuh karena telah dinyatakan murtad. Jika dia kafir ahli dzimmah,  dia harus dikenai ta’zir yang sangat berat, bisa dicabut dzimmah-nya, hingga sanksi hukuman mati. Bagi orang kafir ahli harb bisa dinyatakan perang dengan mereka.

Tentu saja, untuk semua hukuman tersebut harus dilakukan oleh negara, bukan perorangan. Sebab Negara-lah yang punya tanggung jawab menjaga kehormatan dan kepentingan Islam dan kaum Muslimin.

Dalam pandangan Islam, segala bentuk penistaan terhadap Islam dan syiar-syiarnya sama dengan ajakan berperang. Rasulullah pernah memaklumkan perang terhadap Yahudi Bani Qainuqa’, karena telah menodai kehormatan seorang Muslimah, dan mengusir mereka dari Madinah.

Demikian pula pemerintahan Al-Mu’tashim juga melakukan hal yang sama terhadap orang Kristen Romawi hingga Amuriyah jatuh ke tangan kaum Muslim.

Berkaitan dengan kasus di atas, setidaknya umat Islam bisa mencegahnya, terutama para penguasa yang beragama Islam, yang saat ini sedang mendapat amanah di pemerintahan.

Kita harus ingat siksa Allah terhadap orang yang melecehkan atau menghina kalam-Nya, sangatlah berat sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Rasulullah.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, ada seorang lelaki Nashrani yang masuk Islam. Ia membaca surat Al-Baqarah dan Ali Imran. Ia biasa menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba ia kembali ke agamanya semula. Ia sering berujar: “Muhammad itu hanya tahu yang aku tuliskan untuknya saja.” Maka Allah pun mencabut nyawanya. Setelah tubuhnya dikebumikan, paginya ia kembali dimuntahkan oleh bumi. Orang-orang langsung berkomentar: “Ini pasti perbuatan Muhammad dan para sahabatnya itu. Karena ia lari darinya, sudah matipun kuburannya dibongkar dan tubuhnya dilemparkan keluar.” Maka merekapun menggali sedalam-salamnya. Namun di pagi harinya, kembali ia dimuntahkan keluar oleh bumi. Mereka kembali berkomentar: “Ini pasti perbuatan Muhammad dan para sahabatnya itu. Karena ia lari darinya, sudah matipun kuburannya dibongkar dan tubuhnya dilemparkan keluar.” Merekapun kembali menggali tanah dengan sedalam-dalamnya yang mereka bisa. Namun di pagi harinya, kembali bangkai orang itu dimuntahkan oleh bumi. Akhirnya merekapun sadar bahwa itu bukanlah perbuatan manusia. Bangkai lelaki itupun mereka campakkan begitu saja.” (HR. Bukhari).

Bagi orang di luar Islam harus sadar bahwa al-Qur’an memiliki kedudukan dan kehormatan tinggi dalam hati kaum Muslimin. Melecehkan dan menghina kehormatannya adalah perbuatan kriminal berat dan penghinaan terhadap kaum Muslimin.

Sedang bagi pihak pemerintah, jika orang yang melecehkan al-Qur’an tidak diberi hukuman atau tidak dilarang,  hal itu akan membuka pintu permainan terhadap syariat Allah.

Jika pemerintah sangat keras terhadap mereka yang menghina dan melecehkan pemerintahan dan simbol-simbol negara, kenapa hukuman tersebut tidak diberlakukan terhadap mereka yang melecehkan dan menghina kitab Allah yang menciptakan manusia? (hidayatullah/pahamilah)

*) Sekretaris Majelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI) Jawa Timur
 KH Muammar ZA, juara internasional bacaan Quran

Pahamilah.com - Qori’ Internasional KH Muammar ZA mengatakan membacakan Al Qur’an dengan langgam Jawa dan Sunda sebagai contoh, adalah cara membaca yang dilarang oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.

Pernyataan Muammar ZA ini disampaikan dalam sebuah video tutorial tentang tata-cara dan adab membaca Al-Quran. Video tutorial ini diunggah pertama kali oleh Amin Mungamar di akun Youtube 17 Mei  2015, dua hari pasca pembacaan Al-Quran langgam Jawa dalam Peringatan Isra’ Mi’raj di Istana Negara hari Jum’at (15/05/2015) yang akhirnya menimbulkan polemik.



Video unggahan Amin Mungamar ini merupakan rekaman Kaset Bimbingan Tilawatil Qur’an edisi VIII B.  Yang menarik, pria seorang hafidz (penghafal Al-Qur’an) dan qari’ (pelantun Al-Qur’an) ini memberikan contoh potongan-potongan bacaan Al-Quran dalam langgam Jawa dan Sunda, jauh lebih baik dari bacaan Mohammad Yasser Arafat saat membaca di Istana Negara.

Berikut kutipan Muammar ZA dalam video ini terkait larangan langgam Jawa dan Sunda untuk membaca Al-Quran;

“Rasul memerintahkan kepada kita untuk menghiasi AL Qur’an agar lebih bagus lagi dengan suara yang bagus dengan lagu yang bagus, tetapi dengan lagu Arab.

Kata Rasul : “اقْرَءُوا الْقُرْآنَ بِلُحُونِ الْعَرَبِ ” Baca Al Qur’an dengan lagu, dengan dialeg Arab.

Hiasi AL Qur’an yang sudah sangat indah itu dengan suaramu yang bagus. Sesungguhnya suara yang bagus itu akan menambah kehebatan Al-Qur’an.

Jadi para pendengar, bahwa kita diperintahkan membaca Al-Qur’an dengan bahasa, dialeg, serta lagu Arab. Ya kalau dengan lagu lagu lain bisa saja. Cuma nampaknya ggak enak, ggak selaras, ggak serasi. Saya bisa saja membaca Al-Qur’an dengan lagu Sunda, saya bisa baca Al-Qur’an dengan lagu Jawa misalnya.

Mungkin dari segi tajwidnya tidak terlalu salah. Akan tetapi dari segi dzuq nya, dari segi lain lainnya kurang baik dan tidak serasi.

Anda Mau contoh?
Dengan Lagu Jawa misalnya. Begini: (Muammar akhirnya membaca Surat At Tin dengan langgam Jawa sangat indah). Nampaknya Lucu sekali. Anda teliti dari segi tajwidnya mungkin tidak terlalu salah. Sulit dicari kesalahannya. Tetapi dari segi Lahna, dari segi Dzuq, itu sudah jauh sekali. Dan tentu Rasul Sudah melarang ini.

Sekarang ada yang suka baca-baca dengan lagu Sunda yang terasa ggak enak.

Kita dengarkan, ada yang baca begini: (Muammar membaca surat Al Fatihah dengan lamnggam Sunda menirukan lagu Manuk Dadali dengan sangat menarik).

Astagfirullah, itu cuma contoh saya mohon maaf. Kayaknya main-main. Itu yang Rasul larang.
Al-Qur’an Kalamullah, diturunkan di Saudi Arabia, diturunkan dengan Bahasa Arab. Disuruh dibaca dengan lagu Arab. Jadi rasanya ganjil kalau dilagukan dengan lagu-lagu lain.
Maaf itu cuma contoh saja, dan pasti Anda mendengarnya tidak enak.” 

Segudang Prestasi
Muammar bernama lengkap Muammad Zainal Asyikini (disingkat Muammar ZA) lahir di Pemalang Jawa Tengah pada 14 Juni 1954 bukan sosok asing dalam dunia qori’.

Ia dikenal memiliki segudang prestasi yang berhubungan dunia qiro’ah Al-Quran. Di antaranya, ia pernah menjadi juara 1 MTQ Se Propinsi DIY tahun 1967.  Selain itu, selama tiga kali berturut-turut (1967, 1972, 1973) menjuarai MTQ tingkal nasional mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Tahun 1979 menjadi 1986 menjadi juara dalam lomba qori’ tingkat Internasional. Atas berbagai keberhasilannya ia kerap diundang keliling di berbagai belahan dunia. Di antaranya dia diundang mengaji di Istana Raja Hasanah Bolikia (Brunei), Istana Yang Dipertuan Agong Malaysia hingga Jazirah Arab.

Meski lantunan Muammar ZA dalam langgam Jawa dan Sunda sangat indah, ia tetap menyebutnya pembacaan seperti itu dilarang Nabi. (hidayatullah/pahamilah)

[Video] Qori’ Internasional KH Muammar ZA: Baca Al-Qur’an Langgam Jawa Dilarang Nabi

 KH Muammar ZA, juara internasional bacaan Quran

Pahamilah.com - Qori’ Internasional KH Muammar ZA mengatakan membacakan Al Qur’an dengan langgam Jawa dan Sunda sebagai contoh, adalah cara membaca yang dilarang oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.

Pernyataan Muammar ZA ini disampaikan dalam sebuah video tutorial tentang tata-cara dan adab membaca Al-Quran. Video tutorial ini diunggah pertama kali oleh Amin Mungamar di akun Youtube 17 Mei  2015, dua hari pasca pembacaan Al-Quran langgam Jawa dalam Peringatan Isra’ Mi’raj di Istana Negara hari Jum’at (15/05/2015) yang akhirnya menimbulkan polemik.



Video unggahan Amin Mungamar ini merupakan rekaman Kaset Bimbingan Tilawatil Qur’an edisi VIII B.  Yang menarik, pria seorang hafidz (penghafal Al-Qur’an) dan qari’ (pelantun Al-Qur’an) ini memberikan contoh potongan-potongan bacaan Al-Quran dalam langgam Jawa dan Sunda, jauh lebih baik dari bacaan Mohammad Yasser Arafat saat membaca di Istana Negara.

Berikut kutipan Muammar ZA dalam video ini terkait larangan langgam Jawa dan Sunda untuk membaca Al-Quran;

“Rasul memerintahkan kepada kita untuk menghiasi AL Qur’an agar lebih bagus lagi dengan suara yang bagus dengan lagu yang bagus, tetapi dengan lagu Arab.

Kata Rasul : “اقْرَءُوا الْقُرْآنَ بِلُحُونِ الْعَرَبِ ” Baca Al Qur’an dengan lagu, dengan dialeg Arab.

Hiasi AL Qur’an yang sudah sangat indah itu dengan suaramu yang bagus. Sesungguhnya suara yang bagus itu akan menambah kehebatan Al-Qur’an.

Jadi para pendengar, bahwa kita diperintahkan membaca Al-Qur’an dengan bahasa, dialeg, serta lagu Arab. Ya kalau dengan lagu lagu lain bisa saja. Cuma nampaknya ggak enak, ggak selaras, ggak serasi. Saya bisa saja membaca Al-Qur’an dengan lagu Sunda, saya bisa baca Al-Qur’an dengan lagu Jawa misalnya.

Mungkin dari segi tajwidnya tidak terlalu salah. Akan tetapi dari segi dzuq nya, dari segi lain lainnya kurang baik dan tidak serasi.

Anda Mau contoh?
Dengan Lagu Jawa misalnya. Begini: (Muammar akhirnya membaca Surat At Tin dengan langgam Jawa sangat indah). Nampaknya Lucu sekali. Anda teliti dari segi tajwidnya mungkin tidak terlalu salah. Sulit dicari kesalahannya. Tetapi dari segi Lahna, dari segi Dzuq, itu sudah jauh sekali. Dan tentu Rasul Sudah melarang ini.

Sekarang ada yang suka baca-baca dengan lagu Sunda yang terasa ggak enak.

Kita dengarkan, ada yang baca begini: (Muammar membaca surat Al Fatihah dengan lamnggam Sunda menirukan lagu Manuk Dadali dengan sangat menarik).

Astagfirullah, itu cuma contoh saya mohon maaf. Kayaknya main-main. Itu yang Rasul larang.
Al-Qur’an Kalamullah, diturunkan di Saudi Arabia, diturunkan dengan Bahasa Arab. Disuruh dibaca dengan lagu Arab. Jadi rasanya ganjil kalau dilagukan dengan lagu-lagu lain.
Maaf itu cuma contoh saja, dan pasti Anda mendengarnya tidak enak.” 

Segudang Prestasi
Muammar bernama lengkap Muammad Zainal Asyikini (disingkat Muammar ZA) lahir di Pemalang Jawa Tengah pada 14 Juni 1954 bukan sosok asing dalam dunia qori’.

Ia dikenal memiliki segudang prestasi yang berhubungan dunia qiro’ah Al-Quran. Di antaranya, ia pernah menjadi juara 1 MTQ Se Propinsi DIY tahun 1967.  Selain itu, selama tiga kali berturut-turut (1967, 1972, 1973) menjuarai MTQ tingkal nasional mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Tahun 1979 menjadi 1986 menjadi juara dalam lomba qori’ tingkat Internasional. Atas berbagai keberhasilannya ia kerap diundang keliling di berbagai belahan dunia. Di antaranya dia diundang mengaji di Istana Raja Hasanah Bolikia (Brunei), Istana Yang Dipertuan Agong Malaysia hingga Jazirah Arab.

Meski lantunan Muammar ZA dalam langgam Jawa dan Sunda sangat indah, ia tetap menyebutnya pembacaan seperti itu dilarang Nabi. (hidayatullah/pahamilah)
 Imbau Baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa, Sebaiknya Menag Contohi Nyanyikan “Indonesia Raya” dengan Langgam “Cocak Rowo”

Oleh Hartono Ahmad Jaiz

Sebelum melontarkan dan mempertahankan imbauan baca Quran dengan Langgam Jawa, sebaiknya Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin mencontohi lebih dulu menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dengan langgam “Cocak Rowo”.

Atau sekalian yang asli langgam Jawa, misalnya Megatruh (Memecat Nyawa). Atau sekalian langgam Jawa Pucung (alias pocong) yang misinya agar jenazah dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikubur.

Nanti pihak yang tahu betul tentang budaya Jawa akan bertanya: Maksudnya ini ngalup atau biar cepat mati atau bagaimana? Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” kok dinyanyikan dengan Langgam Pucung alias Pocong?

Perlu diketahui, ilmu untuk membaca Al-Qur’an itu sudah ada. Ada ilmu tajwid, ada ilmu qiroah, di samping dalam hal pembacaan isinya memerlukan ilmu-ilmu alat yang lain, ilmu Bahasa Arab yang bersumber dan berkaitan dengan Al-Qur’an seperti nahwu, sharaf, balaghah.

Dalam sastra Arab ada ilmu tentang syair (dengan lagunya) yang disebut ilmu ‘Arudh (wal qawafi). Misalnya syair “Ya rabbi bil…” (saya tidak berarti setuju dengan isinya, ini hanya contoh) itu lagu dan wazan serta qafiyahnya sudah tertentu seperti itu, karena bait-baitnya itu disusun dalam jenis yang aturan bait-baitnya dan lagunya memang seperti itu.

Tidak ada orang Arab atau di dunia ini yang mengimbau untuk membaca Al-Qur’an dengan Langgam Arab (dalam hal ini contohnya  syair Ya Rabbi bil…).

Itu membuktikan,  langgam Arab yang ilmunya adalah Ilmu ‘Arudh walqawafi tidak digunakan untuk membaca Al-Qur’an.

Betapa jauhnya nanti kalau baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa?

Misal membaca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa Asmorondono (Asmarandana) yang bernada hasrat cinta kepada wanita secara menggebu? Padahal di dalam Al-Qur’an banyak ancaman siksa neraka?
Lontaran Menteri Agama itu telah dia akui sudah dipraktekkan dalam suatu acara nasional, membaca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa. Bahkan dikatakan, nantinya akan divestifalkan.
Persoalannya dapat diurai secara sederhana sebagai berikut:
  1. Seandainya itu memang murni untuk memajukan Islam, maka itu namanya berdakwah tanpa ilmu.
  2. Seandainya itu karena menyemangati Umat Islam, hingga akan divestifalkan segala, itu merupakan proyek, maka itu proyek yang buta akan asas prioritas. Kenapa? Karena, tidak ada kebutuhan untuk itu, bahkan yang dibutuhkan adalah mendidik Umat Islam ini agar membaca Al-Qur’annya benar bacaannya, lalu mempelajari isinya, kemudian untuk diamalkan. Itu prioritas.
  1. Seandainya imbauan baca Qur’an dengan Langgam Jawa itu ada maksud lain di balik itu, maka ingat, ada ancaman Allah.
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشۡتَرِي لَهۡوَ ٱلۡحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًاۚ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٞ مُّهِينٞ ٦ [سورة لقمان,٦

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan (Q.S. Luqman: 6).

ذَٰلِكُم بِأَنَّكُمُ ٱتَّخَذۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوٗا وَغَرَّتۡكُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَاۚ فَٱلۡيَوۡمَ لَا يُخۡرَجُونَ مِنۡهَا وَلَا هُمۡ يُسۡتَعۡتَبُونَ ٣٥ [سورة الجاثية,٣٥

Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia, maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat. (Q.S. Al Jatsiyah: 35).

Contoh persoalannya, ketika membaca ayat-ayat tentang siksa neraka tapi dengan langgam Asmarandana yang kaitannya dengan asmara, bukankah itu mengolok-olok ayat?

Bagaimana bisa masuk akal orang yang waras, kalau ayat-ayat suci Al-Qur’an yang berisi ancaman siksa neraka bagi orang-orang munafik dan sebagainya, tahu-tahu dibaca dengan Langgam Jawa Asmarandana yang mengenai kasmaran, cinta-cintaan?

Kata Allah Ta’ala dalam al-Qur’an: Afalaa ta’qiluun? (Apakah kamu sekalian tidak berakal, tidak memahaminya?).

{ لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ} [الأنبياء: 10

Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya (Q.S. Al Anbiya: 10)

Dari 3 persoalan tersebut di atas, mungkin yang tampaknya ringan adalah nomor satu yaitu: memang murni untuk memajukan Islam. Tapi ternyata itu termasuk berdakwah tanpa ilmu. Dikhawatirkan, itu justru termasuk yang disebutkan dalam hadits Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam ini:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh kedustaan, saat itu pendusta dipercaya, sedangkan orang benar justru didustakan, pengkhianat diberikan amanah, orang yang amanah justru dikhianati, dan saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya:“Apakah Ruwaibidhah itu?”Beliau bersabda: “Seorang laki-laki yang bodoh namun dia membicarakan urusan orang banyak.”(HR. Ibnu Majah No. 4036, Ahmad No. 7912, Al-Bazzar No. 2740 , Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin No. 47, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 8439, dengan lafaz: “Ar Rajulut Taafih yatakallamu fi Amril ‘aammah – Seorang laki-laki bodoh yang membicarakan urusan orang banyak.” Imam Al-Hakim mengatakan: “Isnadnya shahih tapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya.” Imam Adz-Dzahabi juga menshahihkan dalam At-Talkhis-nya).

Apabila lontaran Menag itu termasuk kategori 2 yakni proyek yang buta akan asas prioritas; maka berarti itu proyek yang tidak diperlukan alias mubadzir. Sedangkan orang yang bertindak mubadzir itu adalah teman syaitan.

{ إِنَّالْمُبَذِّرِينَكَانُواإِخْوَانَالشَّيَاطِينِوَكَانَالشَّيْطَانُلِرَبِّهِكَفُورًا} [الإسراء: 27

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S. Al Isra: 27).

Selanjutnya, bila yang dilontarkan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin itu ada maksud lain, atau malah mendukung lontaran ketua umum NU Said Aqil Siradj dan orang liberal yang ingin memasarkan apa yang disebut Islam Nusantara; maka sangat mengerikan. Karena ancaman ayatnya cukup jelas dan tegas seperti tersebut di atas [Lihat: Al Jatsiyah35 di atas.]. Afalaa ta’qiluun?
Wallahu a’lam bisshowab. (panjimas/pahamilah)

Imbau Baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa, Coba Menag Contohkan Nyanyi Indonesia Raya Berlanggam Cucak Rowo

 Imbau Baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa, Sebaiknya Menag Contohi Nyanyikan “Indonesia Raya” dengan Langgam “Cocak Rowo”

Oleh Hartono Ahmad Jaiz

Sebelum melontarkan dan mempertahankan imbauan baca Quran dengan Langgam Jawa, sebaiknya Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin mencontohi lebih dulu menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dengan langgam “Cocak Rowo”.

Atau sekalian yang asli langgam Jawa, misalnya Megatruh (Memecat Nyawa). Atau sekalian langgam Jawa Pucung (alias pocong) yang misinya agar jenazah dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikubur.

Nanti pihak yang tahu betul tentang budaya Jawa akan bertanya: Maksudnya ini ngalup atau biar cepat mati atau bagaimana? Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” kok dinyanyikan dengan Langgam Pucung alias Pocong?

Perlu diketahui, ilmu untuk membaca Al-Qur’an itu sudah ada. Ada ilmu tajwid, ada ilmu qiroah, di samping dalam hal pembacaan isinya memerlukan ilmu-ilmu alat yang lain, ilmu Bahasa Arab yang bersumber dan berkaitan dengan Al-Qur’an seperti nahwu, sharaf, balaghah.

Dalam sastra Arab ada ilmu tentang syair (dengan lagunya) yang disebut ilmu ‘Arudh (wal qawafi). Misalnya syair “Ya rabbi bil…” (saya tidak berarti setuju dengan isinya, ini hanya contoh) itu lagu dan wazan serta qafiyahnya sudah tertentu seperti itu, karena bait-baitnya itu disusun dalam jenis yang aturan bait-baitnya dan lagunya memang seperti itu.

Tidak ada orang Arab atau di dunia ini yang mengimbau untuk membaca Al-Qur’an dengan Langgam Arab (dalam hal ini contohnya  syair Ya Rabbi bil…).

Itu membuktikan,  langgam Arab yang ilmunya adalah Ilmu ‘Arudh walqawafi tidak digunakan untuk membaca Al-Qur’an.

Betapa jauhnya nanti kalau baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa?

Misal membaca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa Asmorondono (Asmarandana) yang bernada hasrat cinta kepada wanita secara menggebu? Padahal di dalam Al-Qur’an banyak ancaman siksa neraka?
Lontaran Menteri Agama itu telah dia akui sudah dipraktekkan dalam suatu acara nasional, membaca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa. Bahkan dikatakan, nantinya akan divestifalkan.
Persoalannya dapat diurai secara sederhana sebagai berikut:
  1. Seandainya itu memang murni untuk memajukan Islam, maka itu namanya berdakwah tanpa ilmu.
  2. Seandainya itu karena menyemangati Umat Islam, hingga akan divestifalkan segala, itu merupakan proyek, maka itu proyek yang buta akan asas prioritas. Kenapa? Karena, tidak ada kebutuhan untuk itu, bahkan yang dibutuhkan adalah mendidik Umat Islam ini agar membaca Al-Qur’annya benar bacaannya, lalu mempelajari isinya, kemudian untuk diamalkan. Itu prioritas.
  1. Seandainya imbauan baca Qur’an dengan Langgam Jawa itu ada maksud lain di balik itu, maka ingat, ada ancaman Allah.
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشۡتَرِي لَهۡوَ ٱلۡحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًاۚ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٞ مُّهِينٞ ٦ [سورة لقمان,٦

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan (Q.S. Luqman: 6).

ذَٰلِكُم بِأَنَّكُمُ ٱتَّخَذۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوٗا وَغَرَّتۡكُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَاۚ فَٱلۡيَوۡمَ لَا يُخۡرَجُونَ مِنۡهَا وَلَا هُمۡ يُسۡتَعۡتَبُونَ ٣٥ [سورة الجاثية,٣٥

Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia, maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat. (Q.S. Al Jatsiyah: 35).

Contoh persoalannya, ketika membaca ayat-ayat tentang siksa neraka tapi dengan langgam Asmarandana yang kaitannya dengan asmara, bukankah itu mengolok-olok ayat?

Bagaimana bisa masuk akal orang yang waras, kalau ayat-ayat suci Al-Qur’an yang berisi ancaman siksa neraka bagi orang-orang munafik dan sebagainya, tahu-tahu dibaca dengan Langgam Jawa Asmarandana yang mengenai kasmaran, cinta-cintaan?

Kata Allah Ta’ala dalam al-Qur’an: Afalaa ta’qiluun? (Apakah kamu sekalian tidak berakal, tidak memahaminya?).

{ لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ} [الأنبياء: 10

Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya (Q.S. Al Anbiya: 10)

Dari 3 persoalan tersebut di atas, mungkin yang tampaknya ringan adalah nomor satu yaitu: memang murni untuk memajukan Islam. Tapi ternyata itu termasuk berdakwah tanpa ilmu. Dikhawatirkan, itu justru termasuk yang disebutkan dalam hadits Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam ini:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh kedustaan, saat itu pendusta dipercaya, sedangkan orang benar justru didustakan, pengkhianat diberikan amanah, orang yang amanah justru dikhianati, dan saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya:“Apakah Ruwaibidhah itu?”Beliau bersabda: “Seorang laki-laki yang bodoh namun dia membicarakan urusan orang banyak.”(HR. Ibnu Majah No. 4036, Ahmad No. 7912, Al-Bazzar No. 2740 , Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin No. 47, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 8439, dengan lafaz: “Ar Rajulut Taafih yatakallamu fi Amril ‘aammah – Seorang laki-laki bodoh yang membicarakan urusan orang banyak.” Imam Al-Hakim mengatakan: “Isnadnya shahih tapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya.” Imam Adz-Dzahabi juga menshahihkan dalam At-Talkhis-nya).

Apabila lontaran Menag itu termasuk kategori 2 yakni proyek yang buta akan asas prioritas; maka berarti itu proyek yang tidak diperlukan alias mubadzir. Sedangkan orang yang bertindak mubadzir itu adalah teman syaitan.

{ إِنَّالْمُبَذِّرِينَكَانُواإِخْوَانَالشَّيَاطِينِوَكَانَالشَّيْطَانُلِرَبِّهِكَفُورًا} [الإسراء: 27

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S. Al Isra: 27).

Selanjutnya, bila yang dilontarkan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin itu ada maksud lain, atau malah mendukung lontaran ketua umum NU Said Aqil Siradj dan orang liberal yang ingin memasarkan apa yang disebut Islam Nusantara; maka sangat mengerikan. Karena ancaman ayatnya cukup jelas dan tegas seperti tersebut di atas [Lihat: Al Jatsiyah35 di atas.]. Afalaa ta’qiluun?
Wallahu a’lam bisshowab. (panjimas/pahamilah)
Guru Besar Ilmu Fiqih IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Prof. Dr Ahmad Zahro

Pahamilah.com - Polemik pembacaan Al-Qur’an dengan langgam Jawa pada perayaan Isra’ Mi’raj di Istana Negara Jum’at Malam 15 Mei 2015 lalu masih terus menuai kritik di tengah masyarakat.

Guru Besar Ilmu Fiqih UIN Sunan Ampel Surabaya dan Prof. Dr Ahmad Zahro, yang juga seorang hafidz qur’an berpendapat bahwa kejadian itu merupakan bentuk peninggalan identitas al-Qur’an.

“Pembacaan Al-Qur’an pada Isra’ Mi’raj di Istana kemarin mengindikasikan meninggalkan identitas Al-Qur’an. Sebagaimana dikatakan hadits pada akhir zaman akan ada orang-orang yang membaca Al-Qur’an mengikuti  orang yang fasiq,“ ujar Ahmad Zahro saat ditemui di Gedung Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu (20/05/2015).

Saat ditanya mengenai alasan yang membuat pembacaan qira’ah menggunakan langgam Jawa menurutnya hal tidak ada kaidahnya dalam tilawah Al-Quran.

“Jelas tidak setuju karena tidak Araby, bahwa membaca Al-Qur’an harus menggunakan nagham (lagu) Arab. Haditsnya pun sudah jelas dan terkenal. Akan tetapi jika mungkin hanya menjadi sebatas sisipan bisa jadi boleh-boleh saja, selama tidak melanggar kaidah. Tapi kalau yang di Istana kemarin jelas ndak bisa, banyak pelanggaran di sana,” ujarnya.

Pria yang beberapa kali menjadi hakim Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Nasional maupun MTQ Tingkat Internasional mengingatkan agar membaca Al-Quran sesuai anjuran Nabi saja.

“Bacalah Al-Quran sesuai dengan cara dan suara orang-orang Arab. Dan jauhilah olehmu cara baca orang-orang fasik dan berdosa besar. Maka sesungguhnya akan datang beberapa kaum setelahku melagukan Al-Qur’an seperti nyanyian dan rahbaniah (membaca tanpa tadabbur) dan nyanyian. Suara mereka tidak dapat melewati tenggorokan mereka (tidak dapat meresap ke dalam hati). Hati mereka dan orang-orang yang simpati kepada mereka telah terfitnah (keluar dari jalan yang lurus),” ujarnya mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al Baihaqi dan Imam At Tabharani.

Menurutnya, dalam dunia tilawah  tidak ada satupun ajang MTQ yang menggunakan langgam Jawa. [baca juga: Mantan Hakim MTQ: Pembacaan Quran Langgam Jawa Akan Picu Masalah]   

“Walaupun dikatakan bertujuan untuk menjaga tradisi Nusantara, tetapi dalam ajang MTQ di Indonesia sekalipun, tidak ada peserta yang menggunakan langgam Jawa. Semua menggunakan Araby,” terangnya. (hidayatullah/pahamilah)

Guru Besar Ilmu Fikih UINSA Sebut Pembacaan Qira’ah Langgam Jawa Tinggalkan Identitas Al-Qur’an

Guru Besar Ilmu Fiqih IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Prof. Dr Ahmad Zahro

Pahamilah.com - Polemik pembacaan Al-Qur’an dengan langgam Jawa pada perayaan Isra’ Mi’raj di Istana Negara Jum’at Malam 15 Mei 2015 lalu masih terus menuai kritik di tengah masyarakat.

Guru Besar Ilmu Fiqih UIN Sunan Ampel Surabaya dan Prof. Dr Ahmad Zahro, yang juga seorang hafidz qur’an berpendapat bahwa kejadian itu merupakan bentuk peninggalan identitas al-Qur’an.

“Pembacaan Al-Qur’an pada Isra’ Mi’raj di Istana kemarin mengindikasikan meninggalkan identitas Al-Qur’an. Sebagaimana dikatakan hadits pada akhir zaman akan ada orang-orang yang membaca Al-Qur’an mengikuti  orang yang fasiq,“ ujar Ahmad Zahro saat ditemui di Gedung Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu (20/05/2015).

Saat ditanya mengenai alasan yang membuat pembacaan qira’ah menggunakan langgam Jawa menurutnya hal tidak ada kaidahnya dalam tilawah Al-Quran.

“Jelas tidak setuju karena tidak Araby, bahwa membaca Al-Qur’an harus menggunakan nagham (lagu) Arab. Haditsnya pun sudah jelas dan terkenal. Akan tetapi jika mungkin hanya menjadi sebatas sisipan bisa jadi boleh-boleh saja, selama tidak melanggar kaidah. Tapi kalau yang di Istana kemarin jelas ndak bisa, banyak pelanggaran di sana,” ujarnya.

Pria yang beberapa kali menjadi hakim Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Nasional maupun MTQ Tingkat Internasional mengingatkan agar membaca Al-Quran sesuai anjuran Nabi saja.

“Bacalah Al-Quran sesuai dengan cara dan suara orang-orang Arab. Dan jauhilah olehmu cara baca orang-orang fasik dan berdosa besar. Maka sesungguhnya akan datang beberapa kaum setelahku melagukan Al-Qur’an seperti nyanyian dan rahbaniah (membaca tanpa tadabbur) dan nyanyian. Suara mereka tidak dapat melewati tenggorokan mereka (tidak dapat meresap ke dalam hati). Hati mereka dan orang-orang yang simpati kepada mereka telah terfitnah (keluar dari jalan yang lurus),” ujarnya mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al Baihaqi dan Imam At Tabharani.

Menurutnya, dalam dunia tilawah  tidak ada satupun ajang MTQ yang menggunakan langgam Jawa. [baca juga: Mantan Hakim MTQ: Pembacaan Quran Langgam Jawa Akan Picu Masalah]   

“Walaupun dikatakan bertujuan untuk menjaga tradisi Nusantara, tetapi dalam ajang MTQ di Indonesia sekalipun, tidak ada peserta yang menggunakan langgam Jawa. Semua menggunakan Araby,” terangnya. (hidayatullah/pahamilah)