middle ad
Tampilkan postingan dengan label Pojok Kyai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pojok Kyai. Tampilkan semua postingan
 Muslim Berdoa
Oleh : KH Abdullah Gymnastiar
 
SAHABAT, sungguh merupakan suatu penderitaan bathin apabila doa yang kita panjatkan ke hadirat Allah tidak di-ijabah. Hal ini di sebabkan akhlak dan perbuatan kita sendiri yang belum sesuai dengan keinginan-Nya. Jadi, sama sekali bukan karena Dia zalim kepada hamba-hambaNya. Maha Suci Allah dari perbuatan buruk seperti itu.

Yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan permohonan hamba-hamba-Nya yang beriman. Jika tidak didunia ini, maka pasti di akhirat kelak kita akan mendapatkannya.

Rasulullah Saw pernah bersabda, bahwa di Yaumul Hisab nanti seorang mukmin akan mendapati dalam kitab catatan amalnya beberapa perbuatan baik yang tidak merasa diperbuatnya. Kemudian dirinya ditanya, kenalkah engkau terhadap perbuatanmu ini?. Aku tidak tahu dari mana datangnya amal ini, jawab si mukmin.

Maka diterangkan kepadanya, sesungguhnya ini adalah balasan dari doamu, yang engkau lakukan di dunia dulu. Dan ini karena dalam engkau berdoa kepada Allah, engkau ingat kepada-Nya serta mengakui keesaan-Nya, meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya, memberi seseorang apa yang pantas diperolehnya, tidak mengatakan bahwa daya dan upaya itu datang dari dirimu sendiri, dan membuang kebanggaan serta kesombongan. Semua itu adalah perbuatan baik dan memiliki balasan di sisi Allah Yang Maha Gagah lagi Maha Agung.

Oleh karena itu, Buya Hamka menulis dalam tafsir al-Azhar, bahwa munajat atau doa itu mempunyai beberapa adab yang mesti dijaga. Pertama, hendaklah ikhlas hati kepada-Nya semata-mata; langsung sama sekali tidak teringat kepada yang lain.

Kedua, yakin bahwa permohonan kita niscaya akan dikabulkan. Ketiga, menanam kepercayaan penuh bahwa bertawadlu atau berdoa itu merupakan taufik atau bimbingan dari Allah sendiri yang keuntungannya terutama ialah ber-taqarrub kepada-Nya.

Para ahli ilmu thariqat, kata Hamka menunjukkan pula pengalaman lain dalam bermunajat. Yakni, hendaklah terlebih dahulu ditanamkan marifat kepada Allah. Mengingat kelemahan kita dan kekuatan kita, kehinaan kita dan kemuliaan-Nya, kemiskinan kita dan kekayaan-Nya. Tahu dimana kita dan dimana Dia. Kita memohon dari bawah, sedangkan Dia memberi dari atas. Dia Tuhan, sedangkan kita hamba. Dia Khalik, sedangkan kita makhluk!.

Kemudian, hendaklah sesudah marifat tersebut, tumbuh dengan suburnya rasa cinta kepada-Nya. Cinta yang sangat mendalam, sehingga kepentingan diri sendiri tidak diingat lagi karena yang diingat hanya perintah dan larangan-Nya. Bahkan yang diingat hanya Allah semata! Bila mana cinta telah mendalam, maka apa saja yang diberikan oleh Dzat yang dicintai itu diterima dengan tangan dan hati yang terbuka. Tidak diberi-Nya pun tidak apa-apa. Masya Allah!.

Pada tahap berikutnya, janganlah gelisah atau mengeluh jika yang diminta tidak lekas terkabul. Karena, yang demikian itu bisa jadi merupakan bukti bahwa marifat kita pada Allah belum ada. Atau, bila ternyata akhlak kita sudah mulia, amal kita pun sudah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh-Nya, maka sebenarnya Allah meng-ijabah doa kita justru dengan tidak mengijabahnya. Karena, perhitungannya Maha Sempurna dan Dia pun Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.

Hamka kemudian mengutip sebuah hadits (Atsaar), yang menceritakan seorang hamba Allah yang menadahkan tangannya memohon sesuatu. Setelah mendengar bunyi doanya, Allah berfirman kepada malaikat, Berikanlah apa yang diminta oleh hamba-Ku itu, tetapi jangan lekas-lekas diberikan. Karena, aku senang sekali mendengarkan doanya.

Lalu berdoa pula hamba yang lain. Maka, Allah pun berfirman kepad malaikat, Berikan lekas apa yang dimintanya biar dia segera pergi. Karena, aku tidak senang mendengarkan suaranya.

Sahabat, bisa jadi permohonan yang terakhir itu termasuk doa yang paling buruk. Sedangkan yang termasuk dalam kategori ini, menurut Hamka, yaitu jika Allah hanya dijadikan sebagai jembatan untuk menuju suatu keinginan. Bila keinginan itu telah tercapai, maka Allah pun di lupakan. Naudzu billahi min dzaalik!.

Lantas, bagaimana agar doa kita selalu diijabah oleh-Nya? Camkanlah sabda Rasulullah saw. berikut ini : Barang siapa yang ingin gembira bahwa Allah akan mengabulkan permohonannya ketika dalam kesulitan, hendaklah ia memperbanyak doa tatkala dalam kelapangan. (H.R. Tirmidzi).

Mudah-mudahan Allah yang Maha Rahman menggolongkan kita menjadi orang-orang yang senantiasa bermarifat kepada-Nya. Amin. (inilah/pahamilah)

Dan Mengapa Do'a Kita Tak Diijabah?

 Muslim Berdoa
Oleh : KH Abdullah Gymnastiar
 
SAHABAT, sungguh merupakan suatu penderitaan bathin apabila doa yang kita panjatkan ke hadirat Allah tidak di-ijabah. Hal ini di sebabkan akhlak dan perbuatan kita sendiri yang belum sesuai dengan keinginan-Nya. Jadi, sama sekali bukan karena Dia zalim kepada hamba-hambaNya. Maha Suci Allah dari perbuatan buruk seperti itu.

Yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan permohonan hamba-hamba-Nya yang beriman. Jika tidak didunia ini, maka pasti di akhirat kelak kita akan mendapatkannya.

Rasulullah Saw pernah bersabda, bahwa di Yaumul Hisab nanti seorang mukmin akan mendapati dalam kitab catatan amalnya beberapa perbuatan baik yang tidak merasa diperbuatnya. Kemudian dirinya ditanya, kenalkah engkau terhadap perbuatanmu ini?. Aku tidak tahu dari mana datangnya amal ini, jawab si mukmin.

Maka diterangkan kepadanya, sesungguhnya ini adalah balasan dari doamu, yang engkau lakukan di dunia dulu. Dan ini karena dalam engkau berdoa kepada Allah, engkau ingat kepada-Nya serta mengakui keesaan-Nya, meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya, memberi seseorang apa yang pantas diperolehnya, tidak mengatakan bahwa daya dan upaya itu datang dari dirimu sendiri, dan membuang kebanggaan serta kesombongan. Semua itu adalah perbuatan baik dan memiliki balasan di sisi Allah Yang Maha Gagah lagi Maha Agung.

Oleh karena itu, Buya Hamka menulis dalam tafsir al-Azhar, bahwa munajat atau doa itu mempunyai beberapa adab yang mesti dijaga. Pertama, hendaklah ikhlas hati kepada-Nya semata-mata; langsung sama sekali tidak teringat kepada yang lain.

Kedua, yakin bahwa permohonan kita niscaya akan dikabulkan. Ketiga, menanam kepercayaan penuh bahwa bertawadlu atau berdoa itu merupakan taufik atau bimbingan dari Allah sendiri yang keuntungannya terutama ialah ber-taqarrub kepada-Nya.

Para ahli ilmu thariqat, kata Hamka menunjukkan pula pengalaman lain dalam bermunajat. Yakni, hendaklah terlebih dahulu ditanamkan marifat kepada Allah. Mengingat kelemahan kita dan kekuatan kita, kehinaan kita dan kemuliaan-Nya, kemiskinan kita dan kekayaan-Nya. Tahu dimana kita dan dimana Dia. Kita memohon dari bawah, sedangkan Dia memberi dari atas. Dia Tuhan, sedangkan kita hamba. Dia Khalik, sedangkan kita makhluk!.

Kemudian, hendaklah sesudah marifat tersebut, tumbuh dengan suburnya rasa cinta kepada-Nya. Cinta yang sangat mendalam, sehingga kepentingan diri sendiri tidak diingat lagi karena yang diingat hanya perintah dan larangan-Nya. Bahkan yang diingat hanya Allah semata! Bila mana cinta telah mendalam, maka apa saja yang diberikan oleh Dzat yang dicintai itu diterima dengan tangan dan hati yang terbuka. Tidak diberi-Nya pun tidak apa-apa. Masya Allah!.

Pada tahap berikutnya, janganlah gelisah atau mengeluh jika yang diminta tidak lekas terkabul. Karena, yang demikian itu bisa jadi merupakan bukti bahwa marifat kita pada Allah belum ada. Atau, bila ternyata akhlak kita sudah mulia, amal kita pun sudah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh-Nya, maka sebenarnya Allah meng-ijabah doa kita justru dengan tidak mengijabahnya. Karena, perhitungannya Maha Sempurna dan Dia pun Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.

Hamka kemudian mengutip sebuah hadits (Atsaar), yang menceritakan seorang hamba Allah yang menadahkan tangannya memohon sesuatu. Setelah mendengar bunyi doanya, Allah berfirman kepada malaikat, Berikanlah apa yang diminta oleh hamba-Ku itu, tetapi jangan lekas-lekas diberikan. Karena, aku senang sekali mendengarkan doanya.

Lalu berdoa pula hamba yang lain. Maka, Allah pun berfirman kepad malaikat, Berikan lekas apa yang dimintanya biar dia segera pergi. Karena, aku tidak senang mendengarkan suaranya.

Sahabat, bisa jadi permohonan yang terakhir itu termasuk doa yang paling buruk. Sedangkan yang termasuk dalam kategori ini, menurut Hamka, yaitu jika Allah hanya dijadikan sebagai jembatan untuk menuju suatu keinginan. Bila keinginan itu telah tercapai, maka Allah pun di lupakan. Naudzu billahi min dzaalik!.

Lantas, bagaimana agar doa kita selalu diijabah oleh-Nya? Camkanlah sabda Rasulullah saw. berikut ini : Barang siapa yang ingin gembira bahwa Allah akan mengabulkan permohonannya ketika dalam kesulitan, hendaklah ia memperbanyak doa tatkala dalam kelapangan. (H.R. Tirmidzi).

Mudah-mudahan Allah yang Maha Rahman menggolongkan kita menjadi orang-orang yang senantiasa bermarifat kepada-Nya. Amin. (inilah/pahamilah)


Oleh: KH Abdullah Gymnastiar

Pahamilah.com -
segala puji hanya bagi Allah yang Mahasuci dan Mahaagung yang tidak ada satu makhluk pun dapat menyamai kesucian dan keagungannya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Saw, suri tauladan bagi kita hingga akhir masa.

Mengutip dari kitab al-Hikam nomer 133, “Jangan menuntut upah terhadap amal perbuatan yang engkau sendiri tidak ikut berbuat. Cukup besar upah/balasan bagimu dari Allah jika Ia menerima amal itu. Allah berfirman, ‘Dan Allah yang menjadikan engkau dan apa yang engkau perbuat.’ Ibrahim al-Aqni berkata, ’Dari Allah yang menjadikan hamba dan segala perbuatannya, dia pula yang memberikan taufik untuk siapa yang sampai mendekat kepadanya.”

Rezeki manusia itu sesungguhnya bukan pada pahalanya, melainkan rezeki manusia itu ketika bisa beramal dan Allah ridha. Benar, Allah menjanjikan pahala tapi sejatinya bukan urusan kita pahala itu, urusan Allah yang memberi. Urusan kita adalah sebelum beramal niatnya lurus, ketika beramal dijaga dengan benar, dan sesudah beramal lupakan. Kita tidak boleh menganggap amal itu milik kita, amal itu karunia Allah.

Kegagalan suatu amal ada tiga, yaitu: 1) niatnya tidak benar, 2) caranya tidak benar, 3) sesudah jadi amal diakui itu miliknya. Ini karena sebetulnya bukan kita yang sedekah, yang ada adalah Allah menitipkan uang kepada kita untuk hambanya melalui perantara yaitu kita.

Karena Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk beramal, kemudian Allah memberi taufik di hati kita supaya kita ingin beramal, dan itu sudah cukup untuk kita. Perihal nanti sedekah itu apakah menjadi amal atau tidak, itu semua sudah janji dan hak Allah. Yang mana kita sebagai hamba tidak perlu menunggu, juga tidak perlu untuk mengungkit-ungkit amalan tersebut.

Perihal perhitungan balasan sedekah dari Allah, itu juga adalah hak Allah apakah nanti dibalas dengan 10 sampai 700 kali lipat. Dan itu memang sudah tidak perlu kita nanti-nantikan, karena itu sudah pasti. Janji Allah itu pasti tidak akan pernah meleset. Tidak akan tertukar. Tidak salah detiknya, menitnya, dan pasti sempurna.

Maka dari itu, kita harus fokus pada dua hal di awal dan satu hal di akhir. Yakni jaga dengan lillaahi ta’ala, dan tidak boleh ada niat yang lain atau tersembunyi dalam diri kita. Ketika kita tersenyum, maka bukan karena ingin dagangan kita laku. Kita tersenyum bukan karena supaya kelihatan menarik. Kita tersenyum bukan karena ingin orang lain membalas senyuman kita, tapi kita tersenyum karena Allah suka orang yang tersenyum karena-Nya.

Kita sedekah karena Allah suka ketika kita bersedekah. Perihal orang lain mau berterima kasih, mau menghargai atau tidak itu semua bukan urusan kita. Urusan utama kita adalah sedekah, menolong orang, berbuat supaya amalan tersebut diterima oleh Allah. Dan itu ketika di awal kemudian ketika sudah jadi menjadi amal, hilang diri kita sama sekali.

Semua kebaikan yang bisa kita lakukan itu datangnya dari Allah. Kita tidak boleh mengakui, saya sudah nyumbang, saya sudah menolong, saya sudah berbuat, semua itu tidak boleh. Karena, “Allah lah yang telah menciptakan engkau dan apa yang engkau lakukan.” Itulah adab untuk kita semua.

Namun ketika kita dalam masalah dan kita merasa punya amal, lalu kita bertawasul itu baru diperbolehkan. Karena bertawasul juga sama seperti kita menyerahkan kepada Allah dengan cara kita menyerahkan amalan baik yang pernah kita lakukan, yang mudah-mudahan diterima oleh Allah.

Kemudian marilah kita belajar untuk menjadi pelupa. Pelupa terhadap sekecil apapun kebaikan kita. Karena memang sesungguhnya kita tidak pernah menolong orang, yang ada ialah Allah menggerakkan kita untuk menolong orang lewat perantara kita.

Maka dari itu, sebaiknya kita tidak mengingat-ngingat kebaikan orang lain, apalagi untuk menuntut orang membalas kebaikan kita. Dan yang terpenting adalah ingat, gigih di awal, sempurnakan ikhtiar dan lupakan apa yang sudah terjadi. Wallahu ‘alam. (inilah/pahamilah)


Pahamilah Tiga Tempat dalam Ikhlas



Oleh: KH Abdullah Gymnastiar

Pahamilah.com -
segala puji hanya bagi Allah yang Mahasuci dan Mahaagung yang tidak ada satu makhluk pun dapat menyamai kesucian dan keagungannya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Saw, suri tauladan bagi kita hingga akhir masa.

Mengutip dari kitab al-Hikam nomer 133, “Jangan menuntut upah terhadap amal perbuatan yang engkau sendiri tidak ikut berbuat. Cukup besar upah/balasan bagimu dari Allah jika Ia menerima amal itu. Allah berfirman, ‘Dan Allah yang menjadikan engkau dan apa yang engkau perbuat.’ Ibrahim al-Aqni berkata, ’Dari Allah yang menjadikan hamba dan segala perbuatannya, dia pula yang memberikan taufik untuk siapa yang sampai mendekat kepadanya.”

Rezeki manusia itu sesungguhnya bukan pada pahalanya, melainkan rezeki manusia itu ketika bisa beramal dan Allah ridha. Benar, Allah menjanjikan pahala tapi sejatinya bukan urusan kita pahala itu, urusan Allah yang memberi. Urusan kita adalah sebelum beramal niatnya lurus, ketika beramal dijaga dengan benar, dan sesudah beramal lupakan. Kita tidak boleh menganggap amal itu milik kita, amal itu karunia Allah.

Kegagalan suatu amal ada tiga, yaitu: 1) niatnya tidak benar, 2) caranya tidak benar, 3) sesudah jadi amal diakui itu miliknya. Ini karena sebetulnya bukan kita yang sedekah, yang ada adalah Allah menitipkan uang kepada kita untuk hambanya melalui perantara yaitu kita.

Karena Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk beramal, kemudian Allah memberi taufik di hati kita supaya kita ingin beramal, dan itu sudah cukup untuk kita. Perihal nanti sedekah itu apakah menjadi amal atau tidak, itu semua sudah janji dan hak Allah. Yang mana kita sebagai hamba tidak perlu menunggu, juga tidak perlu untuk mengungkit-ungkit amalan tersebut.

Perihal perhitungan balasan sedekah dari Allah, itu juga adalah hak Allah apakah nanti dibalas dengan 10 sampai 700 kali lipat. Dan itu memang sudah tidak perlu kita nanti-nantikan, karena itu sudah pasti. Janji Allah itu pasti tidak akan pernah meleset. Tidak akan tertukar. Tidak salah detiknya, menitnya, dan pasti sempurna.

Maka dari itu, kita harus fokus pada dua hal di awal dan satu hal di akhir. Yakni jaga dengan lillaahi ta’ala, dan tidak boleh ada niat yang lain atau tersembunyi dalam diri kita. Ketika kita tersenyum, maka bukan karena ingin dagangan kita laku. Kita tersenyum bukan karena supaya kelihatan menarik. Kita tersenyum bukan karena ingin orang lain membalas senyuman kita, tapi kita tersenyum karena Allah suka orang yang tersenyum karena-Nya.

Kita sedekah karena Allah suka ketika kita bersedekah. Perihal orang lain mau berterima kasih, mau menghargai atau tidak itu semua bukan urusan kita. Urusan utama kita adalah sedekah, menolong orang, berbuat supaya amalan tersebut diterima oleh Allah. Dan itu ketika di awal kemudian ketika sudah jadi menjadi amal, hilang diri kita sama sekali.

Semua kebaikan yang bisa kita lakukan itu datangnya dari Allah. Kita tidak boleh mengakui, saya sudah nyumbang, saya sudah menolong, saya sudah berbuat, semua itu tidak boleh. Karena, “Allah lah yang telah menciptakan engkau dan apa yang engkau lakukan.” Itulah adab untuk kita semua.

Namun ketika kita dalam masalah dan kita merasa punya amal, lalu kita bertawasul itu baru diperbolehkan. Karena bertawasul juga sama seperti kita menyerahkan kepada Allah dengan cara kita menyerahkan amalan baik yang pernah kita lakukan, yang mudah-mudahan diterima oleh Allah.

Kemudian marilah kita belajar untuk menjadi pelupa. Pelupa terhadap sekecil apapun kebaikan kita. Karena memang sesungguhnya kita tidak pernah menolong orang, yang ada ialah Allah menggerakkan kita untuk menolong orang lewat perantara kita.

Maka dari itu, sebaiknya kita tidak mengingat-ngingat kebaikan orang lain, apalagi untuk menuntut orang membalas kebaikan kita. Dan yang terpenting adalah ingat, gigih di awal, sempurnakan ikhtiar dan lupakan apa yang sudah terjadi. Wallahu ‘alam. (inilah/pahamilah)


Oleh: Drs. KH. M.Zaimuddin Wijaya As'ad, SU


Alkisah, seorang pengusaha bernama Suto meraih kesuksesan luar biasa. Namun tidak membuatnya lupa diri karena ia rela berbagi dengan siapa saja yang membutuhkan. Sehingga banyak organisasi yang memposisikannya sebagai bendahara, baik itu ormas kepemudaan, keagamaan, keolahragaan, organisasi profesi bahkan partai politik.

Akibat kesibukannya berbisnis dan menjalankan tugas di berbagai organisasi, dia layak dikategorikan tipe suami Jarum Super (jarang di rumah suka pergi), sampai-sampai lupa bahwa anak istrinya punya hak untuk mendapat kasih sayang dan perhatinya sebagai sosok imam dalam keluarga.

Si isteri yang cantik lagi sholihah, ingin mengingatkan kelalaian Suto akan kewajibannya itu, tapi tidak punya keberanian untuk mengatakan, karena suaminya selalu berdalih bahwa apa yang dilakukannya selama ini adalah demi ummat atau rakyat yang membutuhkannya.

Si isteri, sebut saja Siti, yang lulusan pesantren Darul’Ulum ini akhirnya menemukan cara cerdas untuk “berunjuk rasa” pada Suto dengan memasukan sesendok garam dalam botol air mineral yang sengaja diserahkannya sendiri ketika Suto hendak pergi jauh. “Ini air minumnya pa.. sebelum minum baca shalawat tiga kali ya, biar semuanya makin lancar..” pesan Siti yang dibalas Suto dengan kecupan di kening wanita yang mirip Fessy Alwi, presenter MetroTV itu.

Sesampai di Krian, saat jalan sedikit macet, ia ingat pesan isterinya untuk baca shalawat diikuti dengan meminum air yang dibekalinya. Betapa kaget setelah ia meneguk air yang ternyata terasa sangat asin. Ia segera ambil HP untuk menelpon dan memarahi Siti, tapi sebelum semua nomor terpencet, ia ingat dengan bacaan shalawat yang baru dilafalkannya sehingga ia mulai mengendalikan emosi dan berfikir jernih tentang makna semua ini.

Sesampai di kawasan Sepanjang, ia berkata pada sopirnya: “Kita ke Kiai Fulan dulu ya, ke Juandanya nanti saja”. Sesampai di kediaman kiai yang sufi itu, Suto sowan dengan membawa sebotol air ukuran 500 ml persembahan si isteri. Dia pun mulai menceritakan lengkap kisah air tersebut yang diakhiri dengan pertanyaan bagaimana ia harus menyikapi isterinya. Kiai yang memiliki mushalla dengan bak air di depannya seluas 12 m persegi itu, tidak menjawab tapi malah masuk rumah dan keluar membawa sekantung garam ukuran setengah kilo. “Ayo ikut saya ke bak air wudhu itu..” ajak kiai pada Suto yang masih diliputi tandatanya.

“Bungkusan garam ini lebih besar dari botol kamu, aku masukkan semuanya ke bak ini. Mari kita aduk sama-sama..” ajak kiai yang diikuti Suto dengan rasa penasaran. “Sudah lima menit lebih kita aduk, sekarang cicipi airnya dan rasakan keasinannya..”. Suto berkali-kali pindah tempat untuk merasakan air itu yang ternyata lidahnya tidak mampu mendeteksi rasa garamnya.

“Begini maknanya..” Kiai Fulan mulai menjelaskan.. “Garam adalah lambang permasalahan yang kita hadapi, tak satu pun manusia normal terbebas dari masalah, karena masalah adalah bagian dari ujian Tuhan terhadap hambanya untuk menyeleksi mana hamba yang takwa dan yang tidak.

Kadar garam atau masalah bisa sama, satu sendok, tapi bagi orang yang punya air hanya sebotol maka ia akan kehilangan jati diri keasliannya, larut dalam masalah, namun bagi yang memiliki air sekolam, garam tersebut sama sekali tak berpengaruh, maka perbanyaklah perbendaharaan airmu dengan hati yang selalu dzikir ingat pada Allah, sehingga kamu benar-benar bisa merasakan apakah masalah ini buah dari kesalahan-kesalahan masa lalumu atau memang betul-betul ujian dari Tuhan.

Bila itu akibat kesalahanmu, maka bersyukurlah karena kamu diberi kesempatan lebih awal untuk memperbaikinya, sehingga tidak harus memepertanggung-jawabkannya di akhirat. Namun bila itu ujian Tuhan, maka hadapilah dengan optimisme karena itu pertanda Allah akan mengangkat derajatmu..”

“Maaf kiai.. bagaimana dengan air isteri saya tadi.?” Sela Suto. “Itu berarti buah kesalahan masa lalumu.. maka sekarang batalkan keberangkatanmu ke Jakarta, kembalilah pada isterimu karena dialah sesungguhnya yang akan memperbanyak air di hatimu sehingga akan membuatmu lebih kuat menghadapi masalah dari ujian Tuhan”. Tukas kiai Fulan sambil menepuk pundak Suto.

Satu jam kemudian, betapa kagetnya Siti melihat kedatangan suaminya yang tergesa-gesa masuk rumah. “Apa ada yang ketinggalan pa..?” sapa siti. “Dulu memang ada yang ketinggalan ma, tapi sekarang tidak akan lagi.. karena aku akan membawa diri dan hatimu bersamaku selalu…. “ kata Suto sambil memeluk erat isterinya yang mulai menitikkan air mata bahagia.

Untuk itu, pembaca yang budiman, jangan pernah melupakan dukungan pasangan dalam meraih kesuksesan. Apalah arti sukses di luar rumah bila di rumah sendiri tidak terbangun suasana “baity jannaty”, rumahku adalah surgaku, sebagaimana rumahtangga Rasulullah.. Salam sukses penuh berkah.


Fote note ____________________

Drs. KH. M.Zaimuddin Wijaya As'ad, SU adalah Jajaran Pengasuh di Pesantren Darul Ulum Jombang

 email: zaimuddinasad@yahoo.co.id










Alkisah Garam dan Air Pasangan

Oleh: Drs. KH. M.Zaimuddin Wijaya As'ad, SU


Alkisah, seorang pengusaha bernama Suto meraih kesuksesan luar biasa. Namun tidak membuatnya lupa diri karena ia rela berbagi dengan siapa saja yang membutuhkan. Sehingga banyak organisasi yang memposisikannya sebagai bendahara, baik itu ormas kepemudaan, keagamaan, keolahragaan, organisasi profesi bahkan partai politik.

Akibat kesibukannya berbisnis dan menjalankan tugas di berbagai organisasi, dia layak dikategorikan tipe suami Jarum Super (jarang di rumah suka pergi), sampai-sampai lupa bahwa anak istrinya punya hak untuk mendapat kasih sayang dan perhatinya sebagai sosok imam dalam keluarga.

Si isteri yang cantik lagi sholihah, ingin mengingatkan kelalaian Suto akan kewajibannya itu, tapi tidak punya keberanian untuk mengatakan, karena suaminya selalu berdalih bahwa apa yang dilakukannya selama ini adalah demi ummat atau rakyat yang membutuhkannya.

Si isteri, sebut saja Siti, yang lulusan pesantren Darul’Ulum ini akhirnya menemukan cara cerdas untuk “berunjuk rasa” pada Suto dengan memasukan sesendok garam dalam botol air mineral yang sengaja diserahkannya sendiri ketika Suto hendak pergi jauh. “Ini air minumnya pa.. sebelum minum baca shalawat tiga kali ya, biar semuanya makin lancar..” pesan Siti yang dibalas Suto dengan kecupan di kening wanita yang mirip Fessy Alwi, presenter MetroTV itu.

Sesampai di Krian, saat jalan sedikit macet, ia ingat pesan isterinya untuk baca shalawat diikuti dengan meminum air yang dibekalinya. Betapa kaget setelah ia meneguk air yang ternyata terasa sangat asin. Ia segera ambil HP untuk menelpon dan memarahi Siti, tapi sebelum semua nomor terpencet, ia ingat dengan bacaan shalawat yang baru dilafalkannya sehingga ia mulai mengendalikan emosi dan berfikir jernih tentang makna semua ini.

Sesampai di kawasan Sepanjang, ia berkata pada sopirnya: “Kita ke Kiai Fulan dulu ya, ke Juandanya nanti saja”. Sesampai di kediaman kiai yang sufi itu, Suto sowan dengan membawa sebotol air ukuran 500 ml persembahan si isteri. Dia pun mulai menceritakan lengkap kisah air tersebut yang diakhiri dengan pertanyaan bagaimana ia harus menyikapi isterinya. Kiai yang memiliki mushalla dengan bak air di depannya seluas 12 m persegi itu, tidak menjawab tapi malah masuk rumah dan keluar membawa sekantung garam ukuran setengah kilo. “Ayo ikut saya ke bak air wudhu itu..” ajak kiai pada Suto yang masih diliputi tandatanya.

“Bungkusan garam ini lebih besar dari botol kamu, aku masukkan semuanya ke bak ini. Mari kita aduk sama-sama..” ajak kiai yang diikuti Suto dengan rasa penasaran. “Sudah lima menit lebih kita aduk, sekarang cicipi airnya dan rasakan keasinannya..”. Suto berkali-kali pindah tempat untuk merasakan air itu yang ternyata lidahnya tidak mampu mendeteksi rasa garamnya.

“Begini maknanya..” Kiai Fulan mulai menjelaskan.. “Garam adalah lambang permasalahan yang kita hadapi, tak satu pun manusia normal terbebas dari masalah, karena masalah adalah bagian dari ujian Tuhan terhadap hambanya untuk menyeleksi mana hamba yang takwa dan yang tidak.

Kadar garam atau masalah bisa sama, satu sendok, tapi bagi orang yang punya air hanya sebotol maka ia akan kehilangan jati diri keasliannya, larut dalam masalah, namun bagi yang memiliki air sekolam, garam tersebut sama sekali tak berpengaruh, maka perbanyaklah perbendaharaan airmu dengan hati yang selalu dzikir ingat pada Allah, sehingga kamu benar-benar bisa merasakan apakah masalah ini buah dari kesalahan-kesalahan masa lalumu atau memang betul-betul ujian dari Tuhan.

Bila itu akibat kesalahanmu, maka bersyukurlah karena kamu diberi kesempatan lebih awal untuk memperbaikinya, sehingga tidak harus memepertanggung-jawabkannya di akhirat. Namun bila itu ujian Tuhan, maka hadapilah dengan optimisme karena itu pertanda Allah akan mengangkat derajatmu..”

“Maaf kiai.. bagaimana dengan air isteri saya tadi.?” Sela Suto. “Itu berarti buah kesalahan masa lalumu.. maka sekarang batalkan keberangkatanmu ke Jakarta, kembalilah pada isterimu karena dialah sesungguhnya yang akan memperbanyak air di hatimu sehingga akan membuatmu lebih kuat menghadapi masalah dari ujian Tuhan”. Tukas kiai Fulan sambil menepuk pundak Suto.

Satu jam kemudian, betapa kagetnya Siti melihat kedatangan suaminya yang tergesa-gesa masuk rumah. “Apa ada yang ketinggalan pa..?” sapa siti. “Dulu memang ada yang ketinggalan ma, tapi sekarang tidak akan lagi.. karena aku akan membawa diri dan hatimu bersamaku selalu…. “ kata Suto sambil memeluk erat isterinya yang mulai menitikkan air mata bahagia.

Untuk itu, pembaca yang budiman, jangan pernah melupakan dukungan pasangan dalam meraih kesuksesan. Apalah arti sukses di luar rumah bila di rumah sendiri tidak terbangun suasana “baity jannaty”, rumahku adalah surgaku, sebagaimana rumahtangga Rasulullah.. Salam sukses penuh berkah.


Fote note ____________________

Drs. KH. M.Zaimuddin Wijaya As'ad, SU adalah Jajaran Pengasuh di Pesantren Darul Ulum Jombang

 email: zaimuddinasad@yahoo.co.id










Oleh: Drs. KH. M.Zaimuddin Wijaya As'ad, SU


Suami isteri yang ekonominya sedang-sedang saja, menikmati teh hangat berdua sembari menunggu azan maghrib di depan televisi, saat si isteri membuka-buka majalah, dia melihat gambar yang menyita perhatiannya, gambar tumpukan uang ribuan dollar.

"Kanda..lihat nih, banyak sekali ya.. seandainya kita punya uang segini, kita gak perlu lagi tinggal di rumah yang sempit ini.." gumam si isteri.

"Hehehe.. ndak usah berandai-andai, kita nikmati saja apa yang kita terima saat ini, yang penting dinda doain dan "nyupport" terus aktivitas kanda supaya lancar dan halal rezki kanda.." jawab si suami agak kesal.

"Aku sudah doain terus kok, siang malam.. tapi sepertinya Tuhan belum mengabulkannya.." keluh si isteri

"Istighfarlah dinda..., dinda harus bersyukur karena bisa melihat gambar tumpukan uang dollar itu..coba, bila dinda disuruh memilih: bisa melihat tapi tak bisa memiliki atau bisa memiliki tapi kemudian tak bisa melihat..? dinda pilih mana..?" tanya suami sambil mendekat setengah berbisik.

"Gak milih dua-duanya.." jawab si istri sambil menjauh..

"Kalau aku sih pilih yang pertama, biarlah aku hanya bisa melihat dollar meski tak bisa memiliki.. sebab dengan aku bisa melihat, aku bisa selamanya memandangi wajah dan senyum dinda, sehingga serasa tiap saat kudapatkan ribuan dollar di kantung hatiku.." kata suami sambil beranjak mengambil air wudhu..

"Kanda....kanda nakal.. maafin dinda yaaa..." sesal istri setengah berteriak sambil mengejar si suami ke tempat wudhu.. sesaat kemudian gemercik kran air yg semula terdengar deras, tiba-tiba tidak terdengar lagi... lama sekali... maklum air PAM di perumahan memang sering macet... hehehe...


Fote note ____________________

Drs. KH. M.Zaimuddin Wijaya As'ad, SU adalah Jajaran Pengasuh di Pesantren Darul Ulum Jombang

 email: zaimuddinasad@yahoo.co.id











Suami Yang Menyadarkan

Oleh: Drs. KH. M.Zaimuddin Wijaya As'ad, SU


Suami isteri yang ekonominya sedang-sedang saja, menikmati teh hangat berdua sembari menunggu azan maghrib di depan televisi, saat si isteri membuka-buka majalah, dia melihat gambar yang menyita perhatiannya, gambar tumpukan uang ribuan dollar.

"Kanda..lihat nih, banyak sekali ya.. seandainya kita punya uang segini, kita gak perlu lagi tinggal di rumah yang sempit ini.." gumam si isteri.

"Hehehe.. ndak usah berandai-andai, kita nikmati saja apa yang kita terima saat ini, yang penting dinda doain dan "nyupport" terus aktivitas kanda supaya lancar dan halal rezki kanda.." jawab si suami agak kesal.

"Aku sudah doain terus kok, siang malam.. tapi sepertinya Tuhan belum mengabulkannya.." keluh si isteri

"Istighfarlah dinda..., dinda harus bersyukur karena bisa melihat gambar tumpukan uang dollar itu..coba, bila dinda disuruh memilih: bisa melihat tapi tak bisa memiliki atau bisa memiliki tapi kemudian tak bisa melihat..? dinda pilih mana..?" tanya suami sambil mendekat setengah berbisik.

"Gak milih dua-duanya.." jawab si istri sambil menjauh..

"Kalau aku sih pilih yang pertama, biarlah aku hanya bisa melihat dollar meski tak bisa memiliki.. sebab dengan aku bisa melihat, aku bisa selamanya memandangi wajah dan senyum dinda, sehingga serasa tiap saat kudapatkan ribuan dollar di kantung hatiku.." kata suami sambil beranjak mengambil air wudhu..

"Kanda....kanda nakal.. maafin dinda yaaa..." sesal istri setengah berteriak sambil mengejar si suami ke tempat wudhu.. sesaat kemudian gemercik kran air yg semula terdengar deras, tiba-tiba tidak terdengar lagi... lama sekali... maklum air PAM di perumahan memang sering macet... hehehe...


Fote note ____________________

Drs. KH. M.Zaimuddin Wijaya As'ad, SU adalah Jajaran Pengasuh di Pesantren Darul Ulum Jombang

 email: zaimuddinasad@yahoo.co.id