middle ad
Tampilkan postingan dengan label Bahtsul Masail. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bahtsul Masail. Tampilkan semua postingan
Selain pakaian wajib, ada pula yang statusnya sunah. Ini adalah pakaian yang mengandung keindahan dan hiasan. Ini dianjurkan oleh Rasulullah.

Dalam sebuah hadis dari Abu Darda yang diriwayatkan Abu Dawud, Muhammad mengingatkan seorang Muslim untuk membersihkan dan memperindah kendaraan dan pakaian saat hendak bertemu saudara seagamanya.

"Sehingga, kamu tampak bagai tahi lalat di tengah banyak orang. Artinya, indah dan menonjol. Itu karena Allah tidak menyukai pakaian kumal dan sengaja berpakaian kumal," ujar Muhammad. Bukan hanya dalam pertemuan umum, pakaian sunah tersebut dianjurkan dimiliki untuk dipakai saat shalat Jumat dan hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha.

Jenis pakaian lainnya masuk dalam kategori haram, yaitu pakaian dari sutra dan emas bagi laki-laki dan laki-laki yang memakai pakaian khusus buat perempuan juga perempuan yang berpakaian khusus untuk laki-laki. Di samping itu, memakai pakaian kemegahan dan kesombongan serta pakaian yang mengandung unsur berlebihan.

Laki-laki tak boleh berpakaian sutra. Siapa yang memakai sutra di dunia tak akan mengenakannya di akhirat. Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah menyatakan, mayoritas ulama berpandangan bahwa memakai sutra dan duduk beralaskan sutra haram hukumnya. Tak ada pertentangan di antara mereka dalam masalah ini. Bagi perempuan, pakaian sutra tak menjadi masalah.

Diizinkan laki-laki berpakaian sutra kalau ada uzur. Anas menceritakan, Muhammad memberikan keringanan kepada Abdurahman bin Auf dan Zubair menggunakan pakaian sutra karena penyakit gatal yang diderita kedua sahabat itu. Mazhab Syafii memandang ada beberapa ketentuan pada sutra yang bercampur bahan lain.

Apabila sebagian besarnya adalah bahan sutra, pakaian itu diharamkan. Namun saat unsur sutranya hanya setengah atau kurang dari itu, pakaian tersebut tak diharamkan. Mazhab ini pun mengizinkan anak laki-laki menggunakan pakaian sutra. Namun, sebagian besar ahli fikih berpandangan sebaliknya. Mereka berpedoman pada hukum larangan terhadap laki-laki. (republika/pahamilah)

Mengapa Pria Dilarang Berbusana Sutra?

Selain pakaian wajib, ada pula yang statusnya sunah. Ini adalah pakaian yang mengandung keindahan dan hiasan. Ini dianjurkan oleh Rasulullah.

Dalam sebuah hadis dari Abu Darda yang diriwayatkan Abu Dawud, Muhammad mengingatkan seorang Muslim untuk membersihkan dan memperindah kendaraan dan pakaian saat hendak bertemu saudara seagamanya.

"Sehingga, kamu tampak bagai tahi lalat di tengah banyak orang. Artinya, indah dan menonjol. Itu karena Allah tidak menyukai pakaian kumal dan sengaja berpakaian kumal," ujar Muhammad. Bukan hanya dalam pertemuan umum, pakaian sunah tersebut dianjurkan dimiliki untuk dipakai saat shalat Jumat dan hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha.

Jenis pakaian lainnya masuk dalam kategori haram, yaitu pakaian dari sutra dan emas bagi laki-laki dan laki-laki yang memakai pakaian khusus buat perempuan juga perempuan yang berpakaian khusus untuk laki-laki. Di samping itu, memakai pakaian kemegahan dan kesombongan serta pakaian yang mengandung unsur berlebihan.

Laki-laki tak boleh berpakaian sutra. Siapa yang memakai sutra di dunia tak akan mengenakannya di akhirat. Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah menyatakan, mayoritas ulama berpandangan bahwa memakai sutra dan duduk beralaskan sutra haram hukumnya. Tak ada pertentangan di antara mereka dalam masalah ini. Bagi perempuan, pakaian sutra tak menjadi masalah.

Diizinkan laki-laki berpakaian sutra kalau ada uzur. Anas menceritakan, Muhammad memberikan keringanan kepada Abdurahman bin Auf dan Zubair menggunakan pakaian sutra karena penyakit gatal yang diderita kedua sahabat itu. Mazhab Syafii memandang ada beberapa ketentuan pada sutra yang bercampur bahan lain.

Apabila sebagian besarnya adalah bahan sutra, pakaian itu diharamkan. Namun saat unsur sutranya hanya setengah atau kurang dari itu, pakaian tersebut tak diharamkan. Mazhab ini pun mengizinkan anak laki-laki menggunakan pakaian sutra. Namun, sebagian besar ahli fikih berpandangan sebaliknya. Mereka berpedoman pada hukum larangan terhadap laki-laki. (republika/pahamilah)
Oleh : Teuku Muhammad Lintar

Ketika aku duduk santai di beranda rumah, datanglah seorang yang berpakaian rapi turun dari mobil mewah. " Assallammualaikum." dia menyapaku. " Wa alaikumsallam." kubalas salamnya sambil mempersilahkan duduk.

Sesaat kemudian dia mulai membuka pembicaraan. " Saya dengar dari orang-orang bahkan dari pegawai saya bahwa anda bisa meramal. Tujuan saya kemari, ingin mengetahui bagaimana nasib saya untuk kedepannya dan apa yang harus saya lakukan untuk saat ini hingga kedepannya?" mendengar itu aku sangat terkejut dengan pertanyaan yang dia lontarkan.

Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaannya, sambil menghisap sebatang rokok kemudian aku menerangkan padanya. " Saya ini bukan peramal tapi saya ini hanya bisa membaca karakter orang dan itu semua karena Allah SWT, kenapa saya katakan demikian? oleh sebab satu detik kedepan adalah rahasia Allah, tidak ada seorang pun tahu akan ketentuan-NYA, contoh kecil akan saya berikan; Anda pasti tahu malam akan tiba tapi apakah anda tahu ketika malam itu akan turun hujan? tentu anda tidak akan tahu, karena itu adalah Rahasia Allah.

Nah, saya tidak melihat masa depan tapi saya melihat karakter seseorang, contohnya; mungkin ada yang terlupakan bagi anda sekarang ini, bisa jadi usaha anda saat ini menurun karena satu alasan dan itu terkadang juga bisa jadi teguran dari Allah SWT.

Dalam hal ini saya melihat ke sisi belakang, kenapa usaha anda menurun? bisa jadi karena anda lupa akan sebuah niat yang dulu pernah di ikrarkan apabila anda berhasil dalam usaha ini maka mengundang anak yatim-piatu, namun faktanya anda tidak melaksanakannya, itulah sebabnya usaha anda menurun.

Allah Swt telah menegur hati anda agar ingat akan janji pada-NYA melalui saya." Setelah aku menerangkan. Dia bertanya lagi, " Apakah MERAMAL itu ada hukumnya dalam agama?"

Kali ini kami bersama-sama meneguk kopi buatan ibuku. " Dalam Al-Qur'an (QS. An-Naml : 65) Allah berfirman, " Tidak ada seorang pun dilangit dan dibumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah dan mereka tidak mengetahui bila mereka dibangkit," Sudah jelas bagi kita semua bahwa meramal itu dilarang oleh Allah SWT, Akhirnya dia pergi dengan senyuman yang mengisyaratkan pengertian akan penjelasanku.


Perihal hukum meramal HARAM adalah:

“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka Shalatnya selama 40 hari tidak akan diterima”

Barangsiapa membenarkan atau meyakini ramalan tersebut, maka dianggap telah meng Kufuri Al-Qur'an yang menyatakan hanya disisi Allah pengetahuan Ilmu Ghoib.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam Bersabda : “Barangsiapa yang mendatangi Dukun atau tukang ramal lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah Kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Rasullullah.

Hukum Meramal..........?

Oleh : Teuku Muhammad Lintar

Ketika aku duduk santai di beranda rumah, datanglah seorang yang berpakaian rapi turun dari mobil mewah. " Assallammualaikum." dia menyapaku. " Wa alaikumsallam." kubalas salamnya sambil mempersilahkan duduk.

Sesaat kemudian dia mulai membuka pembicaraan. " Saya dengar dari orang-orang bahkan dari pegawai saya bahwa anda bisa meramal. Tujuan saya kemari, ingin mengetahui bagaimana nasib saya untuk kedepannya dan apa yang harus saya lakukan untuk saat ini hingga kedepannya?" mendengar itu aku sangat terkejut dengan pertanyaan yang dia lontarkan.

Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaannya, sambil menghisap sebatang rokok kemudian aku menerangkan padanya. " Saya ini bukan peramal tapi saya ini hanya bisa membaca karakter orang dan itu semua karena Allah SWT, kenapa saya katakan demikian? oleh sebab satu detik kedepan adalah rahasia Allah, tidak ada seorang pun tahu akan ketentuan-NYA, contoh kecil akan saya berikan; Anda pasti tahu malam akan tiba tapi apakah anda tahu ketika malam itu akan turun hujan? tentu anda tidak akan tahu, karena itu adalah Rahasia Allah.

Nah, saya tidak melihat masa depan tapi saya melihat karakter seseorang, contohnya; mungkin ada yang terlupakan bagi anda sekarang ini, bisa jadi usaha anda saat ini menurun karena satu alasan dan itu terkadang juga bisa jadi teguran dari Allah SWT.

Dalam hal ini saya melihat ke sisi belakang, kenapa usaha anda menurun? bisa jadi karena anda lupa akan sebuah niat yang dulu pernah di ikrarkan apabila anda berhasil dalam usaha ini maka mengundang anak yatim-piatu, namun faktanya anda tidak melaksanakannya, itulah sebabnya usaha anda menurun.

Allah Swt telah menegur hati anda agar ingat akan janji pada-NYA melalui saya." Setelah aku menerangkan. Dia bertanya lagi, " Apakah MERAMAL itu ada hukumnya dalam agama?"

Kali ini kami bersama-sama meneguk kopi buatan ibuku. " Dalam Al-Qur'an (QS. An-Naml : 65) Allah berfirman, " Tidak ada seorang pun dilangit dan dibumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah dan mereka tidak mengetahui bila mereka dibangkit," Sudah jelas bagi kita semua bahwa meramal itu dilarang oleh Allah SWT, Akhirnya dia pergi dengan senyuman yang mengisyaratkan pengertian akan penjelasanku.


Perihal hukum meramal HARAM adalah:

“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka Shalatnya selama 40 hari tidak akan diterima”

Barangsiapa membenarkan atau meyakini ramalan tersebut, maka dianggap telah meng Kufuri Al-Qur'an yang menyatakan hanya disisi Allah pengetahuan Ilmu Ghoib.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam Bersabda : “Barangsiapa yang mendatangi Dukun atau tukang ramal lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah Kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Rasullullah.
pahamilah.com - Assalamu'alaikum wr wb.

Bagaimana hukumnya pernikahan yang dilakukan setelah pengantinnya hamil? Apakah anak yang dilahirkan berhak menggunakan nama suami ibunya? Ada yang mengatakan nikahnya tidak sah karena dilakukan pada kondisi tidak suci, sehingga dianjurkan dinikahkan lagi.

Wassalamualaikum,

Anita, Jakarta


Jawaban:

Perkawinan yang didahului oleh kehamilan dinilai sah oleh banyak ulama, walaupun memang ada ulama yang menyatakan bahwa perkawinan tersebut tidak sah. Sahabat Nabi SAW, Ibnu Abbas, berpendapat bahwa hubungan dua jenis kelamin yang tidak didahului oleh pernikahan yang sah, lalu dilaksanakan sesudahnya pernikahan yang sah menjadikan hubungan tersebut awalnya haram dan akhirnya halal.

Dengan kata lain, perkawinan seseorang yang telah berzina dengan wanita kemudian menikahinya dengan sah, seperti keadaan seorang yang mencuri buah dari kebun seseorang, kemudian dia membeli dengan sah kebun tersebut bersama seluruh buahnya.

Apa yang dicurinya (sebelum pembelian itu) haram, sedang yang dibelinya setelah pencurian itu adalah halal. Inilah pendapat Imam Syafi'i dan Abu Hanifah. Sedang Imam Malik menilai bahwa siapa yang berzina dengan seseorang kemudian dia menikahinya, maka hubungan seks keduanya adalah haram, kecuali dia melakukan akad nikah yang baru, setelah selesai iddah dari hubungan seks yang tidak sah itu.

Memang kalau ingin lebih tenang, sehingga dipandang sah juga oleh penganut mazhab Maliki, tidak ada salahnya melakukan nikah ulang, dengan memanggil dua orang saksi, wali wanita serta siapa saja yang bertindak sebagai penghulu. Anak yang lahir itu -- jika diakui oleh suami wanita tadi, maka dia dapat menyandang nama sang suami. Demikian, Wa Allah A'lam.


sumber: republika.co.id

Nikah Setelah Hamil, Bagaimana Hukumnya?

pahamilah.com - Assalamu'alaikum wr wb.

Bagaimana hukumnya pernikahan yang dilakukan setelah pengantinnya hamil? Apakah anak yang dilahirkan berhak menggunakan nama suami ibunya? Ada yang mengatakan nikahnya tidak sah karena dilakukan pada kondisi tidak suci, sehingga dianjurkan dinikahkan lagi.

Wassalamualaikum,

Anita, Jakarta


Jawaban:

Perkawinan yang didahului oleh kehamilan dinilai sah oleh banyak ulama, walaupun memang ada ulama yang menyatakan bahwa perkawinan tersebut tidak sah. Sahabat Nabi SAW, Ibnu Abbas, berpendapat bahwa hubungan dua jenis kelamin yang tidak didahului oleh pernikahan yang sah, lalu dilaksanakan sesudahnya pernikahan yang sah menjadikan hubungan tersebut awalnya haram dan akhirnya halal.

Dengan kata lain, perkawinan seseorang yang telah berzina dengan wanita kemudian menikahinya dengan sah, seperti keadaan seorang yang mencuri buah dari kebun seseorang, kemudian dia membeli dengan sah kebun tersebut bersama seluruh buahnya.

Apa yang dicurinya (sebelum pembelian itu) haram, sedang yang dibelinya setelah pencurian itu adalah halal. Inilah pendapat Imam Syafi'i dan Abu Hanifah. Sedang Imam Malik menilai bahwa siapa yang berzina dengan seseorang kemudian dia menikahinya, maka hubungan seks keduanya adalah haram, kecuali dia melakukan akad nikah yang baru, setelah selesai iddah dari hubungan seks yang tidak sah itu.

Memang kalau ingin lebih tenang, sehingga dipandang sah juga oleh penganut mazhab Maliki, tidak ada salahnya melakukan nikah ulang, dengan memanggil dua orang saksi, wali wanita serta siapa saja yang bertindak sebagai penghulu. Anak yang lahir itu -- jika diakui oleh suami wanita tadi, maka dia dapat menyandang nama sang suami. Demikian, Wa Allah A'lam.


sumber: republika.co.id

EMPAT tahun bukanlah waktu sedikit untuk belajar mengenal teori keadilan dalam pasal dan undang-udang, setiap hari kami bercengkerama dengan aturan, setiap waktu kami menulis makalah dalam bentuk tinjauan maupun intisari peraturan, demi ke-sohihan-nya pun tak jarang kami harus berburu resensi TEBAL ratusan halaman di perpustakaan atau menelusuri jejak-jejak di dunia maya dengan berbekal mesin pencari (google, dsb) dan menggantungkan diri pada tiga huruf hebat "WWW" (http/https) sebagai "jimat" yang kesaktiannya melebihi dukun atau paranormal di muka bumi.

Memang sangat indah dan menyenangkan menimba ilmu tentang keadilan di bangku perkuliahan, sebab yang kami kaji adalah ideliasme kebenaran, disana antara hitam dan putih mudah sekali dibedakan, antara yang bengkok dan lurus sangat tegas tidak boleh dicampur adukkan.

Setelah kami disyahkan dihadapan Majelis dalam seremonial yang disebut dengan istilah wisuda, kami mencoba untuk mengamalkan apa yang telah kami timba, namun ternyata dunia ini begitu SANGAT HITAM yang pekatnya melebihi jelaga, hingga pelita kecil yang kami bawa tiada mampu menerangi sebagaimana mestinya, bahkan untuk tapak kecil kami sendiri dalam melangkah pun cahaya itu seakan tidak bisa membuat jalan yang kami telusuri menjadi terang.

Memang dulu sewaktu menimba idealisme keadilan itu kami juga dikenalkan dengan realita melalui praktek dan belajar menangani suatu kasus, tapi sekarang fakta yang kami hadapi ternyata lebih kejam dan tidak berkeperimanusiaan serta jauh dari nilai moralitas, hukum telah menjadi ROBOT - dikendalikan demi kepentingan pribadi semata, digerakkan oleh oknum manusia-manusia bermoral rendah yang hanya menyukai STANDART HARGA yang terkenal dengan istilah WANI PIRO, jujur dengan berat hati saya enggan memakai istilah OKNUM sebab pada kenyataannya mereka itu lebih banyak daripada manusia yang masih menjunjung moralitas dan kebenaran yang sejujurnya.

Mungkin "kebanyakan" oknum-oknum tersebut akan membantah dengan menggunakan alasan ini dan itu, namun alasan tetap sebuah alasan demi pembenaran terhadap yang mereka kerjakan. (oknum kok banyak? - jadi berasa aneh pada tulisanku sendiri)

Empat tahunku seakan sia-sia belaka, sebab ternyata aku tidak bisa bermain dalam suatu lobi abu-abu yang sarat dengan berbagai macam kepentingan, hati nuraniku tidak sanggup untuk menjadi sosok dalam dua muka, yang disatu sisi harus makan dari hasil tetes keringat yang diperoleh dari mempermainkan keadilan namun di sisi yang lain berdalih bahwa semua ini demi "membela" suatu keadilan yang pada hakikatnya kebenaran itu sendiri masih dipertanyakan.

Aku pernah mengalami suatu ketidakadilan dimana KEPALSUAN itu disyahkan sebagai juara ketika palu hakim berbunyi membentur meja - aku kalah, lalu dimanakah keadilan itu ada? yang kuketahui keadilan yang sebenarnya itu hanya ada dialam sana, dimana ketika mulut dikunci rapat dan hanya anggota tubuh saja yang diperkenankan untuk bicara.


__________________..
NB: tulisan ini aku persembahkan kepada diriku sendiri dan juga untuk sahabat yang kejujurannya tiada berharga dan kebenaran yang diungkapkannya hanya dipandang sebelah mata. 



Keadilan Wani Piro


EMPAT tahun bukanlah waktu sedikit untuk belajar mengenal teori keadilan dalam pasal dan undang-udang, setiap hari kami bercengkerama dengan aturan, setiap waktu kami menulis makalah dalam bentuk tinjauan maupun intisari peraturan, demi ke-sohihan-nya pun tak jarang kami harus berburu resensi TEBAL ratusan halaman di perpustakaan atau menelusuri jejak-jejak di dunia maya dengan berbekal mesin pencari (google, dsb) dan menggantungkan diri pada tiga huruf hebat "WWW" (http/https) sebagai "jimat" yang kesaktiannya melebihi dukun atau paranormal di muka bumi.

Memang sangat indah dan menyenangkan menimba ilmu tentang keadilan di bangku perkuliahan, sebab yang kami kaji adalah ideliasme kebenaran, disana antara hitam dan putih mudah sekali dibedakan, antara yang bengkok dan lurus sangat tegas tidak boleh dicampur adukkan.

Setelah kami disyahkan dihadapan Majelis dalam seremonial yang disebut dengan istilah wisuda, kami mencoba untuk mengamalkan apa yang telah kami timba, namun ternyata dunia ini begitu SANGAT HITAM yang pekatnya melebihi jelaga, hingga pelita kecil yang kami bawa tiada mampu menerangi sebagaimana mestinya, bahkan untuk tapak kecil kami sendiri dalam melangkah pun cahaya itu seakan tidak bisa membuat jalan yang kami telusuri menjadi terang.

Memang dulu sewaktu menimba idealisme keadilan itu kami juga dikenalkan dengan realita melalui praktek dan belajar menangani suatu kasus, tapi sekarang fakta yang kami hadapi ternyata lebih kejam dan tidak berkeperimanusiaan serta jauh dari nilai moralitas, hukum telah menjadi ROBOT - dikendalikan demi kepentingan pribadi semata, digerakkan oleh oknum manusia-manusia bermoral rendah yang hanya menyukai STANDART HARGA yang terkenal dengan istilah WANI PIRO, jujur dengan berat hati saya enggan memakai istilah OKNUM sebab pada kenyataannya mereka itu lebih banyak daripada manusia yang masih menjunjung moralitas dan kebenaran yang sejujurnya.

Mungkin "kebanyakan" oknum-oknum tersebut akan membantah dengan menggunakan alasan ini dan itu, namun alasan tetap sebuah alasan demi pembenaran terhadap yang mereka kerjakan. (oknum kok banyak? - jadi berasa aneh pada tulisanku sendiri)

Empat tahunku seakan sia-sia belaka, sebab ternyata aku tidak bisa bermain dalam suatu lobi abu-abu yang sarat dengan berbagai macam kepentingan, hati nuraniku tidak sanggup untuk menjadi sosok dalam dua muka, yang disatu sisi harus makan dari hasil tetes keringat yang diperoleh dari mempermainkan keadilan namun di sisi yang lain berdalih bahwa semua ini demi "membela" suatu keadilan yang pada hakikatnya kebenaran itu sendiri masih dipertanyakan.

Aku pernah mengalami suatu ketidakadilan dimana KEPALSUAN itu disyahkan sebagai juara ketika palu hakim berbunyi membentur meja - aku kalah, lalu dimanakah keadilan itu ada? yang kuketahui keadilan yang sebenarnya itu hanya ada dialam sana, dimana ketika mulut dikunci rapat dan hanya anggota tubuh saja yang diperkenankan untuk bicara.


__________________..
NB: tulisan ini aku persembahkan kepada diriku sendiri dan juga untuk sahabat yang kejujurannya tiada berharga dan kebenaran yang diungkapkannya hanya dipandang sebelah mata.