middle ad
 KH Muammar ZA, juara internasional bacaan Quran

Pahamilah.com - Qori’ Internasional KH Muammar ZA mengatakan membacakan Al Qur’an dengan langgam Jawa dan Sunda sebagai contoh, adalah cara membaca yang dilarang oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.

Pernyataan Muammar ZA ini disampaikan dalam sebuah video tutorial tentang tata-cara dan adab membaca Al-Quran. Video tutorial ini diunggah pertama kali oleh Amin Mungamar di akun Youtube 17 Mei  2015, dua hari pasca pembacaan Al-Quran langgam Jawa dalam Peringatan Isra’ Mi’raj di Istana Negara hari Jum’at (15/05/2015) yang akhirnya menimbulkan polemik.



Video unggahan Amin Mungamar ini merupakan rekaman Kaset Bimbingan Tilawatil Qur’an edisi VIII B.  Yang menarik, pria seorang hafidz (penghafal Al-Qur’an) dan qari’ (pelantun Al-Qur’an) ini memberikan contoh potongan-potongan bacaan Al-Quran dalam langgam Jawa dan Sunda, jauh lebih baik dari bacaan Mohammad Yasser Arafat saat membaca di Istana Negara.

Berikut kutipan Muammar ZA dalam video ini terkait larangan langgam Jawa dan Sunda untuk membaca Al-Quran;

“Rasul memerintahkan kepada kita untuk menghiasi AL Qur’an agar lebih bagus lagi dengan suara yang bagus dengan lagu yang bagus, tetapi dengan lagu Arab.

Kata Rasul : “اقْرَءُوا الْقُرْآنَ بِلُحُونِ الْعَرَبِ ” Baca Al Qur’an dengan lagu, dengan dialeg Arab.

Hiasi AL Qur’an yang sudah sangat indah itu dengan suaramu yang bagus. Sesungguhnya suara yang bagus itu akan menambah kehebatan Al-Qur’an.

Jadi para pendengar, bahwa kita diperintahkan membaca Al-Qur’an dengan bahasa, dialeg, serta lagu Arab. Ya kalau dengan lagu lagu lain bisa saja. Cuma nampaknya ggak enak, ggak selaras, ggak serasi. Saya bisa saja membaca Al-Qur’an dengan lagu Sunda, saya bisa baca Al-Qur’an dengan lagu Jawa misalnya.

Mungkin dari segi tajwidnya tidak terlalu salah. Akan tetapi dari segi dzuq nya, dari segi lain lainnya kurang baik dan tidak serasi.

Anda Mau contoh?
Dengan Lagu Jawa misalnya. Begini: (Muammar akhirnya membaca Surat At Tin dengan langgam Jawa sangat indah). Nampaknya Lucu sekali. Anda teliti dari segi tajwidnya mungkin tidak terlalu salah. Sulit dicari kesalahannya. Tetapi dari segi Lahna, dari segi Dzuq, itu sudah jauh sekali. Dan tentu Rasul Sudah melarang ini.

Sekarang ada yang suka baca-baca dengan lagu Sunda yang terasa ggak enak.

Kita dengarkan, ada yang baca begini: (Muammar membaca surat Al Fatihah dengan lamnggam Sunda menirukan lagu Manuk Dadali dengan sangat menarik).

Astagfirullah, itu cuma contoh saya mohon maaf. Kayaknya main-main. Itu yang Rasul larang.
Al-Qur’an Kalamullah, diturunkan di Saudi Arabia, diturunkan dengan Bahasa Arab. Disuruh dibaca dengan lagu Arab. Jadi rasanya ganjil kalau dilagukan dengan lagu-lagu lain.
Maaf itu cuma contoh saja, dan pasti Anda mendengarnya tidak enak.” 

Segudang Prestasi
Muammar bernama lengkap Muammad Zainal Asyikini (disingkat Muammar ZA) lahir di Pemalang Jawa Tengah pada 14 Juni 1954 bukan sosok asing dalam dunia qori’.

Ia dikenal memiliki segudang prestasi yang berhubungan dunia qiro’ah Al-Quran. Di antaranya, ia pernah menjadi juara 1 MTQ Se Propinsi DIY tahun 1967.  Selain itu, selama tiga kali berturut-turut (1967, 1972, 1973) menjuarai MTQ tingkal nasional mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Tahun 1979 menjadi 1986 menjadi juara dalam lomba qori’ tingkat Internasional. Atas berbagai keberhasilannya ia kerap diundang keliling di berbagai belahan dunia. Di antaranya dia diundang mengaji di Istana Raja Hasanah Bolikia (Brunei), Istana Yang Dipertuan Agong Malaysia hingga Jazirah Arab.

Meski lantunan Muammar ZA dalam langgam Jawa dan Sunda sangat indah, ia tetap menyebutnya pembacaan seperti itu dilarang Nabi. (hidayatullah/pahamilah)

[Video] Qori’ Internasional KH Muammar ZA: Baca Al-Qur’an Langgam Jawa Dilarang Nabi

 KH Muammar ZA, juara internasional bacaan Quran

Pahamilah.com - Qori’ Internasional KH Muammar ZA mengatakan membacakan Al Qur’an dengan langgam Jawa dan Sunda sebagai contoh, adalah cara membaca yang dilarang oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.

Pernyataan Muammar ZA ini disampaikan dalam sebuah video tutorial tentang tata-cara dan adab membaca Al-Quran. Video tutorial ini diunggah pertama kali oleh Amin Mungamar di akun Youtube 17 Mei  2015, dua hari pasca pembacaan Al-Quran langgam Jawa dalam Peringatan Isra’ Mi’raj di Istana Negara hari Jum’at (15/05/2015) yang akhirnya menimbulkan polemik.



Video unggahan Amin Mungamar ini merupakan rekaman Kaset Bimbingan Tilawatil Qur’an edisi VIII B.  Yang menarik, pria seorang hafidz (penghafal Al-Qur’an) dan qari’ (pelantun Al-Qur’an) ini memberikan contoh potongan-potongan bacaan Al-Quran dalam langgam Jawa dan Sunda, jauh lebih baik dari bacaan Mohammad Yasser Arafat saat membaca di Istana Negara.

Berikut kutipan Muammar ZA dalam video ini terkait larangan langgam Jawa dan Sunda untuk membaca Al-Quran;

“Rasul memerintahkan kepada kita untuk menghiasi AL Qur’an agar lebih bagus lagi dengan suara yang bagus dengan lagu yang bagus, tetapi dengan lagu Arab.

Kata Rasul : “اقْرَءُوا الْقُرْآنَ بِلُحُونِ الْعَرَبِ ” Baca Al Qur’an dengan lagu, dengan dialeg Arab.

Hiasi AL Qur’an yang sudah sangat indah itu dengan suaramu yang bagus. Sesungguhnya suara yang bagus itu akan menambah kehebatan Al-Qur’an.

Jadi para pendengar, bahwa kita diperintahkan membaca Al-Qur’an dengan bahasa, dialeg, serta lagu Arab. Ya kalau dengan lagu lagu lain bisa saja. Cuma nampaknya ggak enak, ggak selaras, ggak serasi. Saya bisa saja membaca Al-Qur’an dengan lagu Sunda, saya bisa baca Al-Qur’an dengan lagu Jawa misalnya.

Mungkin dari segi tajwidnya tidak terlalu salah. Akan tetapi dari segi dzuq nya, dari segi lain lainnya kurang baik dan tidak serasi.

Anda Mau contoh?
Dengan Lagu Jawa misalnya. Begini: (Muammar akhirnya membaca Surat At Tin dengan langgam Jawa sangat indah). Nampaknya Lucu sekali. Anda teliti dari segi tajwidnya mungkin tidak terlalu salah. Sulit dicari kesalahannya. Tetapi dari segi Lahna, dari segi Dzuq, itu sudah jauh sekali. Dan tentu Rasul Sudah melarang ini.

Sekarang ada yang suka baca-baca dengan lagu Sunda yang terasa ggak enak.

Kita dengarkan, ada yang baca begini: (Muammar membaca surat Al Fatihah dengan lamnggam Sunda menirukan lagu Manuk Dadali dengan sangat menarik).

Astagfirullah, itu cuma contoh saya mohon maaf. Kayaknya main-main. Itu yang Rasul larang.
Al-Qur’an Kalamullah, diturunkan di Saudi Arabia, diturunkan dengan Bahasa Arab. Disuruh dibaca dengan lagu Arab. Jadi rasanya ganjil kalau dilagukan dengan lagu-lagu lain.
Maaf itu cuma contoh saja, dan pasti Anda mendengarnya tidak enak.” 

Segudang Prestasi
Muammar bernama lengkap Muammad Zainal Asyikini (disingkat Muammar ZA) lahir di Pemalang Jawa Tengah pada 14 Juni 1954 bukan sosok asing dalam dunia qori’.

Ia dikenal memiliki segudang prestasi yang berhubungan dunia qiro’ah Al-Quran. Di antaranya, ia pernah menjadi juara 1 MTQ Se Propinsi DIY tahun 1967.  Selain itu, selama tiga kali berturut-turut (1967, 1972, 1973) menjuarai MTQ tingkal nasional mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Tahun 1979 menjadi 1986 menjadi juara dalam lomba qori’ tingkat Internasional. Atas berbagai keberhasilannya ia kerap diundang keliling di berbagai belahan dunia. Di antaranya dia diundang mengaji di Istana Raja Hasanah Bolikia (Brunei), Istana Yang Dipertuan Agong Malaysia hingga Jazirah Arab.

Meski lantunan Muammar ZA dalam langgam Jawa dan Sunda sangat indah, ia tetap menyebutnya pembacaan seperti itu dilarang Nabi. (hidayatullah/pahamilah)
 Panglima TNI Jenderal Moeldoko

Pahamilah.com - Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengabarkan prajurit perempuan TNI alias Wanita TNI (Wan TNI) boleh mengenakan jilbab dalam bertugas. Moeldoko tak menganggap pemakaian jilbab bagi Wan TNI sebagai persoalan.‎

Sikap Moeldoko ini diutarakannya pada kesempatan ‎pengarahan kepada seluruh prajurit TNI bersama istri se-Sumatera Utara di ‎hanggar Lapangan Udara Soewondo, Medan, Sumatera Utara, Jumat (22/5/2015).‎

Pertama, ada salah seorang Wan TNI bernama Kapten Kes Dastria bertanya‎ kepada Moeldoko soal penggunaan jilbab. “Adakah kemungkinan wanita TNI menggunakan jilbab seperti yang digunakan Polwan?” tanya dia kepada Moeldoko sebagaimana dikutip detik.com.

Seribuan orang yang memenuhi‎ ruangan sontak bertepuk tangan. Lantas Moeldoko menjawab pertanyaan itu dengan bernas.

“‎Pakai saja, kita nggak melarang kok. Wanita TNI mau pakai jilbab, pakai saja. Kalau pakaian dinas memakai jilbab, memang kita pernah melarang? Nggak usah ribut. Itu urusan masing-masing,” jawab Moeldoko tegas.‎

Jilbab Polri
Sebelum ini, setelah terjadi perdebatan panjang, Mabes Polri mengeluarkan Surat Keputusan mengenai Polwan Berjilbab. Surat Keputusan diterbitkan hari Rabu (25/3/2015) lalu.

Keputusan dikeluarkan dalam Kep Kapolri Nomor : 245/III/2015, tanggal 25 Maret 2015 tentang Perubahan Atas Sebagin Isi Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara RI No Pol: SKEP/702/IX/2005 tanggal 30 September 2005 tentang Sebutan, Penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri,” demikian pengumuman resmi Polri. (hidayatulah/pahamilah)

Panglima TNI: Wanita TNI Mau Pakai Jilbab, Pakai Saja

 Panglima TNI Jenderal Moeldoko

Pahamilah.com - Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengabarkan prajurit perempuan TNI alias Wanita TNI (Wan TNI) boleh mengenakan jilbab dalam bertugas. Moeldoko tak menganggap pemakaian jilbab bagi Wan TNI sebagai persoalan.‎

Sikap Moeldoko ini diutarakannya pada kesempatan ‎pengarahan kepada seluruh prajurit TNI bersama istri se-Sumatera Utara di ‎hanggar Lapangan Udara Soewondo, Medan, Sumatera Utara, Jumat (22/5/2015).‎

Pertama, ada salah seorang Wan TNI bernama Kapten Kes Dastria bertanya‎ kepada Moeldoko soal penggunaan jilbab. “Adakah kemungkinan wanita TNI menggunakan jilbab seperti yang digunakan Polwan?” tanya dia kepada Moeldoko sebagaimana dikutip detik.com.

Seribuan orang yang memenuhi‎ ruangan sontak bertepuk tangan. Lantas Moeldoko menjawab pertanyaan itu dengan bernas.

“‎Pakai saja, kita nggak melarang kok. Wanita TNI mau pakai jilbab, pakai saja. Kalau pakaian dinas memakai jilbab, memang kita pernah melarang? Nggak usah ribut. Itu urusan masing-masing,” jawab Moeldoko tegas.‎

Jilbab Polri
Sebelum ini, setelah terjadi perdebatan panjang, Mabes Polri mengeluarkan Surat Keputusan mengenai Polwan Berjilbab. Surat Keputusan diterbitkan hari Rabu (25/3/2015) lalu.

Keputusan dikeluarkan dalam Kep Kapolri Nomor : 245/III/2015, tanggal 25 Maret 2015 tentang Perubahan Atas Sebagin Isi Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara RI No Pol: SKEP/702/IX/2005 tanggal 30 September 2005 tentang Sebutan, Penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri,” demikian pengumuman resmi Polri. (hidayatulah/pahamilah)


Pahamilah.com - Gambar atas adalah janin sehat yang terlihat di dalam rahim. Gambar bawah janin di dalam rahim yang ibunya merokok.

Apa bedanya?

Dalam satu penelitian menarik terhadap ibu hamil ditemukan, janin dari ibu merokok tampak menggerak-gerakan mulutnya dan menyentuh dirinya secara aktif dibanding janin yang ibunya tidak merokok.

Penelitian melibatkan 20 ibu hamil, yang empat orang di antaranya merokok rata-rata 14 batang sehari. Dr Nadja Reissland mempelajari scan gambar bergerak 4D dan mencatat ribuan gerakan kecil di dalam rahim.
Janin biasanya menggerakan mulut mereka dan menyentuh diri. Tetapi menjelang mendekati kelahiran, gerakan janin berkurang menunjukkan ia sudah dapat mengendalikan dirinya.

Tetapi dalam penelitian ini menunjukkan, janin dari ibu perokok menunjukkan kelambatan perkembangan sistem syaraf pusat.

Penelitian yang dilakukan oleh Durham dan Lancaster University ini diterbitkan dalam jurnal Acta Paediatrica, kemudian dilansir laman Metro, Senin (23/3/2015).

Dr Reissland dari Departemen Psikologi Durham, mengatakan: “Studi lebih lanjut yang intensif diperlukan untuk mengkonfirmasi hasil ini dan untuk menyelidiki efek tertentu, termasuk interaksi ibu dalam kondisi stres dan merokok.”

Dia meyakini, gambar perbedaan perkembangan janin pra-kelahiran bisa membantu ibu untuk berhenti merokok.

Peneliti pendamping Profesor Brian Francis dari Lancaster University, menambahkan: “Penggunaan teknologi telah memperlihatkan apa yang sebelumnya tersembunyi, mengungkapkan bagaimana merokok mempengaruhi perkembangan janin tanpa kita sadari.

“Kita belum mendapatkan bukti lebih lanjut dari efek negatif merokok pada kehamilan,” katanya.
Para peneliti berharap akan memperluas penelitiannya. (hidayatullah/pahamilah)

Pahamilah Beda Janin Ibu Merokok dan Tidak Merokok



Pahamilah.com - Gambar atas adalah janin sehat yang terlihat di dalam rahim. Gambar bawah janin di dalam rahim yang ibunya merokok.

Apa bedanya?

Dalam satu penelitian menarik terhadap ibu hamil ditemukan, janin dari ibu merokok tampak menggerak-gerakan mulutnya dan menyentuh dirinya secara aktif dibanding janin yang ibunya tidak merokok.

Penelitian melibatkan 20 ibu hamil, yang empat orang di antaranya merokok rata-rata 14 batang sehari. Dr Nadja Reissland mempelajari scan gambar bergerak 4D dan mencatat ribuan gerakan kecil di dalam rahim.
Janin biasanya menggerakan mulut mereka dan menyentuh diri. Tetapi menjelang mendekati kelahiran, gerakan janin berkurang menunjukkan ia sudah dapat mengendalikan dirinya.

Tetapi dalam penelitian ini menunjukkan, janin dari ibu perokok menunjukkan kelambatan perkembangan sistem syaraf pusat.

Penelitian yang dilakukan oleh Durham dan Lancaster University ini diterbitkan dalam jurnal Acta Paediatrica, kemudian dilansir laman Metro, Senin (23/3/2015).

Dr Reissland dari Departemen Psikologi Durham, mengatakan: “Studi lebih lanjut yang intensif diperlukan untuk mengkonfirmasi hasil ini dan untuk menyelidiki efek tertentu, termasuk interaksi ibu dalam kondisi stres dan merokok.”

Dia meyakini, gambar perbedaan perkembangan janin pra-kelahiran bisa membantu ibu untuk berhenti merokok.

Peneliti pendamping Profesor Brian Francis dari Lancaster University, menambahkan: “Penggunaan teknologi telah memperlihatkan apa yang sebelumnya tersembunyi, mengungkapkan bagaimana merokok mempengaruhi perkembangan janin tanpa kita sadari.

“Kita belum mendapatkan bukti lebih lanjut dari efek negatif merokok pada kehamilan,” katanya.
Para peneliti berharap akan memperluas penelitiannya. (hidayatullah/pahamilah)
 Wajah Ashin menghias sample Majalah Time, ’The Face of Buddhist Terror’

Pahamilah.com - Biksu Buddha Ashin Wirathu mendadak jadi sorotan dunia. Tragedi pembantaian dan pengusiran Muslim Rohingya banyak dikaitkan dengan Ashin. Wajahnya yang tenang, pakaiannya yang sederhana seperti biksu pada umumnya ternyata jauh bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya.

Media barat tak kurang mulai dari Majalah Time, New York Times, sampai Washington Post melabelinya sebagai pembenci Muslim. Ashin Wirathu disebut sebagai penggerak kaum Buddha di Myanmar menyerang Muslim Rohingya.

Wajah Ashin menghias sample Majalah Time, ’The Face of Buddhist Terror’ demikian judul besarnya. Time juga di dalam berita menyebut sosok Ashin Wirathu sebagai ‘Bin Ladin Bangsa Burma’.

“Sekarang bukan saatnya untuk diam,” kata Ashin seperti dikutip detik.com dari Time, Rabu (20/5/2015).
Apa yang disampaikan biksu berumur 46 tahun itu merujuk kepada kekerasan yang dilakukan pada Muslim Rohingya.

Sosok Ashin ini tak hanya menarik minat Time saja, The Washington Post juga menyorot sepak terjang Ashin yang disebut sebagai pemimpin dalam pergerakan pembantaian Rohingya.

“Kamu bisa saja penuh cinta dan kebaikan, tapi kamu tidak akan bisa tidur tenang di sebelah anjing gila,” tutur Ashin seperti mengutip Washington Post. Anjing gila yang dimaksud Ashin tak lain merujuk pada Muslim Rohingya.

Ashin pun dengan terang-terangan di depan ‘umatnya’nya dalam ceramah di sebuah kuil menyebut Muslim Rohingya sebagai musuh. New York Times menulis jelas bagaimana kebencian Ashin pada kaum Rohingya.
“Saya bangga disebut sebagai umat Buddha garis keras,” tutur Ashin seperti dikutip dari New York Times.

 Aksi Budda menolak keberadaan Muslim Rohingya

Pembenci Muslim
Sebelum ini publik belum pernah mendengar nama biksu asal Mandalay ini. Pria kelahiran 1968 yang putus sekolah pada usia 14 tahundan menjadi biksu ini  mencuat setelah terlibat dalam kelompok ekstremis antimuslim “969” pada 2001.

Karena aksinya, pada 2003 Ashin Wirathu pernah dihukum 25 tahun penjara. Namun, pada 2010 dia sudah dibebaskan bersama dengan tahanan politik lainnya.

Usai keluar penjara, Wirathu makin aktif bersuara di media sosial. Ashin menyebarkan pesan melalui rekaman ceramah yang diunggah di YouTube dan Facebook.

Pada 2012, ketika pertumpahan darah antara Rohingya dan Buddhis terjadi di Provinsi Rakhine, Ashin semakin dikenal dengan pidato penuh amarahnya.

Dalam ceramahnya ia selalu mulai dengan kalimat, “Apapun yang kamu lakukan, lakukanlah sebagai seorang nasionalis”.

Ashin Wirathu menyebarkan ajaran kebencian dalam setiap ceramahnya. Dia selalu menyasar komunitas Muslim, seringkali dia memojokkan Rohingya.

Ia  pernah memimpin demonstrasi yang mendesak orang-orang Rohingya direlokasi ke negara ketiga.
Ia juga selalu mengkambinghitamkan kaum Muslim atas bentrokan yang terjadi. Dia terus mengulang alasan tak masuk akal soal tingkat reproduksi Muslim yang tinggi. (hidayatullah/pahamilah)

Biksu Buddha Pembenci Muslim Rohingya Jadi Sorotan Dunia

 Wajah Ashin menghias sample Majalah Time, ’The Face of Buddhist Terror’

Pahamilah.com - Biksu Buddha Ashin Wirathu mendadak jadi sorotan dunia. Tragedi pembantaian dan pengusiran Muslim Rohingya banyak dikaitkan dengan Ashin. Wajahnya yang tenang, pakaiannya yang sederhana seperti biksu pada umumnya ternyata jauh bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya.

Media barat tak kurang mulai dari Majalah Time, New York Times, sampai Washington Post melabelinya sebagai pembenci Muslim. Ashin Wirathu disebut sebagai penggerak kaum Buddha di Myanmar menyerang Muslim Rohingya.

Wajah Ashin menghias sample Majalah Time, ’The Face of Buddhist Terror’ demikian judul besarnya. Time juga di dalam berita menyebut sosok Ashin Wirathu sebagai ‘Bin Ladin Bangsa Burma’.

“Sekarang bukan saatnya untuk diam,” kata Ashin seperti dikutip detik.com dari Time, Rabu (20/5/2015).
Apa yang disampaikan biksu berumur 46 tahun itu merujuk kepada kekerasan yang dilakukan pada Muslim Rohingya.

Sosok Ashin ini tak hanya menarik minat Time saja, The Washington Post juga menyorot sepak terjang Ashin yang disebut sebagai pemimpin dalam pergerakan pembantaian Rohingya.

“Kamu bisa saja penuh cinta dan kebaikan, tapi kamu tidak akan bisa tidur tenang di sebelah anjing gila,” tutur Ashin seperti mengutip Washington Post. Anjing gila yang dimaksud Ashin tak lain merujuk pada Muslim Rohingya.

Ashin pun dengan terang-terangan di depan ‘umatnya’nya dalam ceramah di sebuah kuil menyebut Muslim Rohingya sebagai musuh. New York Times menulis jelas bagaimana kebencian Ashin pada kaum Rohingya.
“Saya bangga disebut sebagai umat Buddha garis keras,” tutur Ashin seperti dikutip dari New York Times.

 Aksi Budda menolak keberadaan Muslim Rohingya

Pembenci Muslim
Sebelum ini publik belum pernah mendengar nama biksu asal Mandalay ini. Pria kelahiran 1968 yang putus sekolah pada usia 14 tahundan menjadi biksu ini  mencuat setelah terlibat dalam kelompok ekstremis antimuslim “969” pada 2001.

Karena aksinya, pada 2003 Ashin Wirathu pernah dihukum 25 tahun penjara. Namun, pada 2010 dia sudah dibebaskan bersama dengan tahanan politik lainnya.

Usai keluar penjara, Wirathu makin aktif bersuara di media sosial. Ashin menyebarkan pesan melalui rekaman ceramah yang diunggah di YouTube dan Facebook.

Pada 2012, ketika pertumpahan darah antara Rohingya dan Buddhis terjadi di Provinsi Rakhine, Ashin semakin dikenal dengan pidato penuh amarahnya.

Dalam ceramahnya ia selalu mulai dengan kalimat, “Apapun yang kamu lakukan, lakukanlah sebagai seorang nasionalis”.

Ashin Wirathu menyebarkan ajaran kebencian dalam setiap ceramahnya. Dia selalu menyasar komunitas Muslim, seringkali dia memojokkan Rohingya.

Ia  pernah memimpin demonstrasi yang mendesak orang-orang Rohingya direlokasi ke negara ketiga.
Ia juga selalu mengkambinghitamkan kaum Muslim atas bentrokan yang terjadi. Dia terus mengulang alasan tak masuk akal soal tingkat reproduksi Muslim yang tinggi. (hidayatullah/pahamilah)

 Imbau Baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa, Sebaiknya Menag Contohi Nyanyikan “Indonesia Raya” dengan Langgam “Cocak Rowo”

Oleh Hartono Ahmad Jaiz

Sebelum melontarkan dan mempertahankan imbauan baca Quran dengan Langgam Jawa, sebaiknya Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin mencontohi lebih dulu menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dengan langgam “Cocak Rowo”.

Atau sekalian yang asli langgam Jawa, misalnya Megatruh (Memecat Nyawa). Atau sekalian langgam Jawa Pucung (alias pocong) yang misinya agar jenazah dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikubur.

Nanti pihak yang tahu betul tentang budaya Jawa akan bertanya: Maksudnya ini ngalup atau biar cepat mati atau bagaimana? Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” kok dinyanyikan dengan Langgam Pucung alias Pocong?

Perlu diketahui, ilmu untuk membaca Al-Qur’an itu sudah ada. Ada ilmu tajwid, ada ilmu qiroah, di samping dalam hal pembacaan isinya memerlukan ilmu-ilmu alat yang lain, ilmu Bahasa Arab yang bersumber dan berkaitan dengan Al-Qur’an seperti nahwu, sharaf, balaghah.

Dalam sastra Arab ada ilmu tentang syair (dengan lagunya) yang disebut ilmu ‘Arudh (wal qawafi). Misalnya syair “Ya rabbi bil…” (saya tidak berarti setuju dengan isinya, ini hanya contoh) itu lagu dan wazan serta qafiyahnya sudah tertentu seperti itu, karena bait-baitnya itu disusun dalam jenis yang aturan bait-baitnya dan lagunya memang seperti itu.

Tidak ada orang Arab atau di dunia ini yang mengimbau untuk membaca Al-Qur’an dengan Langgam Arab (dalam hal ini contohnya  syair Ya Rabbi bil…).

Itu membuktikan,  langgam Arab yang ilmunya adalah Ilmu ‘Arudh walqawafi tidak digunakan untuk membaca Al-Qur’an.

Betapa jauhnya nanti kalau baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa?

Misal membaca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa Asmorondono (Asmarandana) yang bernada hasrat cinta kepada wanita secara menggebu? Padahal di dalam Al-Qur’an banyak ancaman siksa neraka?
Lontaran Menteri Agama itu telah dia akui sudah dipraktekkan dalam suatu acara nasional, membaca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa. Bahkan dikatakan, nantinya akan divestifalkan.
Persoalannya dapat diurai secara sederhana sebagai berikut:
  1. Seandainya itu memang murni untuk memajukan Islam, maka itu namanya berdakwah tanpa ilmu.
  2. Seandainya itu karena menyemangati Umat Islam, hingga akan divestifalkan segala, itu merupakan proyek, maka itu proyek yang buta akan asas prioritas. Kenapa? Karena, tidak ada kebutuhan untuk itu, bahkan yang dibutuhkan adalah mendidik Umat Islam ini agar membaca Al-Qur’annya benar bacaannya, lalu mempelajari isinya, kemudian untuk diamalkan. Itu prioritas.
  1. Seandainya imbauan baca Qur’an dengan Langgam Jawa itu ada maksud lain di balik itu, maka ingat, ada ancaman Allah.
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشۡتَرِي لَهۡوَ ٱلۡحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًاۚ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٞ مُّهِينٞ ٦ [سورة لقمان,٦

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan (Q.S. Luqman: 6).

ذَٰلِكُم بِأَنَّكُمُ ٱتَّخَذۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوٗا وَغَرَّتۡكُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَاۚ فَٱلۡيَوۡمَ لَا يُخۡرَجُونَ مِنۡهَا وَلَا هُمۡ يُسۡتَعۡتَبُونَ ٣٥ [سورة الجاثية,٣٥

Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia, maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat. (Q.S. Al Jatsiyah: 35).

Contoh persoalannya, ketika membaca ayat-ayat tentang siksa neraka tapi dengan langgam Asmarandana yang kaitannya dengan asmara, bukankah itu mengolok-olok ayat?

Bagaimana bisa masuk akal orang yang waras, kalau ayat-ayat suci Al-Qur’an yang berisi ancaman siksa neraka bagi orang-orang munafik dan sebagainya, tahu-tahu dibaca dengan Langgam Jawa Asmarandana yang mengenai kasmaran, cinta-cintaan?

Kata Allah Ta’ala dalam al-Qur’an: Afalaa ta’qiluun? (Apakah kamu sekalian tidak berakal, tidak memahaminya?).

{ لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ} [الأنبياء: 10

Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya (Q.S. Al Anbiya: 10)

Dari 3 persoalan tersebut di atas, mungkin yang tampaknya ringan adalah nomor satu yaitu: memang murni untuk memajukan Islam. Tapi ternyata itu termasuk berdakwah tanpa ilmu. Dikhawatirkan, itu justru termasuk yang disebutkan dalam hadits Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam ini:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh kedustaan, saat itu pendusta dipercaya, sedangkan orang benar justru didustakan, pengkhianat diberikan amanah, orang yang amanah justru dikhianati, dan saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya:“Apakah Ruwaibidhah itu?”Beliau bersabda: “Seorang laki-laki yang bodoh namun dia membicarakan urusan orang banyak.”(HR. Ibnu Majah No. 4036, Ahmad No. 7912, Al-Bazzar No. 2740 , Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin No. 47, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 8439, dengan lafaz: “Ar Rajulut Taafih yatakallamu fi Amril ‘aammah – Seorang laki-laki bodoh yang membicarakan urusan orang banyak.” Imam Al-Hakim mengatakan: “Isnadnya shahih tapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya.” Imam Adz-Dzahabi juga menshahihkan dalam At-Talkhis-nya).

Apabila lontaran Menag itu termasuk kategori 2 yakni proyek yang buta akan asas prioritas; maka berarti itu proyek yang tidak diperlukan alias mubadzir. Sedangkan orang yang bertindak mubadzir itu adalah teman syaitan.

{ إِنَّالْمُبَذِّرِينَكَانُواإِخْوَانَالشَّيَاطِينِوَكَانَالشَّيْطَانُلِرَبِّهِكَفُورًا} [الإسراء: 27

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S. Al Isra: 27).

Selanjutnya, bila yang dilontarkan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin itu ada maksud lain, atau malah mendukung lontaran ketua umum NU Said Aqil Siradj dan orang liberal yang ingin memasarkan apa yang disebut Islam Nusantara; maka sangat mengerikan. Karena ancaman ayatnya cukup jelas dan tegas seperti tersebut di atas [Lihat: Al Jatsiyah35 di atas.]. Afalaa ta’qiluun?
Wallahu a’lam bisshowab. (panjimas/pahamilah)

Imbau Baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa, Coba Menag Contohkan Nyanyi Indonesia Raya Berlanggam Cucak Rowo

 Imbau Baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa, Sebaiknya Menag Contohi Nyanyikan “Indonesia Raya” dengan Langgam “Cocak Rowo”

Oleh Hartono Ahmad Jaiz

Sebelum melontarkan dan mempertahankan imbauan baca Quran dengan Langgam Jawa, sebaiknya Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin mencontohi lebih dulu menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dengan langgam “Cocak Rowo”.

Atau sekalian yang asli langgam Jawa, misalnya Megatruh (Memecat Nyawa). Atau sekalian langgam Jawa Pucung (alias pocong) yang misinya agar jenazah dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikubur.

Nanti pihak yang tahu betul tentang budaya Jawa akan bertanya: Maksudnya ini ngalup atau biar cepat mati atau bagaimana? Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” kok dinyanyikan dengan Langgam Pucung alias Pocong?

Perlu diketahui, ilmu untuk membaca Al-Qur’an itu sudah ada. Ada ilmu tajwid, ada ilmu qiroah, di samping dalam hal pembacaan isinya memerlukan ilmu-ilmu alat yang lain, ilmu Bahasa Arab yang bersumber dan berkaitan dengan Al-Qur’an seperti nahwu, sharaf, balaghah.

Dalam sastra Arab ada ilmu tentang syair (dengan lagunya) yang disebut ilmu ‘Arudh (wal qawafi). Misalnya syair “Ya rabbi bil…” (saya tidak berarti setuju dengan isinya, ini hanya contoh) itu lagu dan wazan serta qafiyahnya sudah tertentu seperti itu, karena bait-baitnya itu disusun dalam jenis yang aturan bait-baitnya dan lagunya memang seperti itu.

Tidak ada orang Arab atau di dunia ini yang mengimbau untuk membaca Al-Qur’an dengan Langgam Arab (dalam hal ini contohnya  syair Ya Rabbi bil…).

Itu membuktikan,  langgam Arab yang ilmunya adalah Ilmu ‘Arudh walqawafi tidak digunakan untuk membaca Al-Qur’an.

Betapa jauhnya nanti kalau baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa?

Misal membaca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa Asmorondono (Asmarandana) yang bernada hasrat cinta kepada wanita secara menggebu? Padahal di dalam Al-Qur’an banyak ancaman siksa neraka?
Lontaran Menteri Agama itu telah dia akui sudah dipraktekkan dalam suatu acara nasional, membaca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa. Bahkan dikatakan, nantinya akan divestifalkan.
Persoalannya dapat diurai secara sederhana sebagai berikut:
  1. Seandainya itu memang murni untuk memajukan Islam, maka itu namanya berdakwah tanpa ilmu.
  2. Seandainya itu karena menyemangati Umat Islam, hingga akan divestifalkan segala, itu merupakan proyek, maka itu proyek yang buta akan asas prioritas. Kenapa? Karena, tidak ada kebutuhan untuk itu, bahkan yang dibutuhkan adalah mendidik Umat Islam ini agar membaca Al-Qur’annya benar bacaannya, lalu mempelajari isinya, kemudian untuk diamalkan. Itu prioritas.
  1. Seandainya imbauan baca Qur’an dengan Langgam Jawa itu ada maksud lain di balik itu, maka ingat, ada ancaman Allah.
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشۡتَرِي لَهۡوَ ٱلۡحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًاۚ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٞ مُّهِينٞ ٦ [سورة لقمان,٦

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan (Q.S. Luqman: 6).

ذَٰلِكُم بِأَنَّكُمُ ٱتَّخَذۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوٗا وَغَرَّتۡكُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَاۚ فَٱلۡيَوۡمَ لَا يُخۡرَجُونَ مِنۡهَا وَلَا هُمۡ يُسۡتَعۡتَبُونَ ٣٥ [سورة الجاثية,٣٥

Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia, maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat. (Q.S. Al Jatsiyah: 35).

Contoh persoalannya, ketika membaca ayat-ayat tentang siksa neraka tapi dengan langgam Asmarandana yang kaitannya dengan asmara, bukankah itu mengolok-olok ayat?

Bagaimana bisa masuk akal orang yang waras, kalau ayat-ayat suci Al-Qur’an yang berisi ancaman siksa neraka bagi orang-orang munafik dan sebagainya, tahu-tahu dibaca dengan Langgam Jawa Asmarandana yang mengenai kasmaran, cinta-cintaan?

Kata Allah Ta’ala dalam al-Qur’an: Afalaa ta’qiluun? (Apakah kamu sekalian tidak berakal, tidak memahaminya?).

{ لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ} [الأنبياء: 10

Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya (Q.S. Al Anbiya: 10)

Dari 3 persoalan tersebut di atas, mungkin yang tampaknya ringan adalah nomor satu yaitu: memang murni untuk memajukan Islam. Tapi ternyata itu termasuk berdakwah tanpa ilmu. Dikhawatirkan, itu justru termasuk yang disebutkan dalam hadits Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam ini:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh kedustaan, saat itu pendusta dipercaya, sedangkan orang benar justru didustakan, pengkhianat diberikan amanah, orang yang amanah justru dikhianati, dan saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya:“Apakah Ruwaibidhah itu?”Beliau bersabda: “Seorang laki-laki yang bodoh namun dia membicarakan urusan orang banyak.”(HR. Ibnu Majah No. 4036, Ahmad No. 7912, Al-Bazzar No. 2740 , Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin No. 47, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 8439, dengan lafaz: “Ar Rajulut Taafih yatakallamu fi Amril ‘aammah – Seorang laki-laki bodoh yang membicarakan urusan orang banyak.” Imam Al-Hakim mengatakan: “Isnadnya shahih tapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya.” Imam Adz-Dzahabi juga menshahihkan dalam At-Talkhis-nya).

Apabila lontaran Menag itu termasuk kategori 2 yakni proyek yang buta akan asas prioritas; maka berarti itu proyek yang tidak diperlukan alias mubadzir. Sedangkan orang yang bertindak mubadzir itu adalah teman syaitan.

{ إِنَّالْمُبَذِّرِينَكَانُواإِخْوَانَالشَّيَاطِينِوَكَانَالشَّيْطَانُلِرَبِّهِكَفُورًا} [الإسراء: 27

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S. Al Isra: 27).

Selanjutnya, bila yang dilontarkan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin itu ada maksud lain, atau malah mendukung lontaran ketua umum NU Said Aqil Siradj dan orang liberal yang ingin memasarkan apa yang disebut Islam Nusantara; maka sangat mengerikan. Karena ancaman ayatnya cukup jelas dan tegas seperti tersebut di atas [Lihat: Al Jatsiyah35 di atas.]. Afalaa ta’qiluun?
Wallahu a’lam bisshowab. (panjimas/pahamilah)
 Hasan salah seorang muslim rohingya

Pahamilah.com - Seorang warga Muslim Rohingya yang pergi dari negaranya sendiri, yakni Myanmar mengaku sudah berbulan-bulan mengapung di air tanpa persediaan bahan makanan pokok yang mencukupi untuk seluruh penumpang kapal yang ia tumpangi.

Suara Hasan Ali lirih saat menceritakan perjalanannya di laut hingga berakhir di Indonesia. Seperti warga minoritas Muslim Rohingya lainnya, Hasan adalah pelarian dari diskriminasi dan kekejaman yang diterimanya umat Budha dan pemerintah Budha di Myanmar.

Hasan bersama lebih dari 300 warga Muslim Rohingya dan Bangladesh diselamatkan oleh warga Desa Simpang Lhee, Julok, Aceh Timur pada Rabu (20/5/2015) dini hari. Mereka kemudian ditempatkan di meunasah, diberi pakaian, mandi dan makan sepuasnya, dari hasil swadaya masyarakat setempat.

“Tiga bulan kami tidak makan, kini kami makan,” kata Hasan sambil terisak saat diberikan dua piring berisi penuh nasi dan lauk oleh warga desa, pada Rabu (20/5/2015). Melihat Hasan menangis, warga lainnya juga ikut meneteskan air mata.

Hasan mengatakan, dirinya pergi dari Myanmar dibantu oleh seorang warga Rohingya yang telah hidup makmur di Thailand bernama Anwar. Bersama ratusan warga Muslim Rohingya lainnya, Hasan ditempat di kapal yang dilarung ke laut.

Kehidupan mereka di laut mengenaskan. Kapal mereka dirusak oleh lima orang Myanmar. Pria 33 tahun ini menceritakan, di tengah laut lima orang warga Myanmar tiba-tiba datang, membawa makanan dan minuman untuk ditukar dengan bagian mesin kapal.

“Mesin diangkat, bensin juga dibawa. Ditukar dengan beras, air, cabe dan garam,” ungkap Hasan.
Kapal mereka tidak diperbolehkan merapat ke Thailand dan Bangladesh. Bantuan dari kedua negara tersebut hanya berupa makanan seadanya, dilemparkan dari helikopter. Pasokan yang tipis, Hasan hanya makan sehari sekali, minum dua kali sehari.

“Ada dapur di kapal, untuk memasak nasi dan garam. Mie instan kami makan mentah tanpa dimasak,” kata Hasan.

Untuk diketahui bersama, Hasan diselamatkan oleh para nelayan di desa Simpang Lhee pada Rabu (20/5/2015) dini hari tepat di saat persediaan makanan mereka habis. Kini dia bisa memakai pakaian yang layak, makan yang kenyang, dan tanpa rasa takut akan kehilangan nyawa di laut.

Sampai saat ini masih ada ribuan warga Muslim Rohingya yang ditampung di beberapa lokasi di Aceh. Sebagian tiba pekan lalu saat kapal mereka mencapai pantai Lhokseumawe dan Langsa.

Sementara itu, menurut data yang ada menyebutkan jika jumlah imigran asal Myanmar dan Bangladesh yang terdampar di Aceh telah mencapai 1.346 orang. Jumlah ini belum termasuk ratusan imigran yang terdampar di perairan Aceh pada Rabu (20/5/2015) pagi.

Sedangkan warga Muslim Myanmar dan Bangladesh yang masih terkatung-katung di lautan lepas yang diperkirakan berjumlah sekitar 7.000 orang. (panjimas/pahamilah)

3 Bulan Tak Makan, Warga Muslim Rohingya Menangis Saat Melihat Nasi & Lauk di Aceh

 Hasan salah seorang muslim rohingya

Pahamilah.com - Seorang warga Muslim Rohingya yang pergi dari negaranya sendiri, yakni Myanmar mengaku sudah berbulan-bulan mengapung di air tanpa persediaan bahan makanan pokok yang mencukupi untuk seluruh penumpang kapal yang ia tumpangi.

Suara Hasan Ali lirih saat menceritakan perjalanannya di laut hingga berakhir di Indonesia. Seperti warga minoritas Muslim Rohingya lainnya, Hasan adalah pelarian dari diskriminasi dan kekejaman yang diterimanya umat Budha dan pemerintah Budha di Myanmar.

Hasan bersama lebih dari 300 warga Muslim Rohingya dan Bangladesh diselamatkan oleh warga Desa Simpang Lhee, Julok, Aceh Timur pada Rabu (20/5/2015) dini hari. Mereka kemudian ditempatkan di meunasah, diberi pakaian, mandi dan makan sepuasnya, dari hasil swadaya masyarakat setempat.

“Tiga bulan kami tidak makan, kini kami makan,” kata Hasan sambil terisak saat diberikan dua piring berisi penuh nasi dan lauk oleh warga desa, pada Rabu (20/5/2015). Melihat Hasan menangis, warga lainnya juga ikut meneteskan air mata.

Hasan mengatakan, dirinya pergi dari Myanmar dibantu oleh seorang warga Rohingya yang telah hidup makmur di Thailand bernama Anwar. Bersama ratusan warga Muslim Rohingya lainnya, Hasan ditempat di kapal yang dilarung ke laut.

Kehidupan mereka di laut mengenaskan. Kapal mereka dirusak oleh lima orang Myanmar. Pria 33 tahun ini menceritakan, di tengah laut lima orang warga Myanmar tiba-tiba datang, membawa makanan dan minuman untuk ditukar dengan bagian mesin kapal.

“Mesin diangkat, bensin juga dibawa. Ditukar dengan beras, air, cabe dan garam,” ungkap Hasan.
Kapal mereka tidak diperbolehkan merapat ke Thailand dan Bangladesh. Bantuan dari kedua negara tersebut hanya berupa makanan seadanya, dilemparkan dari helikopter. Pasokan yang tipis, Hasan hanya makan sehari sekali, minum dua kali sehari.

“Ada dapur di kapal, untuk memasak nasi dan garam. Mie instan kami makan mentah tanpa dimasak,” kata Hasan.

Untuk diketahui bersama, Hasan diselamatkan oleh para nelayan di desa Simpang Lhee pada Rabu (20/5/2015) dini hari tepat di saat persediaan makanan mereka habis. Kini dia bisa memakai pakaian yang layak, makan yang kenyang, dan tanpa rasa takut akan kehilangan nyawa di laut.

Sampai saat ini masih ada ribuan warga Muslim Rohingya yang ditampung di beberapa lokasi di Aceh. Sebagian tiba pekan lalu saat kapal mereka mencapai pantai Lhokseumawe dan Langsa.

Sementara itu, menurut data yang ada menyebutkan jika jumlah imigran asal Myanmar dan Bangladesh yang terdampar di Aceh telah mencapai 1.346 orang. Jumlah ini belum termasuk ratusan imigran yang terdampar di perairan Aceh pada Rabu (20/5/2015) pagi.

Sedangkan warga Muslim Myanmar dan Bangladesh yang masih terkatung-katung di lautan lepas yang diperkirakan berjumlah sekitar 7.000 orang. (panjimas/pahamilah)
Guru Besar Ilmu Fiqih IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Prof. Dr Ahmad Zahro

Pahamilah.com - Polemik pembacaan Al-Qur’an dengan langgam Jawa pada perayaan Isra’ Mi’raj di Istana Negara Jum’at Malam 15 Mei 2015 lalu masih terus menuai kritik di tengah masyarakat.

Guru Besar Ilmu Fiqih UIN Sunan Ampel Surabaya dan Prof. Dr Ahmad Zahro, yang juga seorang hafidz qur’an berpendapat bahwa kejadian itu merupakan bentuk peninggalan identitas al-Qur’an.

“Pembacaan Al-Qur’an pada Isra’ Mi’raj di Istana kemarin mengindikasikan meninggalkan identitas Al-Qur’an. Sebagaimana dikatakan hadits pada akhir zaman akan ada orang-orang yang membaca Al-Qur’an mengikuti  orang yang fasiq,“ ujar Ahmad Zahro saat ditemui di Gedung Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu (20/05/2015).

Saat ditanya mengenai alasan yang membuat pembacaan qira’ah menggunakan langgam Jawa menurutnya hal tidak ada kaidahnya dalam tilawah Al-Quran.

“Jelas tidak setuju karena tidak Araby, bahwa membaca Al-Qur’an harus menggunakan nagham (lagu) Arab. Haditsnya pun sudah jelas dan terkenal. Akan tetapi jika mungkin hanya menjadi sebatas sisipan bisa jadi boleh-boleh saja, selama tidak melanggar kaidah. Tapi kalau yang di Istana kemarin jelas ndak bisa, banyak pelanggaran di sana,” ujarnya.

Pria yang beberapa kali menjadi hakim Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Nasional maupun MTQ Tingkat Internasional mengingatkan agar membaca Al-Quran sesuai anjuran Nabi saja.

“Bacalah Al-Quran sesuai dengan cara dan suara orang-orang Arab. Dan jauhilah olehmu cara baca orang-orang fasik dan berdosa besar. Maka sesungguhnya akan datang beberapa kaum setelahku melagukan Al-Qur’an seperti nyanyian dan rahbaniah (membaca tanpa tadabbur) dan nyanyian. Suara mereka tidak dapat melewati tenggorokan mereka (tidak dapat meresap ke dalam hati). Hati mereka dan orang-orang yang simpati kepada mereka telah terfitnah (keluar dari jalan yang lurus),” ujarnya mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al Baihaqi dan Imam At Tabharani.

Menurutnya, dalam dunia tilawah  tidak ada satupun ajang MTQ yang menggunakan langgam Jawa. [baca juga: Mantan Hakim MTQ: Pembacaan Quran Langgam Jawa Akan Picu Masalah]   

“Walaupun dikatakan bertujuan untuk menjaga tradisi Nusantara, tetapi dalam ajang MTQ di Indonesia sekalipun, tidak ada peserta yang menggunakan langgam Jawa. Semua menggunakan Araby,” terangnya. (hidayatullah/pahamilah)

Guru Besar Ilmu Fikih UINSA Sebut Pembacaan Qira’ah Langgam Jawa Tinggalkan Identitas Al-Qur’an

Guru Besar Ilmu Fiqih IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Prof. Dr Ahmad Zahro

Pahamilah.com - Polemik pembacaan Al-Qur’an dengan langgam Jawa pada perayaan Isra’ Mi’raj di Istana Negara Jum’at Malam 15 Mei 2015 lalu masih terus menuai kritik di tengah masyarakat.

Guru Besar Ilmu Fiqih UIN Sunan Ampel Surabaya dan Prof. Dr Ahmad Zahro, yang juga seorang hafidz qur’an berpendapat bahwa kejadian itu merupakan bentuk peninggalan identitas al-Qur’an.

“Pembacaan Al-Qur’an pada Isra’ Mi’raj di Istana kemarin mengindikasikan meninggalkan identitas Al-Qur’an. Sebagaimana dikatakan hadits pada akhir zaman akan ada orang-orang yang membaca Al-Qur’an mengikuti  orang yang fasiq,“ ujar Ahmad Zahro saat ditemui di Gedung Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu (20/05/2015).

Saat ditanya mengenai alasan yang membuat pembacaan qira’ah menggunakan langgam Jawa menurutnya hal tidak ada kaidahnya dalam tilawah Al-Quran.

“Jelas tidak setuju karena tidak Araby, bahwa membaca Al-Qur’an harus menggunakan nagham (lagu) Arab. Haditsnya pun sudah jelas dan terkenal. Akan tetapi jika mungkin hanya menjadi sebatas sisipan bisa jadi boleh-boleh saja, selama tidak melanggar kaidah. Tapi kalau yang di Istana kemarin jelas ndak bisa, banyak pelanggaran di sana,” ujarnya.

Pria yang beberapa kali menjadi hakim Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Nasional maupun MTQ Tingkat Internasional mengingatkan agar membaca Al-Quran sesuai anjuran Nabi saja.

“Bacalah Al-Quran sesuai dengan cara dan suara orang-orang Arab. Dan jauhilah olehmu cara baca orang-orang fasik dan berdosa besar. Maka sesungguhnya akan datang beberapa kaum setelahku melagukan Al-Qur’an seperti nyanyian dan rahbaniah (membaca tanpa tadabbur) dan nyanyian. Suara mereka tidak dapat melewati tenggorokan mereka (tidak dapat meresap ke dalam hati). Hati mereka dan orang-orang yang simpati kepada mereka telah terfitnah (keluar dari jalan yang lurus),” ujarnya mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al Baihaqi dan Imam At Tabharani.

Menurutnya, dalam dunia tilawah  tidak ada satupun ajang MTQ yang menggunakan langgam Jawa. [baca juga: Mantan Hakim MTQ: Pembacaan Quran Langgam Jawa Akan Picu Masalah]   

“Walaupun dikatakan bertujuan untuk menjaga tradisi Nusantara, tetapi dalam ajang MTQ di Indonesia sekalipun, tidak ada peserta yang menggunakan langgam Jawa. Semua menggunakan Araby,” terangnya. (hidayatullah/pahamilah)

Pahamilah.com - Mantan hakim Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Nasional  Prof Dr Ahmad Zahro mengaku khawatir dengan pernyataan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin yang berencana mengadakan festival bacaan Al-Quran dengan berbagai langgam bahasa.

Menurut Ahmad Zahro, gagasan Menag ini sangat mencemaskan kalangan hufadz dan qura’ Al-Quran karena diduga akan memicu masalah baru di dunia tilawah di Indonesia.

“Kami para hufadz dan qura’ khawatir ini justru akan memicu masalah dalam dunia tilawah di Indonesia. Ini bisa menjadi embrio yang melahirkan kejadian-kejadian serupa nantinya,” papar  Guru Besar Ilmu Fiqih IAIN Sunan Ampel Surabaya ini.

Sebelum ini, masayarakat dibuat heboh pembacaan Al-Quran dengan langgam Jawa dalam Perayaan Isra’ Mi’raj 15 Mei 2015 di Istana Negara.

Saat itu, sang qori’ Muhammad Yaswer Arafat yang juga dosen UIN Sunan Kalijaga membacakan Al Quran Surat  An-Najm: 1-15 dengan menggunakan langgam Jawa yan berujung kritik dan perdebatan di tengah masyarakat karena dinilai tidak mengindahkan tajwid dan kaidah dalam bacaan Al-Quran. (hidayatullah/pahamilah)

Mantan Hakim MTQ: Pembacaan Quran Langgam Jawa Akan Picu Masalah Dunia Tilawah


Pahamilah.com - Mantan hakim Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Nasional  Prof Dr Ahmad Zahro mengaku khawatir dengan pernyataan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin yang berencana mengadakan festival bacaan Al-Quran dengan berbagai langgam bahasa.

Menurut Ahmad Zahro, gagasan Menag ini sangat mencemaskan kalangan hufadz dan qura’ Al-Quran karena diduga akan memicu masalah baru di dunia tilawah di Indonesia.

“Kami para hufadz dan qura’ khawatir ini justru akan memicu masalah dalam dunia tilawah di Indonesia. Ini bisa menjadi embrio yang melahirkan kejadian-kejadian serupa nantinya,” papar  Guru Besar Ilmu Fiqih IAIN Sunan Ampel Surabaya ini.

Sebelum ini, masayarakat dibuat heboh pembacaan Al-Quran dengan langgam Jawa dalam Perayaan Isra’ Mi’raj 15 Mei 2015 di Istana Negara.

Saat itu, sang qori’ Muhammad Yaswer Arafat yang juga dosen UIN Sunan Kalijaga membacakan Al Quran Surat  An-Najm: 1-15 dengan menggunakan langgam Jawa yan berujung kritik dan perdebatan di tengah masyarakat karena dinilai tidak mengindahkan tajwid dan kaidah dalam bacaan Al-Quran. (hidayatullah/pahamilah)

 Oleh Hartono Ahmad Jaiz

Dalam peringatan Isra’ Mi’raj 1436 H di Istana Negara, atau Istana yang digunakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Jum’at (15/5/2015) malam ada sesuatu yang berbeda dalam pembacaan tilawah Al-Qur’an.

Pembacaan Al-Qur’an yang biasanya dilantunkan sesuai dengan kaidah Islam baik dari segi tajwid dan tatacaranya, namun dalam peringatan Isra’ Mi’raj 1436 H di Istana Negara itu dilantunkan dengan lagu Dandang Gulo, salah satu tembang alias nyanyian dalam Langgam Jawa.

Masalah membaca Al-Qur’an dengan lagu Jawa Dadandanggulo dan sebagainya
Jenis lagu Dandanggulo itu dari segi makna kurang lebih adalah angan-angan manis. Lagu dalam langgam Jawa itu punya cengkok naik turunnnya nada dan panjang pendeknya, jumlah bait syairnya serta jumlah suku kata dan qafiyahnya, bunyi-bunyi di akhir bait. Bahkan sekaligus mengandung pula misi dalam isi jenis langgam itu.

Ketika jenis lagunya Dandanggulo maka ya hanya angan-angan manis. Lantas, ketika ternyata untuk melagukan Ayat-ayat Al-Qur’an, berarti sama dengan “memerkosa” ayat Allah untuk diresapi sebagai angan-angan manis belaka.

Betapa celakanya!
Lantas nanti ketika membaca al-Qur’an dengan langgam jenis lainnya, misalnya Durmo (sindiran untuk orang songong, tak peduli totokromo/ tatakrama), bagaimana kalau itu untuk membaca ayat-ayat tentang Keagungan Allah Ta’ala?

Perlu diketahui, tatacara melagukan dan menyusun bait-bait syair lagu langgam Jawa itu mirip dengan ilmu ‘Arudh wal qawafi dalam Sastra Arab. Kalau dalam Langgam Jawa ada Dandanggulo (yang ketika disebut jenis itu) maka mencakup isinya bermakna sekitar angan-angan manis. Irama lagu nyanyiannya sudah tertentu, termasuk panjang pendeknya, jumlah bait syairnya, huruf-huruf akhir baitnya dan sebagainya.

Dalam ilmu ‘arudh wal qawafi, juga ada jenis-jenis bahar, ada bahar wafir, misalnya syair (hanya sekadar contoh):
إِلهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلا        وَلاَ أَقْوَى عَلَى نَارِ الجَحِيْم

“Wahai Tuhan aku bukanlah ahli (Surga) Firdaus, dan aku tak sanggup ke (Neraka) Jahim.
Syair itu harus sesuai wazannya (timbangan yang mengatur panjang pendek dan menimbulkan irama nadanya). Juga harus sesuai qafiyahnya, bunyi akhir tiap baitnya.

Irama lagu dari syair yang baharnya jenis wafir contohnya Ilahi lastulil firdausi itu ya hanya untuk dilagukan syair yang begitu. Tidak boleh untuk melagukan syair-syair yang jenis baharnya lain. Apalagi untuk menjadi rujukan dalam membaca al-Qur’an, maka lebih tidak boleh lagi. Karena akan sangat tidak cocok dan tidak dapat diterapkan.

Demikian pula, lagu irama Dandagulo Jawa, ya tidak bisa untuk melagukan jenis tembang Durmo (songong, bahasa Betawi, tidak peduli tatakrama dan susila). Bagaimana mau melagukan angan-angan manis (Dandanggulo) untuk laku Durmo (sindiran untuk yang songong)?

Nah, persoalannya, lha sesama langgam Jawa saja yang satu tidak boleh untuk yang lain, karena serba berlainan, bahkan tujuannya juga berlainan, ada yang untuk angan-angan manis, ada yang untuk menyindir kesongongan, ada yang untuk masalah kasmaran (asmarandana) dan sebagainya. Jadi dari arah mana, ketika mau dipaksakan untuk membaca Al-Qur’an?

Itu belum lagi ketika antara irama lagu Jawanya itu tujuannya untuk menyindir kesongongan, misalnya, lalu untuk membaca ayat-ayat tentang keagungan Allah Ta’ala. Bagaimana? Bukankah itu jatuhnya menjadi mengolok-olok ayat Allah? Padahal kalau sampai dinilai sebagai mengolok-olok ayat Allah, maka menjadi kafir.

وَلَئِن سَأَلۡتَهُمۡ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ ٦٥ لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡۚ إِن نَّعۡفُ عَن طَآئِفَةٖ مِّنكُمۡ نُعَذِّبۡ طَآئِفَةَۢ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ مُجۡرِمِينَ ٦٦ [سورة التوبة,٦٥-٦٦]

65. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?

66. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa [At Tawbah,65-66].

Oleh karena itu, orang-orang Arab tempat turunnya ayat suci Al-Qur’an sendiri tidak pernah menjadikan lagu syair-syair Arab dengan berbagai bentuk baharnya untuk langgam dalam membaca Al-Qur’an. Lha kok malah langgam Jawa mau dijadikan untuk langgam dalam membaca Al-Qur’an. Afalaa ta’qiluun?
Penegasan lagi

Langgam Jawa dandanggulo dan sebagainya, bukan hanya masalah nada irama, tapi mengandung muatan tertentu. Begitu disebut dandanggulo, ya muatannya tentang angan-angan manis. Kalau jenis lagu Durmo ya mengenai semacam sindiran terhadap kesongongan (yang tidak peduli tatakrama/ totokromo). Sehingga penghayatan orang yang melagukan dan yang mendengarnya juga sudah terbawa oleh jenis langgam itu.

Dan satu hal yang sangat perlu diingat, Langgam Jawa Dandanggulo, Durmo dan sebagainya itu hanya bisa digunakan untuk tembang alias nyanyian. Maka ketika disuarakan, walau yang disuarakan itu Al-Qur’an, kesannya ya tetap nyanyian. Jadi sama dengan membanting ayat suci menjadi nyanyian belaka. Apakah setega itu kita mau memperlakukan ayat-ayat Allah Ta’ala?

(Lihat haditsnya di bawah nanti, menjadikan Al-Qur’an sebagai nyanyian itu termasuk 6 perkara yang nabi saw takuti atas umatnya).

Lebih dari itu, nyanyian itu tadi sifatnya sangat terbatas. Artinya yang jenis untuk kasmaran seperti Asmorondono (Asmarandana) ya tidak boleh dinyanyikan untuk lagu jenis pucung alias pocong yang berkaitan dengan orang meninggal.

Kalau orang masih punya pikiran lurus, mana mungkin jenis tembang nyanyian dan sifatnya sangat terbatas seperti itu, kemudian diperuntukkan untuk membaca wahyu Allah? Sedangkan untuk membaca teks Pancasila dalam satu acara misalnya, itu saja sama sekali tidak bisa.

Kenapa? Karena, misalnya Pancasila dibaca dengan lagu Megatruh (mecati alias menjelang meninggal), maka tentu menimbulkan tanda tanya. Apakah pembacanya itu ngalup biar segera mati atau bagaimana.
Itu saja sama-sama hanya bikinan manusia. Sudah menimbulkan masalah. Lha kalau itu untuk merekayasa bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, bukankah berarti pelecehan dan penodaan agama?

Sekali lagi saya tanyakan (secara inkari): Bagaimana kalau ayat-ayat tentang keagungan Allah Ta’ala, lalu dibaca dengan langgam Durmo yang inti nada lagu itu sindiran terhadap orang songong?

Tentu yang terjadi bukan penghormatan terhadapm kesucian Al-Qur’an dan pengagungan untuk Allah Ta’ala dalam isi ayat suci itu, namun adalah istihza’ aias pelecehan. Padahal, kalau sampai jatuhnya ke istihza’ terhadap Allah, ayat-ayat suciNya, dan Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam, maka bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam.

وَلَئِن سَأَلۡتَهُمۡ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ ٦٥ لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡۚ إِن نَّعۡفُ عَن طَآئِفَةٖ مِّنكُمۡ نُعَذِّبۡ طَآئِفَةَۢ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ مُجۡرِمِينَ ٦٦ [سورة التوبة,٦٥-٦٦]

65. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?

66. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa
[At Tawbah,65-66]

Jadi jangan gampang-gampang bicara. Sekalipun ahli ilmu Al-Qur’an, namun dalam kasus rekayasa pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an ini, ketika tidak mengerti tentang Langgam Jawa dengan aneka rangkaiannya, ya wala taqfu maa laisa laka bihi ‘ilm.

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡ‍ُٔولٗا ٣٦ [سورة الإسراء,٣٦]

36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya
[Al Isra”36]

Apalagi ini untuk merekayasa bacaan Al-Qur’an yang mungkin mengikuti Said Aqil Siradj ketua umum NU dan orang liberal dalam memasarkan apa yang disebut Islam Nusantara.
Mau dibawa ke mana Umat Islam ini?

Semoga Allah lindungi kami dari ini:

عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” أَخَافُ عَلَيْكُمْ سِتًّا: إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ، وَسَفْكُ الدِّمَاءِ، وَبَيْعُ الْحُكْمِ، وَقَطِيعَةُ الرَّحِمِ، وَنَشْوٌ يَتَّخِذُونَ الْقُرْآنَ مَزَامِيرَ، وَكَثْرَةُ الشُّرَطِ “
[حكم الألباني]
(صحيح) انظر حديث رقم: 216 في صحيح الجامع

Dari Auf bin Malik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
Aku khawatir atas kamu sekalian enam: pemerintahan orang-orang yang bodoh, penumpahan darah, jual hukum, memutus (tali) persaudaraan/ kekerabatan, generasi yang menjadikan Al-Qur’an sebagai nyanyian, dan banyaknya polisi (aparat pemerintah, yang berarti banyak kedhaliman). (HR Thabrani, shahih menurut Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ hadits no. 216)

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِكَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ أَعَاذَكَ اللَّهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاءِ قَالَ وَمَا إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ قَالَ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ بَعْدِي لَا يَقْتَدُونَ بِهَدْيِي وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ لَيْسُوا مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُمْ وَلَا يَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ وَسَيَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي
الراوي : جابر بن عبدالله المحدث : الألباني
المصدر : صحيح الترغيب الصفحة أو الرقم: 2242 خلاصة حكم المحدث : صحيح لغيره
/Dorar.net

Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ka’b bin’ Ujroh, “Semoga Allah melindungimu dari pemerintahan orang-orang yang bodoh”, (Ka’b bin ‘Ujroh Radliyallahu’anhu) bertanya, apa itu kepemerintahan orang bodoh? (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda: “Yaitu para pemimpin negara sesudahku yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak pula berjalan dengan sunnahku, barangsiapa yang membenarkan mereka dengan kebohongan mereka serta menolong mereka atas kedholiman mereka maka dia bukanlah golonganku, dan aku juga bukan termasuk golongannya, mereka tidak akan datang kepadaku di atas telagaku, barang siapa yang tidak membenarkan mereka atas kebohongan mereka, serta tidak menolong mereka atas kedholiman mereka maka mereka adalah golonganku dan aku juga golongan mereka serta mereka akan mendatangiku di atas telagaku. (Musnad Ahmad No.13919, shahih lighairihi menurut Al-Albani dalam Shahih at-Targhib).
Allahul Musta’an. Wa laa haula walaa quwwata illaa billahil ‘aliyyil ‘adhiim. (eramuslim/pahamilah)

Jakarta, Selasa 1 Sya’ban 1436H/ 19 Mei 2015

Rekayasa Baca Al-Qur’an dengan Langgam Jawa dan Imaratus Sufahaa


 Oleh Hartono Ahmad Jaiz

Dalam peringatan Isra’ Mi’raj 1436 H di Istana Negara, atau Istana yang digunakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Jum’at (15/5/2015) malam ada sesuatu yang berbeda dalam pembacaan tilawah Al-Qur’an.

Pembacaan Al-Qur’an yang biasanya dilantunkan sesuai dengan kaidah Islam baik dari segi tajwid dan tatacaranya, namun dalam peringatan Isra’ Mi’raj 1436 H di Istana Negara itu dilantunkan dengan lagu Dandang Gulo, salah satu tembang alias nyanyian dalam Langgam Jawa.

Masalah membaca Al-Qur’an dengan lagu Jawa Dadandanggulo dan sebagainya
Jenis lagu Dandanggulo itu dari segi makna kurang lebih adalah angan-angan manis. Lagu dalam langgam Jawa itu punya cengkok naik turunnnya nada dan panjang pendeknya, jumlah bait syairnya serta jumlah suku kata dan qafiyahnya, bunyi-bunyi di akhir bait. Bahkan sekaligus mengandung pula misi dalam isi jenis langgam itu.

Ketika jenis lagunya Dandanggulo maka ya hanya angan-angan manis. Lantas, ketika ternyata untuk melagukan Ayat-ayat Al-Qur’an, berarti sama dengan “memerkosa” ayat Allah untuk diresapi sebagai angan-angan manis belaka.

Betapa celakanya!
Lantas nanti ketika membaca al-Qur’an dengan langgam jenis lainnya, misalnya Durmo (sindiran untuk orang songong, tak peduli totokromo/ tatakrama), bagaimana kalau itu untuk membaca ayat-ayat tentang Keagungan Allah Ta’ala?

Perlu diketahui, tatacara melagukan dan menyusun bait-bait syair lagu langgam Jawa itu mirip dengan ilmu ‘Arudh wal qawafi dalam Sastra Arab. Kalau dalam Langgam Jawa ada Dandanggulo (yang ketika disebut jenis itu) maka mencakup isinya bermakna sekitar angan-angan manis. Irama lagu nyanyiannya sudah tertentu, termasuk panjang pendeknya, jumlah bait syairnya, huruf-huruf akhir baitnya dan sebagainya.

Dalam ilmu ‘arudh wal qawafi, juga ada jenis-jenis bahar, ada bahar wafir, misalnya syair (hanya sekadar contoh):
إِلهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلا        وَلاَ أَقْوَى عَلَى نَارِ الجَحِيْم

“Wahai Tuhan aku bukanlah ahli (Surga) Firdaus, dan aku tak sanggup ke (Neraka) Jahim.
Syair itu harus sesuai wazannya (timbangan yang mengatur panjang pendek dan menimbulkan irama nadanya). Juga harus sesuai qafiyahnya, bunyi akhir tiap baitnya.

Irama lagu dari syair yang baharnya jenis wafir contohnya Ilahi lastulil firdausi itu ya hanya untuk dilagukan syair yang begitu. Tidak boleh untuk melagukan syair-syair yang jenis baharnya lain. Apalagi untuk menjadi rujukan dalam membaca al-Qur’an, maka lebih tidak boleh lagi. Karena akan sangat tidak cocok dan tidak dapat diterapkan.

Demikian pula, lagu irama Dandagulo Jawa, ya tidak bisa untuk melagukan jenis tembang Durmo (songong, bahasa Betawi, tidak peduli tatakrama dan susila). Bagaimana mau melagukan angan-angan manis (Dandanggulo) untuk laku Durmo (sindiran untuk yang songong)?

Nah, persoalannya, lha sesama langgam Jawa saja yang satu tidak boleh untuk yang lain, karena serba berlainan, bahkan tujuannya juga berlainan, ada yang untuk angan-angan manis, ada yang untuk menyindir kesongongan, ada yang untuk masalah kasmaran (asmarandana) dan sebagainya. Jadi dari arah mana, ketika mau dipaksakan untuk membaca Al-Qur’an?

Itu belum lagi ketika antara irama lagu Jawanya itu tujuannya untuk menyindir kesongongan, misalnya, lalu untuk membaca ayat-ayat tentang keagungan Allah Ta’ala. Bagaimana? Bukankah itu jatuhnya menjadi mengolok-olok ayat Allah? Padahal kalau sampai dinilai sebagai mengolok-olok ayat Allah, maka menjadi kafir.

وَلَئِن سَأَلۡتَهُمۡ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ ٦٥ لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡۚ إِن نَّعۡفُ عَن طَآئِفَةٖ مِّنكُمۡ نُعَذِّبۡ طَآئِفَةَۢ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ مُجۡرِمِينَ ٦٦ [سورة التوبة,٦٥-٦٦]

65. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?

66. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa [At Tawbah,65-66].

Oleh karena itu, orang-orang Arab tempat turunnya ayat suci Al-Qur’an sendiri tidak pernah menjadikan lagu syair-syair Arab dengan berbagai bentuk baharnya untuk langgam dalam membaca Al-Qur’an. Lha kok malah langgam Jawa mau dijadikan untuk langgam dalam membaca Al-Qur’an. Afalaa ta’qiluun?
Penegasan lagi

Langgam Jawa dandanggulo dan sebagainya, bukan hanya masalah nada irama, tapi mengandung muatan tertentu. Begitu disebut dandanggulo, ya muatannya tentang angan-angan manis. Kalau jenis lagu Durmo ya mengenai semacam sindiran terhadap kesongongan (yang tidak peduli tatakrama/ totokromo). Sehingga penghayatan orang yang melagukan dan yang mendengarnya juga sudah terbawa oleh jenis langgam itu.

Dan satu hal yang sangat perlu diingat, Langgam Jawa Dandanggulo, Durmo dan sebagainya itu hanya bisa digunakan untuk tembang alias nyanyian. Maka ketika disuarakan, walau yang disuarakan itu Al-Qur’an, kesannya ya tetap nyanyian. Jadi sama dengan membanting ayat suci menjadi nyanyian belaka. Apakah setega itu kita mau memperlakukan ayat-ayat Allah Ta’ala?

(Lihat haditsnya di bawah nanti, menjadikan Al-Qur’an sebagai nyanyian itu termasuk 6 perkara yang nabi saw takuti atas umatnya).

Lebih dari itu, nyanyian itu tadi sifatnya sangat terbatas. Artinya yang jenis untuk kasmaran seperti Asmorondono (Asmarandana) ya tidak boleh dinyanyikan untuk lagu jenis pucung alias pocong yang berkaitan dengan orang meninggal.

Kalau orang masih punya pikiran lurus, mana mungkin jenis tembang nyanyian dan sifatnya sangat terbatas seperti itu, kemudian diperuntukkan untuk membaca wahyu Allah? Sedangkan untuk membaca teks Pancasila dalam satu acara misalnya, itu saja sama sekali tidak bisa.

Kenapa? Karena, misalnya Pancasila dibaca dengan lagu Megatruh (mecati alias menjelang meninggal), maka tentu menimbulkan tanda tanya. Apakah pembacanya itu ngalup biar segera mati atau bagaimana.
Itu saja sama-sama hanya bikinan manusia. Sudah menimbulkan masalah. Lha kalau itu untuk merekayasa bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, bukankah berarti pelecehan dan penodaan agama?

Sekali lagi saya tanyakan (secara inkari): Bagaimana kalau ayat-ayat tentang keagungan Allah Ta’ala, lalu dibaca dengan langgam Durmo yang inti nada lagu itu sindiran terhadap orang songong?

Tentu yang terjadi bukan penghormatan terhadapm kesucian Al-Qur’an dan pengagungan untuk Allah Ta’ala dalam isi ayat suci itu, namun adalah istihza’ aias pelecehan. Padahal, kalau sampai jatuhnya ke istihza’ terhadap Allah, ayat-ayat suciNya, dan Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam, maka bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam.

وَلَئِن سَأَلۡتَهُمۡ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ ٦٥ لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡۚ إِن نَّعۡفُ عَن طَآئِفَةٖ مِّنكُمۡ نُعَذِّبۡ طَآئِفَةَۢ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ مُجۡرِمِينَ ٦٦ [سورة التوبة,٦٥-٦٦]

65. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?

66. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa
[At Tawbah,65-66]

Jadi jangan gampang-gampang bicara. Sekalipun ahli ilmu Al-Qur’an, namun dalam kasus rekayasa pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an ini, ketika tidak mengerti tentang Langgam Jawa dengan aneka rangkaiannya, ya wala taqfu maa laisa laka bihi ‘ilm.

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡ‍ُٔولٗا ٣٦ [سورة الإسراء,٣٦]

36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya
[Al Isra”36]

Apalagi ini untuk merekayasa bacaan Al-Qur’an yang mungkin mengikuti Said Aqil Siradj ketua umum NU dan orang liberal dalam memasarkan apa yang disebut Islam Nusantara.
Mau dibawa ke mana Umat Islam ini?

Semoga Allah lindungi kami dari ini:

عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” أَخَافُ عَلَيْكُمْ سِتًّا: إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ، وَسَفْكُ الدِّمَاءِ، وَبَيْعُ الْحُكْمِ، وَقَطِيعَةُ الرَّحِمِ، وَنَشْوٌ يَتَّخِذُونَ الْقُرْآنَ مَزَامِيرَ، وَكَثْرَةُ الشُّرَطِ “
[حكم الألباني]
(صحيح) انظر حديث رقم: 216 في صحيح الجامع

Dari Auf bin Malik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
Aku khawatir atas kamu sekalian enam: pemerintahan orang-orang yang bodoh, penumpahan darah, jual hukum, memutus (tali) persaudaraan/ kekerabatan, generasi yang menjadikan Al-Qur’an sebagai nyanyian, dan banyaknya polisi (aparat pemerintah, yang berarti banyak kedhaliman). (HR Thabrani, shahih menurut Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ hadits no. 216)

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِكَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ أَعَاذَكَ اللَّهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاءِ قَالَ وَمَا إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ قَالَ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ بَعْدِي لَا يَقْتَدُونَ بِهَدْيِي وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ لَيْسُوا مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُمْ وَلَا يَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ وَسَيَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي
الراوي : جابر بن عبدالله المحدث : الألباني
المصدر : صحيح الترغيب الصفحة أو الرقم: 2242 خلاصة حكم المحدث : صحيح لغيره
/Dorar.net

Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ka’b bin’ Ujroh, “Semoga Allah melindungimu dari pemerintahan orang-orang yang bodoh”, (Ka’b bin ‘Ujroh Radliyallahu’anhu) bertanya, apa itu kepemerintahan orang bodoh? (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda: “Yaitu para pemimpin negara sesudahku yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak pula berjalan dengan sunnahku, barangsiapa yang membenarkan mereka dengan kebohongan mereka serta menolong mereka atas kedholiman mereka maka dia bukanlah golonganku, dan aku juga bukan termasuk golongannya, mereka tidak akan datang kepadaku di atas telagaku, barang siapa yang tidak membenarkan mereka atas kebohongan mereka, serta tidak menolong mereka atas kedholiman mereka maka mereka adalah golonganku dan aku juga golongan mereka serta mereka akan mendatangiku di atas telagaku. (Musnad Ahmad No.13919, shahih lighairihi menurut Al-Albani dalam Shahih at-Targhib).
Allahul Musta’an. Wa laa haula walaa quwwata illaa billahil ‘aliyyil ‘adhiim. (eramuslim/pahamilah)

Jakarta, Selasa 1 Sya’ban 1436H/ 19 Mei 2015