Worldbulletin
Pahamilah.com - Seorang tentara Israel menuliskan pengakuan, tentang apa yang terjadi dalam Perang 50 Hari di Jalur Gaza pada Juli 2014, dalam sebuah artikel, dan dipublikasikan saat penduduk Palestina memperingari Hari Nakba.
"Komandan unit memerintahkan kami bebas menembak warga sipil untuk membalas kematian seorang tentara," ujar Arieh, tulis tentara berusia 20 tahun itu, seperti dikutip worldbulletin.net.
Arieh mengaku dipanggil untuk tugas tempur awal Juli 2014 dan ditempatkan di Jalur Gaza. Sampai beberapa hari sebelum penugasan, tulisnya, Operation Protective Edge -- nama operasi serangan ke Jalur Gaza -- belum diumumkan.
"Beberapa prajurit berspekulasi bahwa akan ada perang," demikian Arieh. "Seorang komandan meminta kami berimajinasi berada dalam radius 200 meter, dan menembak apa saja yang bergerak dalam radius itu."
Komandan unit, masih menurut Arieh, mengatakan; "Kita membom warga sipil untuk senang-senang." Arieh juga mencatat satu hari di bulan April 2014, sekitar pukul 08.00 pagi, serdadu mengunjungi Al-Bureij -- kamp pengungsi padat penghuni di tengah Jalur Gaza.
"Saat itu komandan mengatakan kepada kami untuk memilih target secara acak dan tembak," tulis Arieh. "Kami tidak melihat pejuang Hamas, dan tidak ada yang menembak kami. Namun komandan kami mengatakan; Kita harus mengirim ucapan selamat pagi khas tentara Isarel."
Dalam bagian artikelnya, Arieh menulis; "Saya ingat, suatu hari seorang prajurit dari unit kami tewas. Komandan meminta kami membalas dendam. Saya menembakan meriam secara acak ke wilayah yang hanya empat kilometer dari posisi kami. Kami menembak bangunan sipil berlantai sebelas. Saya menembak warga sipil yang benar-benar tidak bersalah."
Arieh sampai pada kesimpulan Israel tidak sekadar menyasar Hamas, tapi melenyapkan Jalur Gaza dan seluruh penduduknya, termasuk meratakan infrastruktur.
"Pada 19 Juli 2014 kami memasuki Gaza untuk mencari terowongan Hamas yang menghubungan Gaza dan Israel," tulis Arieh. "Yang terjadi adalah kami menghancurkan inftrastruktur Jalur Gaza, bukan Hamas."
Arieh kini menjadi satu dari 60 prajurit Israel yang setuju bersaksi untuk organisasi Breaking the Silence, organisasi veteran perang Israel yang mendokumentasikan kejahatan perang Yahudi. Pertanyaannya, apakah kesaksian Arieh dan rekan-rekannya lebih dari cukup untuk membawa Israel ke Pengadilan Kejahatan Perang? (inilah/pahamilah)